PEDOMAN KARYA
Rabu, 29 April 2020
Chairil Anwar dan Hari Puisi (4-habis):
Penyair Deklarasikan 26 Juli Hari Puisi
Indonesia
Oleh: Asnawin Aminuddin
Selama hidupnya, Chairil Anwar telah
menulis sekitar 94 karya, termasuk 70 puisi; kebanyakan tidak dipublikasikan
hingga kematiannya. Puisi terakhir Chairil berjudul “Cemara Menderai Sampai
Jauh”, ditulis pada tahun 1949, sedangkan karyanya yang paling terkenal
berjudul “Aku” dan “Krawang Bekasi.”
Semua tulisannya baik yang asli,
modifikasi, atau yang diduga dijiplak, dikompilasi dalam tiga buku yang
diterbitkan oleh Pustaka Rakyat.
Kompilasi pertama berjudul “Deru Campur
Debu” (1949), kemudian disusul oleh “Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang
Putus” (1949), dan “Tiga Menguak Takdir” (1950, kumpulan puisi dengan Asrul
Sani dan Rivai Apin).
Juga ada buku “Aku Ini Binatang Jalang:
koleksi sajak 1942-1949”, yang disunting oleh Pamusuk Eneste, dan kata penutup
oleh Sapardi Djoko Damono (1986).
Puisi hasil karya Chairil Anwar sempat
dituduh sebagai hasil plagiarisme oleh HB Jassin. Dalam tulisannya pada Mimbar
Indonesia yang berjudul “Karya Asli, Saduran, dan Plagiat”, ia membahas tentang
kemiripan puisi Karawang-Bekasi dengan The Dead Young Soldiers karya Archibald
MacLeish.
Meskipun demikian, Jassin tidak
menyalahkan Chairil Anwar. Menurut dia, meskipun mirip, tetap ada rasa Chairil
di dalamnya, sedangkan sajak MacLeish, menurut Jassin, hanyalah katalisator
penciptaan.
Hari Puisi
Atas karya-karyanya sang sangat fenomenal
pada masa transisi perjuangan kemerdekaan Indonesia, hari lahir Chairil Anwar,
yakni 26 Juli, kemudian diperingati sebagai Hari Puisi.
Deklarasi dan penetapan Hari Puisi
Indonesia itu dilakukan oleh puluhan penyair Indonesia di Pekanbaru, Riau, 22
November 2012. Deklarasi ini mulanya diprakarsai oleh penyair Rida K Liamsi.
Para penyair yang hadir turut
menandatangani deklarasi tersebut. Teks deklarasinya dibacakan oleh presiden
penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri.
Kenapa Chairil Anwar?
Chairil Anwar adalah penyair yang
istimewa. Dia berhasil mendobrak gaya Pujangga Baru, bermain-main di antara
puisi modern dan pantun. Chairil Anwar adalah “anak nakal”, dan bukan “anak
emas” dalam sejarah Sastra Indonesia.
Pada masa itu, Pujangga Baru yang ternama
adalah Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane. Mereka memiliki
gaya puisi yang khas, menggunakan Bahasa Melayu dengan tema puisi yang kurang
lebih sama, yakni soal perjuangan dan kadang romansa.
Chairil memilih bahasanya sendiri. Bahasa
puisi Chairil Anwar saat itu adalah bahasa yang patuh pada hukum-hukum tulisan,
namun ia juga menggunakan bahasa kelisanan yang ada, baik bahasa di Medan
sebagai kota asalnya, maupun saat ia di Jakarta.
Hasan Aspahani yang menulis buku tentang
Chairil pernah mengatakan karya-karya Pujangga Baru adalah titik tumpu, sasaran
tembak bagi serangan-serangan Chairil Anwar.
Dalam banyak hal, Chairil tidak sependapat
dengan mereka. Dengan bekal pengetahuan, kecerdasan, penalaran dan kepercayaan
dirinya, Chairil melakukan pendobrakan.
Deklarasi Hari Puisi Indonesia
Berikut isi Deklarasi Hari Puisi Indonesia
yang dibacakan Sutardji Calzoum Bachri, di Pekanbaru, Riau, 22 November 2012,
atas nama Penyair Indonesia.
Teks deklarasi tersebut dibaca Sutardji
Calzoum Bachri di Anjungan Idrus Tintin Pekanbaru, setelah ditandatangani oleh
40 penyair Indonesia dari Aceh sampai Papua.
“Indonesia dilahirkan oleh puisi yang
ditulis secara bersama-sama oleh para pemuda dari berbagai wilayah Tanah Air.
Puisi pendek itu adalah Sumpah Pemuda. Ia memberi dampak yang panjang dan luas
bagi imajinasi dan kesadaran rakyat Nusantara. Sejak itu pula, sastrawan dari
berbagai daerah menulis dalam bahasa Indonesia, mengantarkan bangsa Indonesia
meraih kedaulatan.
Sebagai bangsa yang merdeka. Bahasa
Indonesia adalah pilihan yang sangat nasionalistis. Dengan semangat itu pula,
para penyair memilih menulis dalam bahasa Indonesia, sehingga puisi secara
nyata ikut membangun kebudayaan Indonesia. Nasionalisme kepenyairan ini
kemudian mengental pada Chairil Anwar, yang dengan spirit kebangsaan berhasil
meletakkan tonggak utama tradisi puisi Indonesia modern.
Sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah menganugerahi bangsa Indonesia dengan kemerdekaan dan
kesusastraan, sekaligus untuk mengabadikan kenangan atas puisi yang telah ikut
melahirkan bangsa ini, kami mendeklarasikan tanggal lahir Chairil Anwar, 26
Juli, sebagai Hari Puisi Indonesia.”
Dengan ditetapkannya Hari Puisi Indonesia,
maka kita memiliki hari puisi nasional sebagai sumber inspirasi untuk memajukan
kebudayaan Indonesia yang modern, literat, dan terbuka.
Penyair yang Bertandatangan
Ke-40 penyair yang bertandatangan dan
mendeklarasikan Hari Puisi Indonesia, yaitu Sutardji Calzoum Bachri (Jakarta),
Rida K Liamsi (Riau), John Waromi (Papua), D. Kemalawati (Aceh), Ahmadun Yosi
Herfanda (Jakarta), Kazzaini KS (Riau).
Rahman Arge (Sulawesi Selatan), Micky
Hidayat (Kalimantan Selatan), Isbedy Stiawan ZS (Lampung), Fakhrunnas MA Jabbar
(Riau), Anwar Putra Bayu (Sumatera Selatan), Dimas Arika Mihardja (Jambi).
Pranita Dewi (Bali), Bambang Widiatmoko
(Jakarta), Fatin Hamama (Jakarta), Sosiawan Leak (Jawa Tengah), Agus R Sarjono
(Jakarta), dan Jamal D Rahman (Jakarta), Chavcay Syaefullah (Banten), Husnu
Abadi (Riau).
Hasan Albana (Sumatera Utara), Hasan
Aspahani (Riau), Iyut Fitra (Sumatera Barat), Marhalim Zaini (Riau), Panda MT
Siallagan (Sumatera Utara), Jefri Al-Malay (Kepulauan Riau), dan Samson
Rambahpasir (Kepulauan Riau).
Dua Hari Puisi Indonesia?
Belakangan, di media sosial ramai adanya peringatan Hari Puisi Indonesia pada tanggal yang berbeda. Sama-sama mengacu ke Chairil Anwar. Bedanya, versi kedua ini diperingati pada hari wafatnya Chairil Anwar, yakni 28 April.
------
Artikel Bagian 1: Chairil Anwar: Hanya Tamat SD tapi Menguasai Tiga Bahasa Asing
Artikel Bagian 2: Chairil Anwar: Jadi Wartawan dan Mudah Jatuh Hati
Artikel Bagian 3: Chairil Anwar: Mati Muda dan Punya Satu Anak