ISTANA RAJA GOWA. Sebelum Kerajaan Gowa dikonversi menjadi kerajaan Islam dalam struktur kekuasaannya, terdapat suatu lembaga yang mengurusi masalah-masalah yang terkait dengan kepercayaan dan upacara-upacara ritual keagamaan. Lembaga itu dipimpin oleh seorang yang digelari Daengta Alakaya. Lembaga inilah yang dikonversi menjadi lembaga Sara’ ketika Kerajaan Gowa dikonversi menjadi kerajaan Islam. (int)
---------
PEDOMAN
KARYA
Kamis,
24 November 2016
Sejarah
Muhammadiyah di Sulawesi Selatan (3):
Sulawesi Selatan
Menjelang Kehadiran Muhammadiyah
Oleh:
Asnawin Aminuddin
(Wakil
Ketua Majelis Pustaka dan Informasi/Humas Muhammadiyah Sulsel)
Sebelum Islam datang ke Sulawesi
Selatan, kerajaan-kerajaan besar di Sulawesi Selatan telah dipersatukan melalui
mitos Lagaligo. Sulawesi Selatan
kemudian lebih dipersatukan lagi melalui penyebaran agama Islam.
Meskipun Islam belum sepenuhnya
berhasil mengubah tatanan sosial-budaya masyarakat Sulawesi Selatan, namun
kefanatikan mereka memeluk Islam mendapat pengakuan dari para sejarawan.
Bonneff (1983:228), misalnya, telah
menyatakan bahwa sudah menjadi kebiasaan menganggap Aceh, Sulawesi Selatan, dan
Jawa Barat (daerah Sunda) sebagai tempat penganut Islam yang sangat kuat.
Islam masuk ke Sulawesi Selatan pada
awal abad ke-17, satu waktu yang sangat terlambat dibandingkan dengan Sumatera,
Jawa, dan Maluku.
Perkembangan Islam di Sulawesi
Selatan awalnya berjalan secara alami, tetapi kemudian mendapat tantangan
setelah datangnya penjajah Belanda.
Mereka perlahan-lahan menguasai beberapa
daerah di Sulawesi Selatan, apalagi setelah ditandatanganinya Perjanjian
Bungaya pada tahun 1667 yang menjadi pertanda berakhirnya Perang Makassar,
yakni perang antara Sultan Hasanuddin di satu pihak, dengan Arung Palakka
bersama Spelman di pihak lain.
Sejak saat itulah, proses penjajahan
Belanda di Sulawesi Selatan semakin hari semakin meluas. Hingga pada akhirnya,
melalui Perang Pasifikasi, seluruh Sulawesi Selatan ditaklukkan dan diperintah
secara langsung oleh penjajah Belanda.
Dua kerajaan besar di Sulawesi
Selatan, yakni Kerajaan Gowa yang waktu itu diperintah Raja Makkulau Karaeng
Lembang Parang, serta Kerajaan Bone yang dipimpin Raja La Pawawoi Karaeng
Sigeri, dibubarkan oleh penjajah Belanda setelah keduanya kalah dalam Perang Pasifikasi
yang berlangsung pada akhir 1905 dan awal tahun 1906.
Setelah Perang Pasifik selesai, maka
disatukanlah seluruh Sulawesi Selatan ke dalam “satu” pemerintahan, “satu”
wilayah, di bawah pemerintahan penjajah Hindia Belanda, yang belakangan disebut Provinsi Sulawesi Selatan.
Agar penguasaannya terhadap
daerah-daerah yang baru ditaklukkan itu dapat berjaan efektif, maka pemerintah
penjajah Hindia Belanda segera menata
ulang pembagian wilayah administrasi pemerintahannya dengan berpatokan pada
sistem birokrasi modern ala penjajah ketika itu.
Sulawesi Selatan yang termasuk dalam
wilayah pemerintahan Gouvernour van Celebes en Onderhoorigheden yang dibentuk
pada 1903, berada di bawah pemerintahan General van Nederland Hindie.
Penataan administrasi pemerintahan
dan modernisasi sistem politik itu, diikuti pula dengan penataan dan
modernisasi pada bidang-bidang lainnya, seperti hukum, ekonomi, dan pendidikan.
Sekolah Pertama
Berbicara tentang sejarah
perkembangan pendidikan di Sulawesi Selatan, tidak boleh dilepaskan dari BF Mattheus, seorang sarjana sastra, serta pakar Bahasa Bugis dan Bahasa Makassar.
Mattheus tiba di Makassar pada tahun
1875. Sebagai sarjana sastra, Mattheus bekerja sebagai pengumpul dan penelaah
kesusastraan Bugis – Makassar. Untuk melaksanakan kegiatannya itu, dia
mendirikan sebuah yayasan.
Melalui yayasannya itulah pada tahun
1878, Mattheus mendirikan sekolah yang kemudian disebut Kweeks School. Sekolah
yang didirikan dan dibina oleh Mathheus inilah sekolah pertama di Sulawesi
Selatan.
Melawan Kristenisasi
Hampir bersamaan dengan kedatangan
Mattheus, berdatangan pulalah beberapa orang zending dan misionaris yang
bertugas menyebarkan agama Kristen dan Katolik, terutama di daerah-daerah yang
belum berhasil di-Islam-kan oleh Kerajaan Gowa, Kerajaan Luwu, dan Kerajaan
Bone.
Sejak saat itu, timbullah persoalan
baru menyangkut hubungan Islam dan Nasrani. Dengan alasan meng-Kristen-kan
orang yang belum beragama, para misionaris Katolik dan zending Protestan, juga
menjadikan umat Islam sebagai sasaran Kristenisasi.
Menghadapi
kenyataan seperti itu, umat Islam tidak berdiam diri. Di bawah kepeloporan
Muhammadiyah, umat Islam tampil pula melakukan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi
munkar, yang terutama diarahkan untuk meng-Islam-kan kembali umat Islam, dalam
arti mengarahkan umat agar Islam melaksanakan ajaran agama secara kaffah
(menyeluruh) dan benar sesuai tuntunan Al-qur’an dan sunnah Rasul.
Perlawanan itu dilakukan karena umat
Islam ketika itu, meskipun telah menganut agama Islam kurang lebih tiga ratus
tahun lamanya, masih tetap mencampur-adukkan antara ajaran Islam dengan ajaran animisme
dan dinamisme, adat istiadat, dan tradisi-tradisi lainnya sebelum Islam datang.
Takhayul, Bid’ah,
Khurafat
Secara umum, keadaan umat Islam ketika itu dapat
dikatakan masih bergelimang dalam kemusyrikan dan kejahiliyahan yang diselimuti
takahyul, bid’ah, dan khurafat (dulu biasa diistilahkan “penyakit TBC”,
singkatan dari Takhayul, Bid’ah, dan Churafat).
Kehidupan umat Islam pada umumnya
masih dikendalikan oleh pangngadakang
(Bahasa Makassar yang berarti adat) atau pangngadereng
(Bahasa Bugis yang berarti adat) yang berbasis dan bertumpu kepada hal-hal yang
disebut sebagai gaukang (acara-acara
adat) dan kalompoang (acara-acara
kebesaran).
Dalam bidang pendidikan, umat Islam
sama sekali belum memiliki lembaga pendidikan modern yang ditandai dengan
sistem klasikal, misalnya ada kurikulum dan ada proses pembelajaran yang
teratur.
Lembaga pendidikan tradisional yang
ada hanyalah lembaga pendidikan mangngaji
tudang untuk mempelajarai Al-qur’an, yang biasanya diawali dengan allepu-allepu (belajar abdjad Bahasa Al-qur’an),
diteruskan dengan angngijja (belajar
mengeja), ammaca lambusu (tadarus), assara baca (tajwid), abbarasanji (belajar Kita Barazanji),
dan assarapa (belajar dasar-dasar
Bahasa Arab).
Transformasi ilmu pengetahuan keagamaan
lainnya, seperti belajar tahara, belajar shalat, belajar paraele (kewarisan),
dan sebagainya, lebih banyak dilakukan melalui keluarga atau melalui guru tarekat
atau Daengta Kalia, Daeng imang, dan petugas parewa sara lainnya.
Di Sulawesi Selatan, sejak awal
masuknya Islam hingga berakhirnya zaman penjajahan, bahkan hingga awal tahun
1950-an, lembaga yang mengurusi masalah-masalah keagamaan yang disebut syara’,
tetap dipertahankan dan berfungsi. Lembaga tersebut terintegrasi ke dalam
pranata sosial yang disebut pangngadakkang
atau pangngadereng.
Sebelum Kerajaan Gowa dikonversi
menjadi kerajaan Islam dalam struktur kekuasaannya, terdapat suatu lembaga yang
mengurusi masalah-masalah yang terkait dengan kepercayaan dan upacara-upacara
ritual keagamaan.
Lembaga itu dipimpin oleh seorang
yang digelari Daengta Alakaya.
Lembaga inilah yang dikonversi menjadi lembaga Sara’ ketika Kerajaan Gowa
dikonversi menjadi kerajaan Islam.
Lembaga Sara’ tersebut dipimpin oleh
seorang yang bergelar Daengta kaliya. Dalam menjalankan tugasnya, Daengta
Kaliya dibantu ole beberapa orang
pejabat sebagai bawahannya yang disebut
Parewa Sara’, yakni imang, katte’, bidala, dan doja.
Lembaga keagamaan sebagaimana
terdapat di Kerajaan Gowa tersebut, terdapat juga di kerajaan-kerajaan lainnya
yang ada di Sulawesi Selatan. (bersambung)
----------
Sumber
referensi:
------------------------
Assagaf, S.
Jamaluddin; Kafaah dalam Perkawinan dan Dimensi Masyarakat Sulsel
Bosra, Mustari,
dkk; Menapak Jejak Menata Langkah: Sejarah Gerakan dan Biografi Ketua-Ketua
Muhammadiyah Sulawesi Selatan; 2015; Yogyakarta, Suara Muhammadiyah
Idrus, Mubarak,
Jejak Islam di Sulawesi Selatan; Menemukan Jejak Jamaluddin al Husaini, https://maulanusantara.wordpress.com/2011/08/29/jejak-islam-di-sulawesi-selatan-menemukan-jejak-jamaluddin-al-husaini/
Lambe, Sawaty, (2012), Masuknya Agama Islam ke Sulawesi
Selatan, Parepare, makalah, http://sawatyl.blogspot.co.id/2012/02/blog-post_26.html
Menelusuri Awal Masuknya Islam di Sulsel, (2014); http://kabarmakassar.com/menelusuri-awal-masuknya-islam-di-sulsel/
Sejarah Muhammadiyah di Sulawesi Selatan; http://sulsel.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html
Sejarah Muhammadiyah di Sulawesi Selatan (2):
BalasHapusProses Islamisasi Raja dan Masyarakat di Sulawesi Selatan
......
http://www.pedomankarya.co.id/2016/11/proses-islamisasi-raja-dan-masyarakat.html
Sejarah Muhammadiyah di Sulawesi Selatan (4):
BalasHapusBerdirinya Muhammadiyah Group Makassar
....
http://www.pedomankarya.co.id/2016/12/berdirinya-muhammadiyah-group-makassar.html