Bangkit Bersama Membangun Jati Diri Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara memiliki ciri umum dan kaidah pokok tertentu yang membedakannya dengan bahasa-bahasa lain yang ada di dunia, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Ciri umum dan kaidah pokok tersebut menjadi jati diri bahasa Indonesia (Muslich, 2010:44) yang sekaligus sebagai wujud jati diri bangsa yang dapat digunakan untuk membedakan antara bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.

------

PEDOMAN KARYA

Jumat, 28 Oktober 2022

 

Artikel Ilmiah: 

 

Bangkit Bersama Membangun Jati Diri Bahasa Indonesia

 

Oleh: Dr. Mahmudah MHum

(Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Makassar)

------- 

Tema peringatan Bulan Bahasa Tahun 2022 adalah Bangkit Bersama. Tema ini mengisyaratkan bahwa dalam membina dan mengembangkan bahasa dan sastra Indonesia, diperlukan semangat yang tinggi agar persatuan Indonesia sebagai sebuah bangsa besar yang sehat dapat tercapai.

Oleh karena itu, keberagaman bahasa daerah sebagai pendukung ketunggalan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa, harus ditanamkan dan ditumbuh-kembangkan di dalam karakter setiap generasi penerus, sehingga jati diri bangsa semakin terpatri dalam sanubari.

 

Jati Diri Bangsa

 

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara memiliki ciri umum dan kaidah pokok tertentu yang membedakannya dengan bahasa-bahasa lain yang ada di dunia, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.

Ciri umum dan kaidah pokok tersebut menjadi jati diri bahasa Indonesia (Muslich, 2010:44) yang sekaligus sebagai wujud jati diri bangsa yang dapat digunakan untuk membedakan antara bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.

Bentuk jati diri bahasa Indonesia, yaitu: 1) bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jenis kelamin dan waktu, 2) bahasa Indonesia mempergunakan kata tertentu untuk menunjukkan jamak, 3) susunan kelompok kata dalam Bahasa Indonesia menggunakan hukum DM (Diterangkan-Menerangkan), dan 4) bahasa Indonesia mengenal lafal baku.

Pernyataan untuk jenis kelamin dalam bahasa Indonesia digunakan kata keterangan penunjuk jenis kelamin, seperti: manusia (laki-laki/pria dan perempuan/wanita), sedangkan untuk hewan digunakan kata jantan dan betina.

Sama halnya dengan jati diri yang kedua, yaitu bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan waktu. Untuk menyatakan waktu, bahasa Indonesia cukup dengan menambahkan kata-kata aspek, seperti: akan, sedang, telah, belum, dan sudah atau keterangan waktu, seperti: kemarin, sekarang, besok, hari ini, dan pekan lalu.

Jati diri yang ketiga, yaitu: bahasa Indonesia mempergunakan kata tertentu untuk menunjukkan jamak dengan mempergunakan kata numeralia kardinal, seperti:  bentuknya; numeralia pokok tentu, seperti: bilangan dasar yang menjadi sumber bilangan lain (bilangan pokok), yaitu: 0 sampai dengan 9, dan numeralia pokok tak tentu, seperti: beberapa, berbagai, pelbagai, semua, banyak, segala, seluruh, dan segenap.

Jati diri bahasa Indonesia yang keempat, yaitu: bahasa Indonesia mengenal lafal baku yang ditandai oleh penggunaan bahasa Indonesia ragam lisan yang tidak ditemukenali asal-usul daerahnya bagi yang sedang bertutur, namun sampai saat ini belum disusun  kamus lafal bahasa Indonesia yang dapat dijadikan sebagai acuan.

 

Sikap Bahasa

 

Sikap merupakan fenomena kejiwaan, yang dimanifestasikan dalam perilaku karena sikap tidak dapat diamati secara langsung. Hanya saja, banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak selamanya perilaku itu menunjukkan sikap.

Sikap menurut Lambert (1967) dibangun oleh tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.

Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan mengenai alam sekitar dan gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipergunakan dalam proses berpikir.

Komponen afektif menyangkut masalah penilaian baik, suka atau tidak suka, terhadap sesuatu atau suatu keadaan, maka orang itu dikatakan memiliki sikap positif. Jika sebaliknya, disebut memiliki sikap negatif.

Komponen konatif menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai “putusan akhir” kesiapan reaktif terhadap suatu keadaan. Melalui ketiga komponen inilah, orang biasanya mencoba menduga bagaimana sikap seseorang terhadap suatu keadaan yang sedang dihadapinya.

Ketiga komponen sikap ini (kognitif, afektif, dan konatif) memiliki hubungan yang sangat erat. Namun demikian, seringkali pengalaman “menyenangkan” atau “tidak menyenangkan” yang diperoleh oleh seseorang di dalam masyarakat menyebabkan hubungan ketiga komponen itu tidak sejalan.

Apabila ketiga komponen itu sejalan maka bisa diramalkan perilaku itu menunjukkan sikap. Akan tetapi kalau tidak sejalan, maka perilaku tidak dapat digunakan untuk mengetahui sikap.

Oleh karena itu, Triandis (1971) berpendapat bahwa sikap adalah kesiapan bereaksi terhadap suatu keadaan atau kejadian yang dihadapi dan mengacu kepada “sikap perilaku”.

Secara garis besar, Anderson (1974) membagi sikap atas dua macam, yaitu (1) sikap kebahasaan, dan (2) sikap nonkebahasaan. Dalam artikel ini yang dibahas hanyalah sikap kebahasaan.

Menurut Anderson, yang dimaksud dengan sikap kebahasaan adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya (positif) dan yang tidak disenanginya (negatif).

Ferdinand de Saussure (1976) membedakan antara sikap bahasa dan sikap berbahasa.  Sikap bahasa cenderung mengacu kepada bahasa sebagai sistem (langue), sedangkan sikap berbahasa atau perilaku tutur lebih cenderung merujuk kepada penggunaan bahasa secara konkret (parole).

Artikel ini cenderung mengkaji sikap bahasa sebagai sebuah sistem (langue). Sikap positif bahasa menurut Garvin dan Mathiot (1968) meliputi tiga hal, yaitu: 1) kesetiaan bahasa (language loyalty), 2) kebanggaan bahasa (language pride), dan 3) kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm).

Kesetiaan bahasa (language loyalty) ini dapat mendorong masyarakat suatu bahasa, seperti masyarakat Indonesia untuk memertahankan bahasa Indonesia sebagai sebuah sistem (langue) yang didistribusikan ke dalam kecermatan pemakaian bentuk, struktur, dan ketepatan pemilihan kata, baik secara lisan maupun tulis, dan apabila diperlukan, masyarakat tersebut dapat mencegah adanya pengaruh bahasa lain yang dapat menggoyahkan kedaulatan bahasa negara.

Sebagai contoh, ketepatan pemilihan kata yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, khususnya pada situasi belajar mengajar yang telah diamanahkan dalam Undang-Undang, No. 24, Tahun 2009, pasal 29, ayat 1, yaitu bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.

Bagi siswa atau terlebih mahasiswa yang memiliki kesetiaan yang tinggi terhadap bahasa Indonesia, tentu mereka akan memilih atau memertahankan penggunaan kosa kata bahasa Indonesia, seperti: mengunggah, mengunduh, daring, luring, dsb, dibandingkan dengan penggunaan kosakata bahasa asing, upload, download, online, dan off line.

Sikap positif kedua, yaitu kebanggaan bahasa (language pride). Sikap ini juga dapat mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mengembangkan jati diri bahasa Indonesia sebagai sebuah sistem dan menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat untuk memperkukuh jati diri bangsa.

Contoh, pidato Presiden dan/atau Wakil Presiden menyampaikan pidato resmi dalam bahasa Indonesia di luar negeri, sesuai dengan Peraturan Presiden, Nomor 16, Tahun 2010, tentang penggunaan bahasa Indonesia dalam pidato resmi presiden dan/atau wakil presiden, serta pejabat negara lainnya, dan Peraturan Presiden Nomor 63, tahun 2019 tentang penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik.

Adapun sikap positif yang ketiga yaitu: kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm) yang dalam bahasa Indonesia. Norma tersebut sangat jelas, yaitu lima jati diri bahasa Indonesia yang didistribusikan ke dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, Revisi Kelima, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Istilah, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing, dan Tesaurus Tematik Bahasa Indonesia digunakan secara tepat sesuai dengan amanat Undang-Undang, Nomor 24, Tahun 2009 mulai pasal 26 sampai dengan pasal 39 tentang kewajiban menggunakan bahasa Indonesia ragam resmi yang merujuk pada norma atau kaidah Bahasa Indonesia yang sedang berlaku, dan Peraturan Presiden Nomor 63, tahun 2019 tentang penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik. (bersambung)

-----

DAFTAR PUSTAKA

 

Alwi, Hasan, dkk.2008. Tata Bahasa  Baku Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sisiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:    Rineka Cipta.

Mahmudah. 2007. Sikap dan Perilaku Bahasa Masyarakat Kota Makassar: Sebuah Kajian Jender, dalam Budi Bahasa Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.Hlm.200-216

Mahmudah. 2016. Pemantapan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara. In: Seminar Nasional "Memperkukuh Peran APROBSI dalam Mewujudkan Kemitraan dan Pemberdayaan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang Mandiri", 141-149 April 2016, Makassar, Indonesia.

Mahmudah, Nurhusna. PROSIDING SEMINAR NASIONAL LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR ISBN: 978-623-7496-01-4 89 Peningkatan penggunaan Bahasa Indonesia pada Generasi Milenial melalui klinik bahasa dengan metode tutor sebaya di Kota Makassar.

Muslich, Masnur. 2010. Perencanaan Bahasa pada era Globalisasi.Jakarta: Bumi Aksara.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor 50, Tahun 2015

Peraturan-Pemerintah-tahun-2014-PP-Nomor-57-Tahun-2014.

Peraturan Presiden, Nomor 16, Tahun 2010 tentang Pidato Presiden.

Perpres, Nomor 63 Tahun2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik

Undang-Undang, Nomor 24, Tahun 2009

https://www.kompasiana.com/.../studi-utama-pisa-maret-2015_54f8ffb7a33311af488

https://www.kompasiana.com/.../terpuruknya-kualitas-pendidikan-di-indonesia_56f0d..

http://www.google.com-sosiolinguistik-sikap bahasa.

-----

Artikel bagian 2:

Bahasa Indonesia Ragam Santai “Merembes” ke Ragam Resmi