GUA HIRA. Makhluk yang datang itu adalah Malaikat Jibril. Ia datang membangunkan Muhammad yang sedang tidur karena kelelahan. Jibril berkata kepada Muhammad, “Iqra (Bacalah)!” Dengan hati yang masih rasa terkejut, Muhammad menjawab, “Apa yang harus saya baca.” Kemudian Malaikat Jibril mendekap sehingga Muhammad merasa lemas. Jibril melepaskan dekapannya, lalu berkata lagi, “Bacalah!”
---------
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 23 Oktober 2021
Kisah Nabi Muhammad SAW (26):
Malaikat
Jibril Membacakan Surah Al-‘Alaq, Muhammad Diangkat Jadi Utusan Allah
Penulis: Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Makhluk yang datang itu
adalah Malaikat Jibril. Ia datang membangunkan Muhammad yang sedang tidur
karena kelelahan. Jibril berkata kepada Muhammad, “Iqra (Bacalah)!”
Dengan hati yang masih
rasa terkejut, Muhammad menjawab, “Apa yang harus saya baca.”
Kemudian Malaikat Jibril
mendekap sehingga Muhammad merasa lemas. Jibril melepaskan dekapannya, lalu
berkata lagi, “Bacalah!”
Kejadian itu berulang
sampai tiga kali. Kemudian, setelah Muhammad berkata, “Apa yang harus saya
baca?” barulah Jibril membacakan Surat
Al ‘Alaq ayat pertama hingga ayat kelima:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Surah Al-'Alaq (96:1)
------
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Surah Al-'Alaq (96:2)
------
Surah Al-'Alaq (96:3)
------
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,Surah Al-'Alaq (96:4)
------
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.Surah Al-'Alaq (96:5)
Setelah mengucapkan
ayat-ayat itu, Malaikat Jibril pun pergi meninggalkan Muhammad yang hatinya
terhujam oleh firman Allah tadi.
Muhammad mendadak
tersentak sadar. Beliau terbangun dari ketakutan sambil bertanya-tanya dalam
hati, “Siapa gerangan yang kulihat tadi? Apakah aku telah diganggu jin?”
Beliau menoleh ke kiri
dan ke kanan, tetapi tidak ada siapa pun. Muhammad diam sebentar dengan tubuh
gemetar. Beliau lalu lari ke luar gua, menyusuri celah-celah gunung sambil mengulang
pertanyaan dalam hati, “Siapa gerangan yang menyuruhku membaca tadi?”
Mendadak, Muhammad
mendengar namanya dipanggil. Panggilan tersebut terasa dahsyat sekali. Beliau
memandang ke cakrawala dan melihat malaikat dalam bentuk manusia. Muhammad
tertegun ketakutan dan terpaku di tempatnya. Ia memalingkan wajah, tetapi di
seluruh cakrawala, ke mana pun beliau memandang rupa malaikat yang indah itu
tidak juga berlalu.
Ketulusan
Khadijah
Di rumah, Khadijah
tiba-tiba merasa khawatir dengan nasib suaminya. Beliau mengutus orang untuk mencari suaminya itu, tetapi
tidak berhasil menemukannya.
Sementara itu, setelah rupa
malaikat menghilang, Muhammad berjalan pulang dengan hati yang sudah dipenuhi
wahyu Allah. Dengan jantung yang terus berdenyut keras dan hati berdebar
ketakutan, beliau pulang ke rumah.
“Selimuti aku,” pinta
Muhammad kepada Khadijah.
Khadijah segera
menyelimuti suaminya yang menggigil kedinginan seperti terkena demam. Setelah
rasa takutnya mereda, beliau memandang Khadijah dengan tatapan mata meminta
kekuatan dan perlindungan.
“Khadijah, kenapa aku?”
kata Muhammad.
Kemudian, Muhammad
menceritakan semua yang telah terjadi. Beliau juga berkata bahwa ia takut semua
itu bukan datang dari Allah, melainkan gangguan jin.
“Wahai putra pamanku,”
jawab Khadijah penuh sayang, “bergembiralah dan tabahkan hatimu. Demi Dia yang
memegang hidup Khadijah, aku berharap kiranya engkau akan menjadi nabi atas
umat ini. Sama sekali Allah takkan mencemoohkanmu sebab engkaulah yang
mempererat tali kekeluargaan dan jujur dalam berkata-kata. Engkau selalu mau
memikul beban orang lain dan menghormati tamu serta menolong mereka yang dalam
kesulitan atas jalan yang benar.”
Kata-kata Khadijah itu
menuangkan rasa damai dan tenteram ke dalam hati suaminya yang sedang gelisah.
Khadijah benar-benar yakin bahwa suaminya itu bukan diganggu jin. Beliau malah
memandang suaminya itu dengan penuh rasa hormat.
Muhammad pun segera
tenang kembali. Beliau memandang Khadijah dengan penuh kasih dan rasa
terimakasih.
Tiba tiba, sekujur
tubuhnya terasa amat letih dan beliau pun tertidur lelap.
Sejak saat itu,
berakhirlah kehidupan tentang seorang Muhammad. Mulai saat itu, kehidupan penuh
perjuangan keras dan pahit akan dilaluinya sebagai seorang Rasulullah, utusan
Allah.
Kabar
dari Waraqah bin Naufal
Khadijah menatap suaminya
yang tertidur pulas itu. Dilihatnya kembali suaminya yang tertidur dengan
nyenyak dan tenang sekali. Khadijah membayangkan apa yang baru saja dituturkan
suaminya. Firman Allah dan Malaikat yang indah. Luar biasa!
“Semoga kekasihku ini
memang akan menjadi seorang nabi untuk menuntun umat ini keluar dari kegelapan,”
demikian pikir Khadijah.
Saat berpikir demikian,
senyumnya mengembang. Namun, senyum itu segera menghilang, berganti rasa takut
memenuhi hati tatkala dibayangkan nasib yang bakal menimpa suaminya itu apabila
orang-orang ramai menentangnya.
Demikianlah, pikiran
bahagia dan sedih terus berganti-ganti dalam benak Khadijah. Akhirnya, beliau
memutuskan untuk menceritakan hal ini kepada seseorang bijak yang dipercayanya.
Khadijah pun pergi
menemui pamannya, Waraqah bin Naufal, seorang pendeta Nasrani yang jujur, dan
menceritakan semua yang didengarnya dari suaminya.
Waraqah bertafakur
sejenak, lalu berkata, “Mahasuci Ia, Mahasuci. Demi Dia yang memegang hidup
Waraqah. Khadijah, percayalah, suamimu telah menerima 'namus besar' 1) seperti
yang pernah diterima Musa. Sungguh, dia adalah nabi umat ini. Katakan kepadanya
supaya tetap tabah.”
Khadijah pulang.
Dilihatnya suaminya masih tertidur. Dipandanginya suaminya itu dengan rasa
kasih dan penuh ikhlas, bercampur harap dan cemas. Tiba-tiba, tubuh suaminya
menggigil, napasnya terlihat sesak dengan keringat memenuhi wajah.
_______
1) Namus Besar
Namus besar yang dimaksud
Waraqah bin Naufal berasal dari bahasa Yunani, noms, artinya kitab
undang-undang atau kitab suci yang diwahyukan. Namus bukan istilah dalam Al
Qur'an. (bersambung)
Kisah sebelumnya: