“Saya minta maaf jika mengganggu. Akan tetapi, saya ingin menyampaikan bahwa Allah sangat mencintai dan memperhatikan Nyonya,” kata anak itu dengan tenang dan sambil tetap tersenyum.
Ia kemudian melanjutkan dengan berkata, “Saya ingin menghadiahkan buku ini kepada Nyonya. Di dalamnya, dijelaskan tentang Allah Ta'ala, kewajiban seorang hamba, dan beberapa cara agar dapat memperoleh keridha’an-Nya.” (int)
------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 08 Juli 2021
Kisah
Masuk Islamnya Seorang Perempuan Tua di Amsterdam Belanda
Amsterdam adalah kota terbesar sekaligus Ibukota Provinsi Holland Utara, dan Ibukota Negara Belanda. Iklim cuaca di Amsterdam, pada musim dingin bisa menjadi sangat dingin, sementara musim panas kadang-kadang cukup hangat.
Embun beku terutama
terjadi pada saat angin timur atau timur laut bertiup dari Benua Eropa bagian
dalam. Bahkan, karena Amsterdam dikelilingi di tiga sisi oleh perairan yang
besar, serta memiliki efek pulau bahang yang signifikan, suhu malam hari jarang
jatuh di bawah -5 °C, sementara itu suhu malam hari bisa dengan mudah mencapai
−12 °C di Hilversum, 25 kilometer ke tenggara.
Di Amsterdam (tidak
disebutkan tahunnya), hidup seorang lelaki paruh baya bersama seorang anaknya
yang juga seorang laki-laki berumur 11 tahun. Keduanya beragama Islam, dan sang
ayah adalah seorang imam masjid.
Setiap selesai shalat
Jum'at setiap pekannya, sang ayah dan anak mempunyai jadwal membagi-bagikan
buku–buku Islam, di antaranya buku Ath-Thoriq Ilal Jannah (Jalan Menuju Surga).
Mereka membagi-bagikannya di daerah mereka, di pinggiran Kota Amsterdam.
Suatu hari, ketika kota
tersebut diguyur hujan yang sangat lebat dengan suhu yang sangat dingin, sang
anak mempersiapkan dirinya dengan memakai beberapa lapis pakaian demi
mengurangi rasa dingin.
Setelah selesai
mempersiapkan diri, ia berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku, aku telah siap.”
“Siap untuk apa?” tanya
ayahnya.
“Untuk membagikan buku
(seperti biasanya),” jawan sang anak.
“Suhu sangat dingin di
luar sana, belum lagi hujan lebat yang mengguyur,” kata ayahnya.
“Akan tetapi, sungguh
banyak orang yang berjalan menuju Neraka di luar sana, di bawah guyuran hujan,”
kata sang anak.
Sang ayah terhenyak
dengan jawaban anaknya. Ia tak menyangka anaknya akan mengeluarkan kata-kata
yang menggetarkan hatinya.
“Tapi ayah tidak akan keluar
dalam cuaca seperti ini anakku,” kata ayahnya.
Mendengar jawaban
ayahnya, sang anak meminta izin untuk keluar sendiri, dan ayahnya mengizinkan
setelah berpikir dengan tenang. Sang anak pun mengambil beberapa buku dari
ayahnya untuk dibagikan.
“Terima kasih, wahai
ayahku,” kata sang anak lalu pamit meninggalkan rumahnya menembus cuaca dingin
di luar sana.
Buku
Terakhir
Di bawah guyuran hujan
yang cukup deras, ditemani rasa dingin yang menusuk tulang, anak itu membawa
buku-buku yang telah dibungkusnya dengan sekantong plastik ukuran sedang, agar
tidak basah terkena air hujan, lalu ia membagikan buku kepada setiap orang yang
ditemui. Tidak hanya itu, beberapa rumah pun ia hampiri demi tersebarnya buku
tersebut.
Dua jam berlalu,
tersisalah satu buku di tangannya. Ya, itulah buku terakhir yang dibawanya.
Sayangnya, sudah tidak ada orang yang lewat di lorong tersebut. Akhirnya, ia
memilih untuk menghampiri sebuah rumah di seberang jalan untuk menyerahkan buku
terakhir tersebut.
Sesampainya di depan
rumah itu, ia pun memencet bel, tapi tidak ada respons. Ia ulangi beberapa
kali, hasilnya tetap sama. Ketika hendak beranjak meninggalkan rumah itu,
seperti ada yang menahan langkahnya, dan ia coba sekali lagi ditambah ketukan
tangan kecilnya.
Sebenarnya, ia juga tidak
mengerti kenapa ia begitu penasaran dengan rumah tersebut. Pintu pun terbuka
perlahan, disertai munculnya sesosok perempuan tua yang tampak sangat sedih.
“Ada yang bisa saya
bantu, nak?” tanya perempuan tua itu sambil tersenyum kecil.
Anak itu memandang
sejenak kepada si perempuan tua juga sambil tersenyum dan tatapan mata yang
seolah menerangi dunia.
“Saya minta maaf jika
mengganggu. Akan tetapi, saya ingin menyampaikan bahwa Allah sangat mencintai
dan memperhatikan Nyonya,” kata anak itu dengan tenang dan sambil tetap tersenyum.
Ia kemudian melanjutkan
dengan berkata, “Saya ingin menghadiahkan buku ini kepada Nyonya. Di dalamnya,
dijelaskan tentang Allah Ta'ala, kewajiban seorang hamba, dan beberapa cara
agar dapat memperoleh keridha’an-Nya.”
Setelah itu, si anak
pamit dan pergi disertai tatapan mata yang sejuk dari perempuan tua yang di
tangannya sudah ada sebuah buku pemberian si anak.
Sudah
Ingin Mengakhiri Hidupnya
Satu pekan berlalu,
seperti biasa sang imam, ayah dari anak kecil itu, memberikan ceramah di
masjid. Seusai ceramah, ia mempersilahkan jama’ah untuk berkonsultasi.
Terdengar sayup-sayup,
dari shaf perempuan, seorang perempuan tua mengacungkan tangan dan berbicara.
“Tidak ada seorang pun
yang mengenal saya disini, dan belum ada yang mengunjungiku sebelumnya. Satu
pekan yang lalu, saya bukanlah seorang muslim, bahkan tidak pernah terbetik
dalam pikiranku hal tersebut sedikit pun. Suamiku telah wafat, dan dia
meninggalkanku sebatang kara di bumi ini,” kata perempuan tua itu.
Dan ia pun memulai
ceritanya saat didatangi seorang anak laki-laki pada saat terjadi hujan dalam
cuaca yang cukup dingin.
“Ketika itu cuaca sangat
dingin disertai hujan lebat. Aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku.
Kesedihanku sangat mendalam, dan tidak ada seorang pun yang peduli padaku. Maka
tidak ada alasan bagiku untuk hidup. Aku pun naik ke atas kursi, dan
mengalungkan leherku dengan seutas tali yang sudah kutambatkan sebelumnya.
Ketika hendak melompat, terdengar olehku suara bel. Aku terdiam sejenak dan
berpikir, paling sebentar lagi, juga pergi,” tutur perempuan tua itu.
Namun suara bel dan
ketukan pintu semakin kuat, lanjut perempuan tua itu, dan dalam hati ia
berkata, siapakah gerangan gerangan yang sudi mengunjungi dirinya. Dia yakin
tidak akan ada yang mengetuk pintu rumahnya. Meskipun demikian, ia juga tetap penasaran
dan melepaskan tali yang sudah dipasang di lehernya.
“Kulepaskan tali yang
sudah siap membantuku mengakhiri nyawaku, dan bergegas ke pintu. Ketika pintu
kubuka, aku melihat sesosok anak kecil dengan pandangan dan senyuman yang belum
pernah kulihat sebelumnya. Aku tidak mampu menggambarkan sosoknya kepada
kalian. Perkataan lembutnya telah mengetuk hatiku yang mati hingga bangkit
kembali. Ia berkata, Nyonya, saya datang untuk menyampaikan bahwa Allah Ta'ala
sangat menyayangi dan memperhatikan Nyonya, lalu dia memberikan buku ini (buku
Jalan Menuju Surga) kepadaku,” tutur perempuan tua itu.
Perempuan tua itu menyebut
anak kecil yang telah memberinya sebuah buku dengan sebutan malaikat kecil.
“Malaikat kecil itu
datang kepadaku secara tiba-tiba, dan menghilang di balik guyuran hujan hari
itu juga secara tiba-tiba. Setelah menutup pintu, aku langsung membaca buku
dari malaikat kecilku itu sampai selesai. Seketika, kusingkirkan tali dan kursi
yang telah menungguku, karena aku tidak akan membutuhkannya lagi,” kata
perempuan tua mengisahkan pengalamannya.
Ia kemudian memandang
kepada semua orang yang ada di dalam masjid sambil tersenyum, lalu melanjutkan kisah
dirinya.
“Sekarang, lihatlah aku.
Diriku sangat bahagia, karena aku telah mengenal Tuhan-ku yang sesungguhnya.
Aku pun sengaja mendatangi kalian berdasarkan alamat yang tertera di buku
tersebut untuk berterima kasih kepada kalian yang telah mengirimkan malaikat
kecilku pada waktu yang tepat, hingga aku terbebas dari kekalnya api Neraka,”
kata perempuan tua itu.
Semua orang yang ada di
dalam masjid pun terharu dan meneteskan air mata bahagia, bahkan tak lama
kemudian terdengar isak tangis bahagia dan seseorang memekikkan takbir, “Allahu
akbar.”
Sang imam kemudian beranjak
menuju tempat dimana anaknya, malaikat kecil itu, duduk. Sang imam memeluknya dengan
erat dan tangisnya pun pecah tak terbendung di hadapan para jama’ah. Allahu
akbar.
Editor: Asnawin Aminuddin
Keterangan:
Kisah ini sudah beredar cukup lama di berbagai media massa dan media sosial seperti Facebook, WhatsApp, dan lain-lain. Judul asli dari kisah ini yaitu قصة رائعة جدا ومعبرة ومؤثرة dan diterjemahkan oleh Shiddiq Al-Bonjowiy. Di beberapa media, kisah ini diberi judul, “Kisah Seorang Anak di Amsterdam Belanda.”
Kami ingin turut berbagi atau membagikan kisah ini, karena kami menganggap kisah ini sangat inspiratif dan bermanfaat. Terima kasih. (redaksi)