“Menurut beliau, sebutan
kiyai itu tidak mudah untuk disandang, karena ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi seorang ustadz untuk bisa disebut kiyai,” jelas Daeng Nappa’.
“Dan ustadz senior itu
merasa belum memenuhi syarat untuk disebut kiyai?” tanya Daeng Tompo’. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
PEDOMAN KARYA
Ahad, 03 Mei 2020
Obrolan
Daeng Tompo’ dan Daeng Nappa’:
Ada
Ustadz Senior Tidak Mau Dipanggil Kiyai
“Ternyata ada ustadz
senior tidak mau dipanggil kiyai,” kata Daeng Nappa’ kepada Daeng Tompo’ saat ngopi
berdua di pos ronda seusai shalat tarwih di rumah masing-masing.
“Padahal ustadz seniormi?”
tanya Daeng Tompo’.
“Seniormi, malah dia juga
doktor ahli sejarah Islam. Orangnya tenang. Kalau beliau berceramah, enak
sekali kita dengar. Ceramahnya selalu sejuk,” tutur Daeng Nappa’.
“Terus kenapa beng
tidak mauki dipanggil kiyai?” tanya Daeng Tompo’.
“Menurut beliau, sebutan
kiyai itu tidak mudah untuk disandang, karena ada beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi seorang ustadz untuk bisa disebut kiyai,” jelas Daeng Nappa’.
“Dan ustadz senior itu
merasa belum memenuhi syarat untuk disebut kiyai?” tanya Daeng Tompo’.
“Betul,” kata Daeng
Nappa’.
“Apa-apa beng
syaratnya?” tanya Daeng Tompo’.
“Syarat pertama, harus hafal Qur’an 30 juz. Syarat kedua, harus bisa bahasa Arab. Syarat
ketiga, harus bisa baca kitab gundul,” sebut Daeng Nappa’.
“Deh, beratna itu
syaratna,” kata Daeng Tompo’.
“Beliau bilang, syarat
pertama saja dia sudah gugur,” kata Daeng Nappa’.
“Syarat ketiga juga
berat, karena harus bisa baca kitab gundul, padahal kitab gondrong saja belum
tentu kita lancar baca,” kata Daeng Tompo’ sambil tertawa dan keduanya pun
tertawa-tawa. (asnawin)
Ahad, 03 Mei 2020
-------
Obrolan sebelumnya:
Bedakah Itu Mudik dengan Pulang Kampung?