Wahai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. (QS Al-Baqarah/2: 172)
-----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 07 Januari 2020
Al-Qur’an Menyapa Orang-Orang Beriman (03):
Makanlah dari Rezeki yang Baik-baik
Oleh: Abdul Rakhim Nanda
(Wakil Rektor I Unismuh / Wakil Sekretaris Muhammadiyah Sulsel)
Wahai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. (QS Al-Baqarah/2: 172).
Sebelum ayat ini telah terdapat
penjelasan pada ayat 168 Surah Al-Baqarah, Allah SWT
berfirman; “Wahai manusia! Makanlah apa
yang ada di bumi ini barang yang halal lagi baik dan janganlah kamu mengikuti
langkah syaithan. Sesungguhnya dia bagi kamu adalah musuh yang sangat nyata.” (QS
Al-Baqarah/2: 168)
Ayat 168 ini disampaikan kepada
manusia secara umum. Di dalamnya disampaikan status hukum mengenai makanan, bahwa di antara banyaknya
makanan yang disediakan oleh Allah terdapat–sedikit saja–makanan yang haram, kemudian
diperintahkan-Nya untuk memilih makanan yang “halal lagi baik.”
Dengan kemajuan
ilmu pengetahuan yang cukup pesat terutama dalam bidang kesehatan dan gizi,
memberikan kemudahan bagi manusia untuk memahami mengapa Allah menegaskan
tentang perlunya manusia itu berhati-hati dalam memilih makanan.
Makanan yang “halal”
saja masih ada yang tidak baik bagi orang-orang tertentu, apalagi jika makanan
tersebut “haram”, tentu–terdapat kandungan–yang dapat membahayakan diri manusia baik secara fisik maupun
mental.
Pada ayat (QS Al-Baqarah/2
: 172) ini, perintah Allah ditujukan
kepada orang-orang yang beriman. Jika seorang merasa dirinya beriman, maka
status haramnya suatu makanan tentu tidak akan dipermasalahkan lagi dan akan
segera menjauhinya dan memilih makanan yang halal saja.
Untuk itu, pada ayat ini kata “halal” tidak diulangi lagi,
namun dapat dipahami bahwa suatu makanan kalau sudah dikatakan tayyib maka tentulah dijamin halal.
Memperhatikan
ayat ini, terlihat bahwa manusia dianjurkan untuk selektif dan berhati-hati dalam
memperlakukan dirinya serta menggunakan akal yang dianugerahkan kepadanya.
Hendaknya orang-orang yang beriman itu jangan melakukan hal-hal yang
membahayakan diri.
Makanan
merupakan wakil dari semua pemenuhan kebutuhan diri karena merupakan kebutuhan utama
dan pertama bagi manusia yang harus dipenuhi untuk keperluan hidup guna
melangsungkan tugas-tugas pengabdiannya. Dalam hal ini hendaknya orang-orang
mukmin itu memilih makanan yang baik baginya, sedangkan yang jelas akan membawa
mudharat hendaknya dihindari.
Tidak selektif
terhadap perlakuan diri, sama halnya dengan zalim terhadap diri sendiri, dan sebagai akibat
dari kezaliman ini, maka Allah mengharamkan memakan makanan yang tadinya dihalalkan (QS
An Nisa/4: 160).
Hal ini
disebabkan manusia tidak bersyukur kepada Allah;
makanan yang halal lagi baik amat banyak, mengapa harus memilih yang tidak
baik.
Bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya
kepada-Nya kamu mengabdi.
Kata syukur pada ujung ayat ini, oleh Quraish Shihab dalam
tafsir Al Misbah dimaknai sebagai pengakuan
dengan tulus bahwa anugrah–berupa makanan–yang diperoleh semata-mata bersumber dari Allah sehingga penggunaannya harus sesuai dengan tujuan penganugrahannya.
Buya Hamka
dalam tafsirnya Al-Azhar memberikan
penjelasan bahwa makanan sangat berpengaruh terhadap jiwa dan sikap hidup, juga
terhadap kehalusan atau kekasaran budi seseorang.
Hal yang lebih
penting lagi bahwa makanan yang haram dapat menjadi dinding penghalang (hijab) dikabulkannya do’a seorang hamba oleh
Allah SWT.
Sayyid Sabiq
dalam Fikih Sunnahnya menukil salah
satu hadits Rasulullah s.a.w. yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad serta sahih dari Muslim, terdapat riwayat dari Abu
Hurairah.
Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu
Maha Baik, dan tak hendak menerima kecuali yang baik. Dan Allah telah
menitahkan kepada kaum mu’minin melakukan apa yang telah dititahkan-Nya kepada rasul-rasul-Nya.”
Allah berfirman; “Wahai Rasul, makanlah dari yang baik-baik dan amalkanlah yang
shalih, sesungguhnya Aku atas yang kamu amalkan adalah Maha Mengetahui (QS 23 :
51).
Dan firman-Nya pula:
Wahai orang-orang yang beriman!, makanlah olehmu dari apa yang baik-baik apa
yang telah Kami rezekikan kepada kamu.” Kemudian disebutnya perihal seorang laki-laki yang telah berkelana
jauh, dengan rambutnya yang kusut masai, dan pakaian yang penuh debu, selalu
menadahkan tangannya ke langit (menyeru): Ya Tuhanku! Ya Tuhanku! Padahal yang
dimakannya makanan yang haram, yang diminumnya minuman yang haram, pakaiannya
pakaian yang haram, dan disuburkan badannya dengan yang haram. Maka
bagaimanakah akan dapat diperkenankan apa yang dimohonkannya itu.
Dalam sebuah
pengajian, seorang ulama yang bersahaja dari Makassar yang juga mantan Ketua Pimpinan
Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, yakni KH Baharuddin Pagim (Allahu yarham) memberikan uraian tentang lima pilar tegaknya
kehidupan yang baik (hayatan tayyibah).
Ke-5 pilar tersebut yaitu aqidah yang baik (aqidatan tayyibah), ibadah yang baik (ibadatan tayyibah), aturan hidup yang
baik (syari’atan tayyibah), sumber penghidupan
yang baik (ma’isyatan tayyibah) serta hubungan kehidupan
yang baik (shilatan tayyibah).
Dalam kaitannya
dengan uraian tentang ‘sumber penghidupan yang baik’, beliau menegaskan bahwa seseorang
yang beriman harus memastikan bahwa; fasilitas yang digunakannya, pakaian yang
dikenakannya, makanan yang dimakannya serta minuman yang diminumnya tidak boleh
berasal dari sumber yang diragukan (syubhat)
terlebih lagi dari sumber yang haram.
Demikianlah
betapa pentingnya menjaga diri dari persoalan makanan sebagai sumber penghidupan
yang baik (ma’isyah tayyibah), untuk
mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan
tayyibah) bagi suatu ummat agar tidak ada dinding penghalang dalam
bermunajat kepada Allah SWT, dan juga dalam upaya menjaga keteguhan akhlaq mulia bagi dirinya dan generasi pelanjut perjuangannya, sehingga tetaplah
terjaga muruah orang-orang mukmin sepanjang masa hingga tiba saat yang
ditentukan oleh Allah SWT. (bersambung)
------
Artikel sebelumnya:
Bagian 3: Mohonlah Pertolongan dengan Sabar dan Shalat
Bagian 2: Jangan Bersikap Tidak Sopan Terhadap Rasulullah dan Ajarannya
Bagian 1: Al-Qur’an Menyapa Orang-Orang Beriman
Artikel sebelumnya:
Bagian 3: Mohonlah Pertolongan dengan Sabar dan Shalat
Bagian 2: Jangan Bersikap Tidak Sopan Terhadap Rasulullah dan Ajarannya
Bagian 1: Al-Qur’an Menyapa Orang-Orang Beriman