-------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 28 Januari 2020
Al-Qur’an Menyapa
Orang-orang Beriman (14):
Jangan
Berteman Setia dengan Orang-orang di Luar Kalanganmu
Oleh: Abdul Rakhim
Nanda
Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di
luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan
bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari
mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi.
Sungguh telah kami terangkan kepadanya ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.
(QS Ali Imran/3: 118).
Sapaan kasih sayang Allah SWT
kepada orang-orang beriman kali ini agar mereka tidak berteman setia dengan
orang-orang di luar kalangan mereka, diikuti dengan alasan mengapa hal itu
dilarang, yakni karena: (1) mereka akan terus-terus menimbulkan kemudharatan
bagi orang-orang beriman, (2) mereka senantiasa menyusahkan, dan (3) senantiasa
membenci orang-orang beriman, baik secara nyata dalam bentuk ucapan maupun
dalam hati, sehingga mereka menyusun siasat untuk mewujudkan kebenciannya.
Keterangan yang diterima dari
Ibnu Jaris dan Ibnu Ishaq yang bersumber dari Ibnu Abbas, di masa itu ada
beberapa orang pemuda muslim yang mengadakan hubungan akrab dengan beberapa
orang pemuda Yahudi, karena pada zaman Jahiliyah mereka pernah menjadi tetangga
dan pernah menjadi sekutu dalam berbagai peperangan.
Untuk itu, kondisi ini ditegur
dengan turunnya ayat; “yaa ayyuhalldziina aamanuu laa tattakhidzuu
bithaanatanmin duunikum” hingga akhir ayat. Hal ini menegaskan untuk tidak
berhubungan erat dengan orang-orang Yahudi untuk menghindari fitnah.
Walaupun dari asbabun nuzul,
ayat ini turun terkait pembicaraan tentang orang-orang Yahudi, namun
Al-Qurthubi menyatakan bahwa “ayat ini melarang orang-orang mukmin untuk
menjadikan orang-orang yang kafir, orang-orang Yahudi dan kelompok orang-orang
yang dikuasai oleh hawa nafsu mereka sebagai tama-teman yang sangat akrab lalu
meminta saran mereka atau menyerahkan urusan kaum muslimin kepada mereka”.
Demikian pernyataan
Al-Qurthubi yang dituliskan oleh Qurish Shihab dalam tafsir Al-Misbahnya.
Menurut Buya Hamka, bithanah
diartikan sebagai kawan rapat atau sahabat karib, bithanah berasal dari rumpun
kata bathin yang diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi batin. Sahabat yang
akrab karena hubungan batin yang erat terkadang menjadi tempat untuk
menumpahkan perasaan hati walaupun perasaan hati itu merupakan hal yang tidak
bersifat umum (pribadi) ataupun rahasia, karena sudah sangat percaya.
Berkawan dengan cara seperti
ini terhadap orang yang bukan muslim hendaknya tidak dilakukan. Bahayanya
teramat besar.
Orang-orang yang disebut di
luar kalanganmu (minduunikum) ini nyata-nyata ingin membuat kesusahan dan
kemudharatan bagi orang-orang muslim. Mereka menghasut, membuat cerita bohong
yang didasarkan atas kebencian. Mereka selalu menampilkan muka manis, kata-kata
yang indah tetapi mengandung racun permusuhan akibat kedengkian.
Jangan! Jangan mengambil
mereka sebagai teman dekat. Kebencian mereka yang dinampakkan kelihatan nyata,
dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka, siasat dan tipu daya mereka lebih
besar lagi.
Allah Maha Kasih!
Diingatkannya hamba-Nya untuk senantiasa berhati-hati dalam memilih teman
kepercayaan. Begitu cinta dan sayang Allah terhadap hamba-Nya, sehingga Dia
tidak menghendaki adanya orang kafir, musyrik, ataupun orang munafik untuk
memperdaya orang-orang yang beriman.
Jika direnungi ayat ini, amat
terasa bahwa ayat ini ditujukan kepada setiap diri orang-orang yang beriman
agar mereka mau menggunakan akal pikirannya. Dari sini terasa belaian kasih
Allah SWT terhadap hambaNya, apakah orang-orang yang beriman tiada merasakan
sepenuh hati akan kasih sayangAllah ini?
Membaca ayat ini secara
seksama, membuat kondisi batin merasa seakan-akan ayat ini diturunkan di negeri
Indonesia yang dihuni oleh penduduk yang berbagai macam. Intrik-intrik atau
penyebaran kabar bohongyang diisukan untuk memperkelahikan orang-orang Islam
dengan saudaranya sesama Islam dilemparkan menjadi issu yang massif,dimana jika
tidak disikapi dengan kedewasaan, maka akan berpecahlah ummat ini dan diakhiri
dengan perang saudara. Wahai orang-orang yang beriman, berhati-hatilah
senantiasa!
Selanjutnya Allah SWT
mengingatkan orang-orang yang beriman dengan firmanNya: “Beginilah kamu, kamu
menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada
kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: “Kami beriman”;
dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah
bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah: “Matilah kamu karena kemarahanmu
itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika kamu memperoleh
kebaikan, niscaya mereka akan bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana,
mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya
mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah
mengetahui segala apa yang mereka kerjakan” (QS Ali Imran/3: 119-120)
Demikianlah AllahSWT menggugah
hati orang-orang beriman yang oleh karena mereka senantiasa menata hati dengan
baik, maka mereka mengukur orang-orang di luar dirinya seperti kebaikan
hatinya, padahal sesungguhnya kenyataannya tidaklah demikian, bahkan orang-orang
di luar orang-orang berimanitu tidak pernah menyukai mereka.
Kondisi hati orang-orang
beriman tidak boleh terus-terus begitu karena hal ini bisa berdampak buruk
terhadap keimanan dan system kehidupan mereka.
Berteman akrab dengan mereka
setidaknya dapat: (1) menjadi penghambat jalan perjuangan, (2) melelahkan
spiritual berakidah sehingga orang-orang beriman itu enggan menyebut-nyebut
akidahnya dengan alasan menjaga perasaan mereka, dan (3) menjadi penghambat
dalam menerapkan system (manhaj) kehidupan sehingga sulit menegakkan system
kehidupan atas dasar Islam, kadang-kadang dengan alasan toleransi yang
sesungguhnya buka pada tempatnya. Dan tentu saja masih ada dampak negatif
lainnya.
Ketahuilah bahwa kebaikan yang mereka tampakkan itu hanya tipu daya mereka. Oleh karena itu, orang-orang beriman harus senantiasa bersabar (jangan terbawa perasaan) dan bertaqwa, sebab kesabaran dan ketaqwaannya itulah yang menjadi kekuatan untuk menghadapi tipu daya mereka. (bersambung)
-----
Artikel sebelumnya:
Bagian 14: Bertakwalah kepada Allah dengan Sebenar-benarnya Takwa kepada-Nya