Membangun Relasi Kemanusiaan Lewat Puisi

RELASI KEMANUSIAAN. Asia Ramli Prapanca (tengah) dan Rusdin Tompo (paling kiri) tampil sebagai pembicara pada Diskusi Buku “Setadah Puisi: Embusan LA RUHE Dari Tampangeng”, karya Andi Ruhban (paling kanan), yang digelar oleh Forum Sastra Indonesia Timur (FOSAIT), di Kafebaca, Jl Adhyaksa, Makassar, Sabtu, 28 Oktober 2023. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)


------

PEDOMAN KARYA

Sabtu, 04 November 2023

 

Catatan dari Diskusi Buku “Setadah Puisi; Embusan LA RUHE Dari Tampangeng” (4):

 

Membangun Relasi Kemanusiaan Lewat Puisi

 

Oleh: Asnawin Aminuddin

 

Akademisi, seniman, sastrawan dan sutradara Asia Ramli Prapanca membahas secara rinci Buku “Setadah Puisi: Embusan LA RUHE Dari Tampangeng”, karya Andi Ruhban, dalam diskusi yang digelar oleh Forum Sastra Indonesia Timur (FOSAIT), di Kafebaca, Jl Adhyaksa, Makassar, Sabtu, 28 Oktober 2023.

Asia Ramli Prapanca yang juga akra disapa Ram Prapanca, mulai dari disain cover buku sampai sampai puisi terakhir yang berjudl CITRA dari 101 puisi yang ada dalam buku tersebut.

“Layout didesain secara kreatif oleh Anwar Nasyaruddin, menggunakan warna latar hitam dengan grafis huruf warna putih, yang secara esensial merupakan representasi simbolik 101 judul puisi yang beririsan dengan sejarah, memori atau kenangan penyair. Warna hitam putih secara filosofis sebagai pedoman hidup, menghargai perbedaan, saling melengkapi, dan memahami adanya sisi baik dan buruk dalam perjalanan hidup manusia,” tutur Ram.

Buku tersebut, katanya, dilengkapi Prakata oleh penulisnya dengan ungkapannya yang bersahaja: “sebagai bagian dari sejarah diri, jejak langkah, sebatas nisan perindu bagi para pengenal sepak terjang dan pengenang haru canda tawa dalam meniti peradaban fana.”

“Prolog Menadah Momen Puitik Andi Ruhman oleh Mahrus Andis secara tajam mengupasnya dalam perspektif semiotik dan dimensi linguistic,” kata Ram.

Epilog “Menadah Setadah Puisi La Ruhe Periode 80 dan 90-an” oleh Yudhistira Sukatanya, menelusuri dan mengupas perambahan jalan pencapaian estetika puisi-puisi La Ruhe dalam kurun waktu terstentu.

Testimoni oleh Amir Jaya, menegaskan La Ruhe, salah satu di antara penulis yang bersungguh-sungguh masuk ke dalam dunia perenungan - sebuah dunia yang langka diminati banyak orang.

Dari penelusurannya dalam buku tersebut, Ram menemukan satu (1) puisi ditulis tahun 1980 dan 21 puisi tahun 1981saat Andi Ruhban masih duduk di bangku SMP. Di masa SMA, Andi Ruhban menulis enam (6) puisi tahun 1982.

Selanjutnya Andi Ruhban menulis dua (2) puisi tahun 1985, empat (4) puisi tahun 1989, sembilan (9) puisi tahun 1990, 18 puisi tahun 1991 (10 puisi tanpa tahun, mungkin tahun 1991), enam (6) puisi tahun 1992, 11 puisi tahun 1993, lima (5) puisi tahun 1994, lima (5) puisi tahun 1995 (1 puisi tanpa tahun, mungkin tahun 1995), 2 puisi tahun 1996 dan 1 puisi tahun 1997.

“Merujuk data tersebut, menunjukkan bahwa La Ruhe di masa SMP dan SMA, belajar menulis puisi menyenangkan. Beberapa karyanya di masa itu, telah menemukan ide atau gagasan. Telah memilih kata-kata yang indah, dan memasukkan majas-majas. Hal ini menegaskan bahwa ia memiliki bakat dan minat dalam menulis puisi,” kata Ram.

Andi Ruhban melibatkan diri dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dengan empat target keterampilan berbahasa, yakni: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

“Bakat dan minat menulis puisi ini mengantarnya menjadi penyair sejati di masa mahasiswa, bahkan sampai kini menjadi dosen dengan seabrek kegiatan literasi,” ujar Ram.

 

Puisi Akrostik

 

Di masa SD, SMP dan SMA, kita diperkenalkan dan diajarkan menulis puisi akrostik, yaitu puisi yang tiap barisnya disusun berdasarkan awalan huruf dari sebuah kata. Secara umum, jenis puisi ini dapat memberi sebuah makna singkat terkait kata yang dipilih oleh pembuatnya.

Dalam buku Puisi Akrostik (2019) karya Eka Maharani Putri, akrostik berasal dari bahasa Yunani, akrostichis, berarti sajak yang barisnya disusun sesuai huruf awal kata atau kalimat. Semua baris dalam puisi akrostik memiliki deskripsi topik yang penting.

Puisi akrostik berbeda dengan karya lain, karena tiap baris huruf pertamanya memiliki frasa yang dapat dibaca secara vertikal. Skema sajak dan jumlah syair dalam puisi akrostik dapat berubah. Sebab puisi akrostik lebih sering menggambarkan kata-kata yang dibentuk.

“Puisi akrostik dianggap sebagai langkah paling mudah yang bisa dilakukan oleh penulis pemula. Dengan puisi akrostik, penulis bisa belajar mengaitkan kalimat dengan kata yang sudah ditentukan sebelumnya. Kesimpulannya, puisi akrostik adalah puisi yang dibentuk dari rangkaian huruf tiap kata atau kalimat dalam suatu baris,” papar Ram.

Dalam buku Kumpulan Puisi “Setadah Puisi: Embusan La Ruhe dari Tampangeng” karya Andi Rubhan, ditemukan puisi akrostik berjudul Citra (137). Puisi ini berbeda dengan karya lain, karena tiap baris huruf pertamanya memiliki frasa yang dapat dibaca secara vertikal. Skema sajak dan jumlah syair dalam puisi ini telah dikembangkan menjadi 4 bait, tapi tetap merujuk pada kata Citra.

Puisi lain yang beririsan dengan puisi akrostik yang dikembangkan secara horizontal, antara lain: Kataku Aids Adalah (75), LJDS (100-101), Tiga Puluh Tahun Usia Ruhban Dirayakan di Udara Venus (125-128).

 

Membangun Relasi Kemanusiaan

 

Setelah mengidentifikasi judul, isi dan tahun penulisannya dalam buku kumpulan puisi “Setadah Puisi: Embusan La Ruhe dari Tampangeng” karya Andi Rubhan, ditemukan setidaknya sadar atau tidak sadar, La Ruhe (Andi Ruhban) ingin membangun relasi kemanusiaan.

Relasi ini, antara lain relasi manusia dan diri sendiri, relasi manusia sesama manusia/komunitas, relasi manusia dan alam, serta relasi manusia dan tuhan.

 

Relasi Manusia dan Diri Sendiri

 

Ahmad Azhar Basyir (1984) menjelaskan bahwa ada tiga unsur yang harus diperhatikan berkaitan dengan relasi manusia dan diri sendiri, yaitu perasaan, akal, dan jasmani.

“Jika seseorang terlalu menitiberatkan fungsi perasaan, maka ia akan terjerumus ke dalam kehidupan serba spiritual. Jika seseorang terlalu menitiberatkan fungsi akalnya, maka ia akan terjerumus ke dalam kehidupan serba rasional. Jika seseorang terlalu menitiberatkan fungsi jasmaninya, maka ia akan terjerumus ke dalam kehidupan yang serba material dan positivistik,” tutur Ram.

Relasi Manusia dan Diri Sendiri ditemukan beberapa puisi dalam kumpulan puisi “Setadah Puisi: Embusan La Ruhe dari Tampangeng” karya Andi Rubhan, antara lain: Kerinduan, Cintaku, Luka, Sakit, Kududuk, Perjalanan, Kesuraman, Keinginan, Pengalaman, Menanti (Tuhan), Kubergerak, Minta Kenangan, Sebuah Kematian Cinta, Lho Kok … Oh Ya?, Dengan Puisi, Sulolipu II, Sulolipu III, Tiga Puluh Tahun Usia Rubhan Dirayakan di Udara Venus.

 

Relasi Manusia Sesama Manusia

Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa keberadaan sesama manusia. Oleh karena itu, kebermaknaan hidup manusia akan ditentukan oleh keberadaan manusia yang ada di sekitarnya.

Basyir (1984), mengungkapkan bahwa sebagai makhluk sosial, secara naluriah manusia cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu memikul beban kewajiban terhadap individu yang lain.

“Dengan demikian, tercipta relasi fungsional yang didasarkan pada hubungan kemanusiaan dan kekeluargaan,” kata Ram.

Beberapa puisi dalam “Setadah Puisi: Embusan La Ruhe dari Tampangeng” karya Andi Rubhan, merepresentasikan relasi manusia sesama manusia/komunitas, antara lain: Buat Sobatku, Buat Sri Jumani, Buat Yetty, Buat Iwan, Buat Anner, Buat Alfrida, Buat Nuniek, Katalog, Fungsi Katalog, Pustakawan, Suara-suara Selamat, Budi Utomo, Andi Mappasalli, Andi Maskarma, Usman Said, Berita Buku, Diknakes, DKM, Fajar, Parfi Sulsel.

Pedoman Rakyat, RRi, TVRI, Taman Budaya, Taman Ria Makassar, Andi Ernawati, Andi Sugiratu, Andi Yunita Eriani, Kantor Pos Besar, Mustari Dg. Ngerang, Shoks, Merah Putih, Usia DKM, Kesenian dan Kota Bersinar (Alam), Sejarah APK-TS, Kataku Aids adalah (Alam), Suara-suara Selamat II, Puisi Buat MBD, Kepedulian, Rebutan Sepeda Mustang.

Makna Pustaka dan Toilet, LIDS, Maccini Parang, Selamat Diwisuda, Pustakawan atau Dosen, Sebuah Memoar Dinas, Memoriku di Pantai Bira, Stahun Sudah Venus menelanku, PAM-SKL Dulu & Kini, VFC & Studio Venus, Siapa-siapakah Mereka, Ibu Tien, Inikah Kharismamu?

 

Relasi Manusia dan Alam

 

Relasi manusia dan alam sangat erat. Kualitas kehidupan manusia sangat ditentukan oleh kualitas alam. Jika alam terpelihara dengan baik, maka manusia dapat menikmati manfaatnya. Sebalikanya, jika alam tidak terpelihara dengan baik, maka manusia akan mendapatkan musibah, seperti banjur, tanah longsor, kelaparan, dan sebagainya. Oleh karena itu, manusia harus menjalani relasi dengan alam.

“Manusia adalah saluran rahmat bagi alam. Melalui partisipasinya yang aktif di dunia spiritual, ia akan memberikan cahaya ke dalam dunia alam. Manusia adalah mulut dan nafas alam,” kata Ram mengutip Anshari, 2011: 72-73.

Dalam “Setadah Puisi: Embusan La Ruhe dari Tampangeng” karya Andi Rubhan, Ram menemukan relasi manusia dan alam, antara lain lewat puisi: Tampomas Karam, Bumi, Dunia, Negaraku, Indonesia tercinta, Indonesia Jaya, Kebangsaan, Peradaban Kita, Manusia Pustaka dan Toilet, Nusantaraku, Indonesia, Sebuah Elegi di Air Terjun Takapala, Maccini Parang, Ketika Laut Kutatap, Asbak, Bantimurung, Jayalah Indonesiaku.

 

Relasi Manusia dan Tuhan

 

Relasi manusia dan Tuhan sangat kompleks. Secara konseptual, terdapat empat bentuk atau tipe relasi antara Tuhan dan manusia.

Pertama, relasi ontologism, yaitu antara Tuhan sebagai sumber eksistensi manusia yang utama dan manusia sebagai refrensi dunia wujud yang eksistensinya berasal dari tuhan. Dengan istilah teologis, hubungan pencipta-makhluk, antara Tuhan dan manusia.

Kedua, relasi komunikatif: tipe verbal (wahyu, doa), dan tipe non-verbal; tindakan ilahi menurunkan “tanda-tanda” (ayat), dan bentuk ibadah ritual (shalat).

Ketiga relasi Tuan-hamba, yaitu relasi yang berhubungan dengan keagungan-Nya, kekuasaan-Nya, kekuatan mutlak-Nya, sedangkan manusia sebagai “hamba”-Nya (abdi).

Keempat, relasi etik yang didasarkan pada perbedaan yang paling dasar antara dua aspek yang berbeda yang dapat dibedakan dengan konsep tentang Tuhan itu sendiri, Tuhan yang kebaikan-Nya tidak terbatas, maha pengasih, pengampun, dan penyayang di satu sisi, serta Tuhan yang murka, kejam, dan sangat keras hukuman-Nya di sisi yang lain.

Begitu pula, dari sisi manusia terdapat perbedaan dasar antara “rasa syukur” (shukr) di satu pihak dan “takut kepada Tuhan” (takwa) di pihak lain (Toshihiko, 2003:79; Anshari, 2011: 69-70; lihat juga Sayidiman & Ramli, 2023: 274-275).

“Berdasarkan data dan hasil kajian, beberapa puisi dalam buku kumpulan puisi Setadah Puisi: Embusan La Ruhe dari Tampangeng karya Andi Rubhan, ditemukan Relasi Manusia dan Tuhan,” kata Ram, seraya menyebut beberapa judul puisi Tampomas Karam, Luka, Sakit, Perjalanan, Agamaku, Negaraku, Keagungan tuhan, Kuasa Tuhan, Kehadapan Ilahi, Menanti, Indonesia, Akhir Ramadhan, Keridhaan, Suara-suara Selamat I. (bersambung)


-----

Artikel sebelumnya:

Tidak Semua Orang Mampu Menuliskan Puisinya dengan Bagus

Banyak Puisi Tidak Memiliki Impresi dan Perenungan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama