------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 27 September 2023
Jangan
Pernah Remehkan Kata Perubahan
Oleh:
Iwan Taruna
(Wartawan)
Anies Rasyid Baswedan
telah bertolak ke Jakarta sejak sore kemarin (Ahad, 25 September 2023) dan
mungkin telah disibukkan menjalani agenda politiknya di daerah lainnya di Nusantara,
setelah dua hari dalam safari politiknya di Sulawesi Selatan mengguncang Kota
Palopo dan Kota Makassar.
Selain menerima prosesi
mappesabbi dari 12 dewan adat di Kedatuan
Luwu di Kota Palopo, ada dua hal menarik perhatian publik Sulsel dengan
kegiatan Anies lainnya di Kota Makassar, yakni Jalan Gembira bersama warga di Jalan
Jenderal Sudirman, serta dialog kepemimpinan bersama sivitas akademika di kampus
merah Universitas Hasanuddin (Unhas).
Di depan Monumen Mandala,
Anies bersama Gus Muhaimin disambut sejuta warga Kota Makassar dalam Jalan Gembira
Bersama Anies Baswedan – Gus Muhaimin yang memadati ruas jalan sepanjang Jalan
Jenderal Sudirman.
Klaim jumlah massa yang
mencapai satu juta? Mungkin bisa dimahfumi jika berada di titik ketinggian,
jalanan aspal sepanjang ruas Jalan Jenderal Sudirman tak terlihat lagi selain
lautan manusia dari titik ujung jalan ke ujung jalan lainnya dalam pandangan
mata.
Tak kalah heboh euforia
peserta yang hadir diekspresikan kegembiraannya melalui media sosial dengan
ragam narasi, foto dan video massa yang menyemut.
Di sela-sela kabar
gembira itu, terselip narasi yang bernada sinis dari acara jalan gembira
bersama Anies – Gus Muhaimin yang berkelindan di lini masa, termasuk perbincangan
di ruang-ruang diskusi maya.
Dimulai dari soal
jumlah yang dinilai hiperbola nan cenderung bombastis, terlalu dilebih-lebihkan,
serta partisipasi masyarakat yang datang karena didorong oleh iming-iming
hadiah door prize, bukan karena ketokohan Anies.
Yeah mungkin asumsi ini
ada benarnya. Di acara yang sama beberapa waktu lalu, jalan santai anti mager
yang digagas oleh Pemprov Sulsel dan dihadiri oleh Menteri Pertahanan Prabowo
Subianto, jumlah massa yang hadir tak jauh berbeda dengan jumlah massa yang
hadir di acara Jalan Gembira Bersama Anies Baswedan – Gus Muhaimin Ahad
kemarin.
Waktu itu tak ada
narasi negatif, apalagi menuduh yang datang hanya karena kejar hadiah door prize
atau yang datang belum tentu memilih Prabowo dalam Pilpres 2024.
Sudahlah kawan. Biarkan
politik Pilpres ini berjalan dinamis dengan damai tanpa perlu melempar asumsi
buruk. Toh asumsi yang sengaja dibangun hanya untuk mereduksi pesona Capres-Cawapres
usungan Nasdem, PKS dan PKB ini tak memberi dampak negatif untuk keduanya.
Takkan lahir kebencian atau rasa tak suka dalam persepsi masyarakat.
Narasi ini akan menguap
seperti es batu yang terjemur di bawah sengatnya matahari, uapnya akan terbang
ke langit dan menghilang tersapu angin.
Anies itu telah melekat
sebagai antitesa dari kekuasaan saat ini, tak memiliki pengaruh kekuasaan yang
mampu menggerakkan massa secara massif untuk hadir dalam acara tersebut.
Anies tak terkoneksi
kepada pejabat selevel gubernur atau bupati dengan kekuatan kuasanya bisa
menggerakkan bawahannya untuk hadir, tak ada tokoh masyarakat dengan kekuatan
finansial tak terbatas untuk bisa membiayai hadirnya ratusan ribu massa.
Yang pasti, peserta
yang hadir tak ada wajah ketakutan karena khawatir dengan tekanan absensi,
serta konsekuensi skorsing karena tak berpartisipasi. Tak ada seragam institusi
apapun terlihat dalam barisan massa yang tak beraturan itu, seperti baju olah
raga sekolah, seragam sekolah, atau seragam Korpri dan lain yang sejenis.
Walau hawa panas yang
menyengat hingga terasa di dalam tulang, namun orang-orang yang hadir tetap
menampakkan wajah yang begitu sumringah, tersenyum, sesekali tertawa lepas.
Mereka yang datang membawa satu harapan besar yakni PERUBAHAN. Tak heran jika
sesekali kalimat “Anies Presiden” serentak disuarakan massa yang hadir.
Sementara Indonesia's
Leaders Talk yang digelar di Baruga Kampus Universitas Hasanuddin dengan
narasumber utama Anies, disiarkan secara lansung sejumlah media televisi
konvensional dan media siaran berplatform digital.
Unhas TV misalnya, saat
menyiarkan langsung dialog kepemimpinan ini ditonton live sebanyak 11 ribu
penonton yang juga aktif menyalurkan pendapatnya dalam ruang komentar.
Sebelas ribu penonton
bukan sekadar deretan algoritma yang tersaji di layar. Itu juga bukan angka
kecil yang mudah digerakkan satu persatu pemilik akun agar mau meluangkan
waktunya menyimak dialog ini hingga tuntas selama beberapa jam.
Itu di luar dari jumlah
penonton non live yang sudah mencapai 150 ribuan penonton, belum lagi chanel
Refly Harun, Merdeka.com, CNN Indonesia, dan lain-lain.
Apa yang mendorong
masyarakat Sulsel tertarik menyimak dialog ini? Tak lain tak bukan karena
gagasan perubahan yang diwacanakan oleh Anies sejak awal menyatakan diri siap
bertarung dalam Pemilihan Presiden 2024.
Sejarah mencatat,
runtuhnya Monarchi Eropa yang mencengkram selama berabad-abad, itu karena
wacana perubahan melalui kata lain dari Revolusi Radikal 1789–1799. Rasululuah sallallahu
alaihi wasallam memporak-porandakan kepongahan Suku Qurays di Jazirah Arab
lewat perubahan tauhid/moral yang disebut Jahiliyah.
Orde baru yang berkuasa
selama 32 tahun, rontok di tahun 1998 melalui perubahan yang disebut reformasi.
Patron perubahan dari
tiga peristiwa di atas disebabkan karena kekuasaan yang cenderung agresif,
tidak dipercaya, tidak berlandaskan keadilan sosial.
Prinsip-prinsip ekonomi
hanya berkembang di pusaran elite dengan mengabaikan pusaran ekonomi masyarakat
lebih luas. Kentalnya politik kekerabatan yang menciptakan mentalitas komunal
begitu kuat hingga mengabaikan aspek moral kepentingan umum dalam relasi sosial
masyarakat.
Jadi jangan pernah
meremehkan kata Perubahan.
Makassar, 25 September
2023