-----
PEDOMAN KARYA
Jumat, 14 Januari 2022
Kisah
Nabi Muhammad SAW (74):
Perintah
Allah Mengalihkan Kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Mengalihkan
Kiblat ke Ka’bah
Orang-orang Yahudi pun mendatangi Rasulullah dan
berkata, “Muhammad, tentu sudah engkau ketahui bahwa semua nabi dan rasul
sebelummu pergi ke Baitul Maqdis. Di sanalah sebetulnya tempat tinggal mereka.
Jika engkau benar-benar seorang rasul, engkau pasti akan pergi ke sana, bukan?
Anggap saja Madinah ini sebagai perantara hijrah kamu dan umatmu dari Mekah ke
Baitul Maqdis!”
Namun, saat itu juga Rasulullah tahu bahwa mereka
berusaha melakukan tipu daya kepada beliau, apalagi saat itu kiblat shalat kaum
Muslimin adalah Baitul Maqdis, bukan Ka’bah di Mekah.
Namun, sekali lagi, pendapat orang-orang Yahudi tadi
dipecahkan oleh firman Allah yang memerintahkan Rasulullah dan kaum Muslimin
menghadap Ka’bah saat sedang shalat.
Saat itu, genap tujuh belas bulan Rasulullah berhijrah
ke Madinah. Allah berfirman,
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke
langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada,
palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Surah ke-2 / Al-Baqarah,
ayat 144)
Kaum Muslimin menyambut gembira peralihan kiblat ini.
Sementara itu, orang-orang Yahudi sangat menyesalkan keputusan ini. Sekali
lagi, mereka berupaya melakukan tipu daya dengan mengatakan;
“Kami akan menjadi pengikutmu Muhammad, apabila kamu
berada kembali mengubah kiblat ke arah Baitul Maqdis!”
Kembali firman Allah turun membalas kata-kata berbisa
ini:
“Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia
akan berkata: Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya
(Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? Katakanlah:
Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” (Surah ke-2 / Al-Baqarah, ayat 142)
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat
Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)
manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami
tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.
Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Surah
ke-2 / Al-Baqarah, ayat 143)
Yahudi
Mengejek Firman Allah
Di tengah pertentangan yang seru antara kaum Muslimin
dan Yahudi di Madinah, datanglah delegasi Nasrani dari Najran. Mereka
mengendarai enam puluh buah kendaraan.
Dengan pakaian dari Yaman yang indah, memakai cincin
emas dan selendang sutera, orang-orang Nasrani itu langsung menuju ke masjid
dan mengerjakan shalat dengan menghadap ke Timur. Beberapa sahabat hendak
menegur, tetapi Rasulullah mengisyaratkan agar mereka dibiarkan.
Setelah shalat, orang-orang Nasrani menghadap
Rasulullah dan memberi hadiah berupa permadani indah yang bergambar dan
beberapa buah tikar dari bulu. Rasulullah menolak permadani bergambar dan
menerima tikar dari bulu.
Sebenarnya, tujuan orang-orang Nasrani ini adalah untuk
menambah keributan antara kaum Muslimin dan orang Yahudi sehingga orang-orang
Nasrani dapat diuntungkan.
Begitu bertemu Rasulullah, orang-orang Nasrani
berusaha menjelaskan mengapa mereka menganggap Nabi Isa adalah anak Allah dan
mengapa mereka menyembah tiga tuhan.
Satu per satu alasan itu dipatahkan Rasulullah.
Bahkan, Rasulullah berbalik mengajak mereka menyembah Allah Yang Maha Esa dan
menjelaskan kerasulannya.
Namun, walau sudah demikian jelas Rasulullah
menyampaikan kebenaran, para pendeta Nasrani itu terus bersikeras mendustakan
beliau. Mereka tetap mengatakan bahwa Nabi Isa adalah putra Allah dan Allah itu
hanya salah satu dari tiga tuhan.
Akhirnya, atas perintah Allah, Rasulullah mengajak
mereka ber-mubahalah dengan bersabda,
“Marilah, kami ajak anak-anak kami dan anak-anak kamu,
wanita kami dan wanita kamu, diri-diri kami dan diri-diri kamu bersama
sungguh-sungguh berdoa, lalu kita jadikan laknat Allah menimpa kepada siapa di
antara kita yang berdusta.”
Orang-orang Nasrani itu hendak menerima, namun Al
Aqib, penasihat tertinggi mereka berkata, “Sesungguhnya, Muhammad itu adalah
nabi yang diutus dan kamu telah mengetahui itu dengan pasti. Tidak ada suatu
kaum yang ber-mubahalah dengan seorang nabi kecuali ia pasti hancur binasa.”
Mendengar itu, orang-orang Nasrani memutuskan untuk
menolak usul Rasulullah. Mereka memilih untuk kembali ke Najran dengan tetap
memeluk agama mereka.
Sepupu
Orang Arab dan Yahudi (Ibrani) bisa dikatakan merupakan sepupu. Nenek moyang mereka adalah Nabi Ibrahim. Putra sulung Nabi Ibrahim, yaitu Nabi Ismail ditempatkan di Mekah dan menjadi leluhur orang Arab, sementara itu, putra Nabi Ibrahim yang lain, yaitu Nabi Ishaq, menurunkan bangsa Yahudi. (bersambung)
-----
Kisah sebelumnya:
Pemuda Aus dan Khazraj di Madinah Sempat Terpengaruh Hasutan Orang Yahudi