------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 06 Oktober 2023
Syahrul Yasin Limpo dan Siri’
Na Pacce, Falsafah Hidup Orang Bugis – Makassar
Oleh:
Achmad Ramli Karim
(Pengamat Politik &
Pemerhati Pendidikan)
Siri’ na pacce adalah falsafah
hidup untuk menjaga harga diri dan keluarga bagi orang Makassar. Siri’ berarti
malu, sedangkan pacce’ berarti iba, empati. Menurut Prof (HC) Syahrul Yasin Limpo,
siri’ na’ pacce merupakan filosofi
hidup masyarakat Sulsel yang berarti menjaga harga diri, serta kokoh dalam
pendirian.
Falsafah hidup ini yang
selalu ia tanamkan kepada bawahannya selama kurang lebih 30 tahun memimpin
rakyat Sulsel. Namun jika di balik, pacce
na siri' mengandung makna lain, yaitu bersatu karena harga diri.
Falsafah hidup ini
sangat dipegang teguh oleh para pejuang dan pelaut Bugis – Makassar, sehingga
mampu mengarungi lautan ombak pun. Dengan prinsip untuk menggapai pulau harapan
(tujuan dan cita-cita), kualleanngangi tallanga na toaliya, yang mengandung
makna demi menegakkan kemerdekaan (kebenaran), lebih baik mati bersimbah darah
daripada hidup terjajah. Artinya, siap berperang bersimbah darah sebelum mati,
asalkan tidak terjajah.
Dalam sistem
kepemimpinan tradisional di masyarakat Sulawesi Selatan, secara turun-temurun
masih memegang teguh prinsip primordialisme, yaitu suatu sikap memegang teguh
hal-hal yang diajarkan oleh orang tuan dan dibawa sejak kecil, baik tradisi,
adat istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di lingkungan
hidupnya.
Kearifan lokal siri’ na’ pacce terjabar dalam
Pancasila. Ungkapan itu ditegaskan Syahrul Yasin Limpo saat menjabat Gubernur
Sulawesi Selatan, pada puncak Peringatan Hari Lahir Pancasila di Halaman Rumah
Jabatan Gubernur Sulsel, Jl Jenderal Sudirman, Makassar, Kamis, 1 Juni 2017.
“Konsep siri’ na pacce ada dalam Pancasila dan
telah terjabarkan di dalamnya,” kata Syahrul.
Menurutnya, siri’ na pacce merupakan filosofi hidup
masyarakat Sulsel yang berarti menjaga harga diri, serta kokoh dalam pendirian.
Sungguh sangat pilu dan
memalukan, seorang pejabat publik dipermalukan di saat mengemban tugas keluar
negeri demi bangsa dan negara untuk menerima atau mensosialisasikan penghargaan
dunia atas nama Presiden RI.
Semua rumahnya, baik
rumah dinas maupun rumah pribadinya, digeledah oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), sungguh suatu perbuatan yang dapat memancing spirit peradaban
Bugis Makassar, siri’ na pace.
Karena tindakan
tersebut dapat mencemarkan nama baik dan merontokkan harga diri seseorang.
Apalagi yang bersangkutan tokoh dan panutan suku Bugis – Makassa. Seharusnya
KPK menunda penggeledahan, dan bersabar menunggu sampai yang bersangkutan
kembali dari mempresentasekan penghargaan PBB atas nama Presiden RI.
Menteri Pertanian
Syahrul Yasin Limpo setiba di Indonesia tanpa istirahat, dengan gentelmen
langsung mengajukan surat pengunduran dirinya kepada Presiden RI di saat masih
capek. Hal ini membuktikan bahwa satunya kata dengan perbuatan, bukan hanya
mampu diucapkan, diajarkan, tetapi juga mampu diaplikasikan dalam mengemban
tugas dan amanah. Sekaligus menunjukkan bahwa harga diri jauh lebih penting
daripada jabatan dan pangkat.
Saya teringat dengan
cerita almarhum orang tua (Achmad Karim Majja), bahwa tokoh dan panutan
masyarakat Sulsel yang bernama Letkol Yasin Limpo ,tidak pernah meminta menjadi
pejabat public, sebagai Kepala Daerah, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi,
karena lebih mengedepankan harga diri dari jabatan tersebut.
Almarhum Yasin Limpo
banyak memberikan petuah dan bimbingan kepada sahabatnya yang banyak
membantunya dalam membina Pramuka dan Kepanduan Hizbul Wathan di Sulsel.
Syahrul Yasin Limpo sepertinya
mengundurkan diri untuk menghadapi peperangan hukum, demi tegaknya keadilan.
Prinsip ini sangat dipegang teguh oleh beliau, sehingga banyak menuai empati (pacce)
dari pejabat, khususnya masyarakat Sulawesi Selatan.
Ada falsafah Bugis – Makassar
yaitu abbulo asibatangko, accera sitongka-tongka,
punna nugesara sirikku kusalagai parang la’kennu. Yang mengandung makna
sangat dalam.
Falsafah inilah yang
menyatukan spirit perjuangan orang Makassar di masa lalu, sehingga dimanapun
mereka berdomisili selalu bersatu membangun peradaban pace na siri’.
Walau
Langit Akan Runtuh Keadilan Tetap Ditegakkan
Prinsip inilah yang
seharusnya dipegang oleh lembaga anti-rasuah, sehingga kepercayaan publik pada
KPK tidak goyah dalam penegakan hukum di Indonesia. Namun yang menjadi masalah
justru tindakan KPK sendiri cenderung terbaca memihak kepada rezim, sehingga
publik curiga dan menduga kalau KPK bersifat tebang pilih.
Dan masyarakat menilai
kalau KPK menjadi alat politik kekuasaan yang menerapkan sistem otoritatarian,
yang seharusnya bersifat independen sebagai lembaga yudikatif terpisah dan
bukan bagian dari eksekutif itu sendiri.
Dari Wikipedia, fiat justitia ruat caelum berarti
hendaklah keadilan ditegakkan walaupun langit akan runtuh. Ungkapan ini juga
menegaskan bahwa dalam kondisi segawat apapun, hukum harus tetap berdiri tegak
tak tergoyahkan.
Jika prinsip ini
menjadi acuan dan dijalankan oleh KPK tanpa pandang bulu (tanpa tebang pilih),
maka sudah pasti seorang Syahrul yang punya harga diri, tidak akan melakukan
perlawanan.
Di sisi lain, Syahrul Yasin
Limpo adalah politikus Partai Nasdem (koalisi perubahan) yang sukses menggelar
gerak jalan santai di Makassar bersama PKS, PKB, dan Partai Ummat, dengan
memecahkan rekor peserta terbanyak sepanjang sejarah, yang mencapai lebih dari
satu juta orang.
Maka publik tidak bisa
disalahkan jika beropini kasus yang menimpa Mentan Syahrul Yasin Limpo tersebut
terkait dengan Partai Nasdem. Begitu pula diduga berkaitan dengan memanasnya
percaturan politik lokal di Sulsel, menjelang Pemilu dan Pemilukada 2024.
Makassar, 06 Oktober
2023