------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 29 Maret 2023
OPINI SASTRA
Rp300
Triliun Gaya Pitonan
Oleh:
Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi,
Budayawan)
Sebelum masuk pada
angka tiga ratus triliunan lebih,__yang viral sungguh fenomenal aduhai dalam
kebahenolan guna memaksa perhatian publik dari pengelabuan isu memangsa alat
vital kebangsaan kita yang santun.
Namun, agar tidak
digiring sebagai frontalisme feodalisme dengan mensegel pikiran bebas yang
merdeka dari ambigusinusme indentitas keagamaan 'I do', maka goresan ini akan
bermula pada kutipan minggu kemarin dalam media ini.
Di mana, esensi puasa
tidak hanya menjadi tradisi umat Islam, melainkan juga menjadi tradisi banyak
agama dunia (Ghafur, 2011): Yahudi, Kristen, Hindu, dan Budha, dengan kadar
kapasitas masing-masing, dan sesuai apa yang diyakininya.
Puasa juga bukan
menjadi aktivitas manusia saja, melainkan juga menjadi aktivitas sebagian
binatang dan tumbuh-tumbuhan (Pedoman Karya, 26/3/2023).
Lalu, esensi puasa apa
kaitan dengan topik, “300 Triliun Gaya Pitonan”? Ya, tentu wajar kalau ada yang
bertanya menggelitik demikian. Logis dan tidaknya secara bebas, dan bukan soal
akademisasi formalin.
Memang kehadiran
prosais begini perlu memodifikasi narasi model zigzag, dikarenakan pembaca
tidak selamanya diformalin sebagai akademisasi semata, dan sama halnya parlemen
dan gerombolan yang korupsi pun bervarian faunannya. Termasuk, beragam gaya
berpuasa pun lintas kemakhlukan tidak perlu dikagetkan bah kagetnya Sri Mulyani
yang disebut oleh Menko Polhukam; Mahfud MD.
Di mana, awalnya dalam
rapat dengan Komisi XI DPR, Senin (27/3/2023), Sri Mulyani menyampaikan
alur waktu kehebohan soal Rp349 triliun, __awalnya disebut Rp300 triliun oleh
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Hal itu disebut Sri Mulyani terjadi pada Rabu tanggal 8 Maret, Pak Mahfud
menyampaikan ke media ada transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan sebesar
Rp300 triliun.
“Kami kaget karena
mendengarnya dalam bentuk berita di media. Kami cek kepada Pak Ivan (Kepala
PPATK Ivan Yustiavandana) tidak ada surat tanggal 8 Maret ke Kementerian
Keuangan,” kata Sri Mulyani (detiknews, 27/3/2023).
Terlepas, kagetan para
bintang yang menviralkan kebahenolan dana yang luar biasa aduhainya, dan
andaikan boleh dibayangkan betapa montoknya tumpukan uang Rp349 triliunan,
__bila dibagi rata, maka rakyat Indonesia yang berjumlah 200 juta akan mendapat
Rp1.745.000 per orang.
Jadi, cukup belanja
kebutuhan selama bulan puasa. Dan bagi rakyat awam sudah lumanyan, bahkan ada
lebihnya untuk tabungan biaya sekolahan anaknya. Nilai Rp1,7 juta, bila dibeli
seekor kambing untuk dimangsa ular Piton di kebun binatang hingga berpuasa
sebulan pun sangat memadai.
Maka, alangkah eloknya
para pelakon negeri, mulai Presiden berhingga komponen akar rumputan di pelosok
dusun, untuk merenungi diri guna membedakan esensi Puasa Piton dan untuk apa
kita berpuasa.
Untuk
Apa Berpuasa
Setelah lepas sebulan
berpuasa dan disusulin syawalan 6 hari,
Lalu,
__ adakah perubahan
asumsi dan konsumsi, minimal menyadari nafsu ambisi keampibian diri__
berkanibalan memangsa. Minimal mengakui terhadap kelebihan dan kekurangan diri
juga orang lain.
Atau esensi puasa hanya
bersifat rasa kepuasan diri sendiri _atas telah_ dilaksanakannya sebulanan dan
plus syawalan tanpa hambatan__?
Kalau hanya begitu,
lalu, apa bedanya dengan Ular Piton berpuasa sebulanan setelah memangsa dengan
cara menelan bulatan induk Babi hutan bahkan banten kekar sekalipun__?
Kemudian, Piton keluar
mencari mangsa lagi, dan berpuasa lagi sebulanan, begitu terus tanpa henti
karena menjadi suratan kepitonannya.
Kalau berpuasa gaya
pitonan, untuk apa berpuasa, dan hanya untuk rasa kepuasan__ demi kebanggaan
semu guna memanen pujian tanpa perubahan apapun dari sifat kebuasan.
Bukankah esensi
berpuasa bertakwa secara tulen, sebagaimana ditekankan di dalam Al-Quran surat
Al-Baqarah ayat 183, yang artinya :
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”
Di samping dimensi
diksi takwa, ada perubahan tindakan sebelumnya dan mengakui kekurangan diri
dari kekhilafan memangsa di luar batas suratan Tuhan.
Dan juga esensi puasa
juga dapat membersihkan hati, mengajarkan kedisiplinan pada diri, menumbuhkan
empati pada mereka yang berkekurangan, dan mendorong tindakan kedermawanan.
Dermawan di sini bukan
hanya pada dimensi zakatan bersifat material tetapi juga unsur kepekaan yang
tidak mendzalimi dan memonopoli power serta saweran di segala lini kehidupan.
Dimensi eloknya yang
tentu tidak dibenci oleh Tuhan, termasuk mengemban amanah apapun, baik bersifat
akademisi maupun kemasyarakatan.
Tetapi, dimensi takwa
saling membagi dan menjenguk tanpa keangkuhan, sebagaimana esensi sirkulasi
pesan berpuasa itu mesti diindahkan.
Minimal membagi karya
sekalipun bersifat ecehan, tiadalah mengapa? Semoga tidak mengurangi unsur asas
di dalam berpuasa sebulan dan syawalan.
Semoga, di dalam berpuasa
sebulan dapat meraih diridhai esensi fitrah penuh berkah, sekalipun bukan
menjadi bagian dari pemimpin gaya ular Pitonan. (bersambung)
-----
Tulisan bagian ke-2:
Puasa, Korupsi, dan Ular Piton