KEKUASAAN itu sungguh menggiurkan. Sesuatu yang amat mulia dan terhormat. Orang-orang pun berlomba, bertarung habis-habisan, saling jegal, saling sikut, saling banting dengan berbagai cara. |
-------
PEDOMAN KARYA
Ahad, 12 November 2023
Esai
Aspar Paturusi
KEKUASAAN
Kekuasaan itu sungguh
menggiurkan. Sesuatu yang amat mulia dan terhormat. Orang-orang pun berlomba,
bertarung habis-habisan, saling jegal, saling sikut, saling banting dengan
berbagai cara.
Profesor yang sudah
rektor atau dosen, mau jadi menteri atau gubernur. Mungkin bupati atau walikota,
tentu mereka tidak mau.
Jadi kekuasaan
eksekutif dan legislatif dikeroyok ramai-ramai. Gelanggang pilkada dan pileg sangat
ramai dikunjungi. Lapangan kerja timses juga jadi ladang kehidupan yang
menggiurkan. Pengusaha sukses, bahkan tukang bakso dan somai juga terjun ke
gelanggang pertarungan.
Bukankah bangsa dan
negara kehilangan orang-orang terbaiknya di beberapa bidang keahlian ilmunya?
Mereka jadi menteri, gubernur, anggota dewan, dan menandatangani surat-surat
yang bukan bidang ilmunya.
Kita ditinggalkan oleh
ahli kimia, ahli pesawat, dosen-dosen terbaik, pengusaha hebat, jenderal
cerdas, dan bidang keahlian lain, lantaran mereka turut berpacu di arena
kekuasaan.
Mereka tidak sempat
mewariskan keahliannya. Mereka lebih senang diurus ajudan, melangkah tegap
seraya membalas hormat atau melambaikan tangan pada kerumunan orang atau
kalangan wartawan tv atau media cetak.
Kekuasaan itu sangat
menggiurkan. Kekuasaan itu banyak gulanya.
Sungguh. Tertarik?
@Catatan 12 November 2019