------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 29 September
2015
Mengenal
Kabupaten Bulukumba (1):
Bulukumba
Mendunia Berkat Bira dan Pinisi
Oleh:
Asnawin Aminuddin
Pengantar:
Bulukumba adalah salah
satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Bulukumba berjarak kurang lebih
150 km dari Kota Makassar (ke arah selatan).
Ada beberapa kelebihan
yang dimiliki kota berjuluk “Butta Panrita Lopi” ini, antara lain lahirnya
seorang pahlawan nasional bernama Andi Sultan Daeng Radja, kawasan adat “desa
hitam” Kajang, kawasan pantai pasir putih Tanjung Bira, makam Dato Tiro (salah
seorang pembawa agama Islam di Sulawesi Selatan), serta pembuatan perahu
tradisional Pinisi.
Guna mengenal lebih
jauh daerah yang juga memakai motto “Bulukumba Berlayar” itu, saya mencoba
menulis artikel bersambung yang dikutip berbagai sumber, serta pengetahuan dan
pengalaman pribadi sebagai anak Indonesia yang lahir dan besar di Bulukumba.
***
NAMA Bulukumba mungkin
tidak terlalu dikenal di pentas nasional. Banyak orang yang berkerut keningnya
kalau ditanya tentang Kabupaten Bulukumba. Namun bagi mereka yang suka
berekreasi atau berkunjung ke objek-objek pariwisata, nama Tanjung Bira
bukanlah sesuatu yang asing.
Para penggemar alam
bawah laut juga banyak yang telah menyelam (diving) dan menikmati indahnya
pemandangan alam bawah laut di Tanjung Bira.
Perahu pinisi juga
lebih terkenal dibandingkan nama Bulukumba, padahal perahu pinisi awalnya
berasal dari Bulukumba.
Banyak hotel yang
menamakan salah satu ruangan pertemuan mereka dengan sebutan Bira Room atau Pinisi
Room.
Sepintas lalu sebagian
orang tidak terlalu mengenal apa itu Bira dan atau Pinisi, tetapi setelah
melihat lukisan, foto, miniatur perahu phinisi, dan berbagai suvenir yang
berada di dalam atau di sekitar ruangan tersebut (Bira Room dan Pinisi Room),
maka mereka akan segera tahu bahwa Bira itu adalah salah satu pantai pasir
putih yang indah di Kabupaten Bulukumba. Mereka juga akan segera tahu bahwa
perahu pinisi itu adalah perahu tradisional dari Kabupaten Bulukumba.
Nama Bulukumba juga
dikenal karena adanya kawasan adat Kajang. Kawasan ini dihuni etnis Kajang yang
hingga kini masih menjaga tradisi kehidupannya secara turun-temurun, antara
lain selalu memakai pakaian hitam, tidak menggunakan alas kaki, dipimpin oleh
seorang kepala suku (Ammatoa), serta menjaga kelestarian hutan.
Konon, Ammatoa dan
sejumlah orang Kajang memiliki “ilmu” yang bisa meramalkan atau “melihat”
kejadian yang datang, dapat menyembuhkan orang sakit, serta kebal terhadap api
dan benda-benda tajam.
Bagi para ahli sejarah
Islam, nama Bulukumba juga ditemukan karena pernah ada salah seorang penyebar
agama Islam di Sulawesi Selatan yang kemudian bermukim dan akhirnya meninggal
dunia di Bulukumba.
Orang tersebut bernama
asli Abdul Jawad, yang menyebarkan Islam di wilayah bahagian selatan Sulawesi
Selatan, utamanya di Kabupaten Bulukumba, yang menekankan pelajaran tasawuf
kepada rakyat.
Abdul Jawad mengajarkan
tasawuf karena masyarakat Bulukumba ketika itu lebih menyukai hal-hal yang
bersifat kebatinan. Abdul Jawad kemudian meninggal dunia di Kecamatan Bontotiro
dan digelari Dato Tiro atau Datok ri Tiro. Makamnya hingga kini selalu ramai
dikunjungi orang dari berbagai penjuru tanah air dan dari luar negeri.
(bersambung)
----------
Daftar Pustaka:
-www.bulukumbakab.go.id
-Djumbia, Amir,
Menelusuri Awal Masuknya Islam di Sulsel, 14 September 2007,
www.tribun-timur.com
-Afif, Afthonul, Hidup
Selaras dengan Alam sebagai Kosmologi Suku Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan,
direkam dari http://melayuonline.com/culture/, pada hari Minggu, 26 Juli 2009
------
Keterangan:
Artikel ini pertama
kali dimuat di blog Kabupaten Bulukumba, dengan judul: Mendunia Berkat Bira dan
Phinisi;
https://kabupatenbulukumba.blogspot.com/2009/08/mengenal-kabupaten-bulukumba-1.html
------
Artikel bagian 2:
Bulukumba Awalnya Hanya Tujuh Kecamatan