BUKA PUASA. Nabi Adam berpuasa selama tiga hari yaitu pada tanggal 13, 14, dan 15. Puasa ini disebut dengan puasa “ayyamul bidl” atau “hari-hari putih”. Rasulullah sallahu ‘alaihi wasallam mensunnahkan melaksanakan puasa selama tiga hari pada setiap pertengahan bulan. Puasa tiga hari itulah yang disebut puasa ayyamul bidl atau puasa putih. (ist)
------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 05 April 2022
Puasa
Kaum Terdahulu, Puasanya Nabi Adam, Nabi Nuh, dan Nabi Dawud
Oleh:
Asnawin Aminuddin
(Wakil Ketua Majelis
Pustaka dan Informasi Muhammadiyah Sulsel / Anggota Komisi Komunikasi dan Informasi
MUI Sulsel)
Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kita berpuasa pada bulan Ramadhan, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Baqarah, surah kedua dalam Al-Qur’an, ayat ke-183, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”
Puasa yang diwajibkan yaitu puasa pada Bulan Ramadhan selama sebulan penuh. Kita yang mendapat Bulan Ramadhan tentu akan berupaya menjalani dan melewatinya dengan baik, sehingga keluar sebagai pemenang dan menyandang predikat takwa. Amin.
Selain puasa wajib, ada
juga puasa sunnah. Puasa sunnah adalah puasa yang apabila dilaksanakan mendapat
pahala, dan apabila tidak dilaksanakan tidak mendapat pahala. Artinya, akan
lebih baik kalau kita melaksanakan puasa sunnah dibanding tidak
melaksanakannya, apalagi kalau kita dalam keadaan sehat dan tidak ada halangan
untuk melaksanakannya.
Kembali kepada ayat yang
menyebutkan perintah melaksanakan puasa, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan
atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar
kamu bertakwa.”
Bagaimana puasanya
“orang-orang sebelum kamu”, puasanya kaum terdahulu, kaum sebelum kaumnya Nabi
Muhammad sallallahu alaihi wasallam?
Nabi Adam ‘alaihissalam,
sebagaimana ditulis dalam Tafsir al-Tsa‘labi (Beirut: Daru Ihya al-Turats,
Cetakan I, 2002, Jilid 2, h. 62), pernah menjalankan puasa selama tiga hari. Diriwayatkan,
sewaktu diturunkan dari surga ke muka bumi, Nabi Adam terbakar kulitnya oleh
matahari, sehingga tubuhnya menghitam.
Nabi Adam adalah manusia
pertama yang diciptakan Allah subahanahu wata’ala. Nabi Adam diciptakan dari
saripati tanah. Kemudian Allah SWT subahanahu wata’ala memasukkan Nabi Adam ke
dalam surga.
Di surga, Nabi Adam hidup
sendiri. Meskipun semua yang diinginkannya langsung ada, langsung tersedia,
Nabi Adam tetap merasa ada yang kurang. Nabi Adam merasa kesepian karena tidak
punya teman.
Maka Allah subahanahu
wata’ala kemudian menciptakan Sitti Hawa yang diambil dari tulang rusuk Nabi
Adam. Keduanya hidup bahagia di surga. Namun ada satu syarat yang diberikan
oleh Allah subahanahu wata’ala kepada mereka berdua, yaitu mereka dilarang
mendekati sebuah pohon.
Larangan itulah yang
dimanfaatkan oleh iblis. Iblis menggoda Nabi Adam agar mendekati pohon itu,
tetapi Nabi Adam dengan tegas menolak dan bahkan mengusir iblis.
Iblis tentu saja tidak
mau putus asa, maka ia pun mendekati Sitti Hawa. Iblis mengatakan, pohon itu
bernama Pohon Huldi, pohon keabadian. Jadi istilah pohon huldi itu berasal dari
iblis.
Iblis mengatakan kepada
Sitti Hawa, Allah subahanahu wata’ala melarang mendekati pohon huldi, karena
Allah tidak menghendaki mereka berdua hidup abadi.
“Jika kamu dan Adam
mendekati dan memakan buah huldi, maka kalian berdua pasti akan hidup abadi,”
goda iblis.
Termakan godaan itu,
Sitti Hawa pun mengajak Nabi Adam mendekati dan kemudian memakan buah huldi.
Dan begitu mereka memakan buah huldi, Allah subahanahu wata’ala langsung murka
dan mengusir keduanya dari surga.
Adam dan Hawa kemudian
diturunkan ke bumi. Saat diturunkan ke bumi itulah, tubuh keduanya menghitam.
Setelah menerima hukuman itu, hukuman diturunkan ke bumi, maka Adam dan Hawa
langsung bertobat. Konon keduanya bertobat dengan cara bersujud selama 200
tahun. Wallahu a’lam bissawab.
Puasa
Putih
Setelah tobatnya
diterima, Nabi Adam kemudian berpuasa pada tanggal lima belas. Kemudian, ia
didatangi oleh malaikat Jibril dan ditanya, “Wahai Adam, maukah tubuhmu kembali
memutih?”
Nabi Adam menjawab,
“Tentu saja.”
Malaikat Jibril
melanjutkan, “Berpuasalah engkau pada tanggal 13, 14, dan 15.”
Nabi Adam kemudian
berpuasa selama tiga hari yaitu pada tanggal 13, 14, dan 15. Setelah berpuasa
pada hari pertama, tubuh Nabi Adam memutih sepertiga.
Keesokan harinya ia
kembali berpuasa dan setelah berpuasa, memutihlah dua pertiga dari tubuhnya. Pada
puasa hari ketiga, memutihlah seluruh tubuhnya.
Maka kemudian puasa ini
disebut dengan puasa “ayyamul bidl” atau “hari-hari putih”. Rasulullah sallahu
‘alaihi wasallam mensunnahkan melaksanakan puasa selama tiga hari pada setiap
pertengahan bulan. Puasa tiga hari itulah yang disebut puasa ayyamul bidl atau
puasa putih.
Puasa
Assyura
Dalam Tafsîr al-Thabari
dikemukakan, puasa ‘Asyura pernah dilaksanakan oleh Nabi Nuh ‘alaihis salam
sewaktu turun dengan selamat dari kapal yang ditumpanginya.
Disebutkan, pada awal
bulan Rajab, Nabi Nuh ‘alaihissalam mulai menaiki kapalnya. Kapal pun berlayar
hingga enam bulan lamanya.
Pada bulan Muharram,
kapal berlabuh di Gunung Judi, tepat pada hari ‘Asyura atau 10 Muharram. Maka
ia pun berpuasa, tak lupa memerintahkan para penumpang lain, termasuk hewan
bawaannya, untuk turut berpuasa sebagai bentuk syukur kepada Allah.
Puasa inilah yang
kemudian dikenal dengan istilah Puasa Assyura, puasa 10 Muharram. Dan
Rasulullah mensunnahkan umatnya, mensunnahkan umat Islam melaksanakan Puasa
Assyura, puasa 10 Muharram.
Dari Abu Hurairah RA,
Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik puasa setelah bulan Ramadhan adalah puasa
di bulan Allah, yaitu bulan Muharam. Dan shalat yang paling utama setelah
shalat wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim)
Para sahabat di Madinah kemudian
mengadu kepada Rasulullah, bahwa orang-orang Yahudi juga berpuasa pada tanggal 10
Muharram. Untuk menyelisihi itu, maka Rasulullah menyarankan berpuasa juga pada
9 Muharram yang disebut Puasa Tasua.
Jadi puasa pada tanggal 9
Muharram disebut Puasa Tasua, sedangkan puasa pada 10 Muharram disebut Puasa
Assyura.
Puasa
Dawud
Puasa orang-orang
terdahulu juga dapat dilacak dari sabda Rasulullah sendiri sewaktu ditanya oleh
seorang laki-laki, “Bagaimana menurutmu tentang orang yang berpuasa satu hari
dan berbuka satu hari?”
Beliau menjawab, “Itu
adalah puasanya saudaraku, Dawud a.s.”
Bahkan dalam hadits lain,
beliau menyatakan: “Sebaik-baiknya puasa adalah puasa saudaraku, Dawud a.s. Ia
berpuasa satu hari dan berbuka satu hari, (HR Ahmad)
Demikianlah antara lain tiga
macam puasa kaum terdahulu yang sempat kami telusuri riwayatnya, yakni puasanya
Nabi Adam yang disebut Ayyamul Bidl atau Puasa Putih.
Kedua, puasanya Nabi Nuh yang disebut Puasa Assyura pada tanggal 10 Muharram (yang oleh Rasulullah sallallahu alaihiwasallam disarankan digenapkan menjadi dua hari yakni puasa tanggal 9 Muharram yang disebut Puasa Tasua, dan puasa tanggal 10 Muharram yang disebut Puasa Assyura). Ketiga, puasanya Nabi Dawud yakni puasa sehari dan berbuka sehari. ***
Baca juga:
Menegur dan Menasehati Tidak Harus dengan Kata-kata
Amalan Ringan Yang Dapat Mengantarkan Kita Masuk Surga