------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 28 Desember 2023
Tæ_Umbuřą
Bulan Desember
Oleh:
Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi,
Budayawan)
Goresan ini akan
diawali dengan diksi filosofis mantra bahasa Mbojo/Bima, yakni sebagai berikut.
Ntinta^ ka^dupa lampa dompo
mango dana made depa__
(Menghentakkan langkah dengan jalan
memotong untuk menghalau__
Kering kerontang tanah sehingga mati
merata__ )
Ruku ro rawi madambae mena
Ti mbae tuta ro keto__
(Perilaku dan perbuatan sangat tidak
baik/buruk sekali__kebiadaban.
Tidak dapat dikenali, baik kepala maupun
ekornya__ )
Ake Ma'kakontu kone Ruma
mba ne'E kakese^ mori__
(Kini bahkan telah membelakangi Tuhan__
Dikarenakan hanya maunya mengusai
sendiri kehidupan__ )
Longa langi leli mena
Ntondœ dana ndandi ķālůmbű
(Bocor langit hancur lebur semua
Bocor bumi hancur jadi debu__ )
Kawara ade mori samporô__
Samadapů made tando mada__
(Sadari dengan denyutan getaran hati
nurani bahwa hidup hanya sementara__
Labih baik rindu akan kematian di depan
mata __ )
Begitulah kurang
lebihnya bila dimaknai secara tersirat apa adanya, maka terkandung makna
filosofis cukup dalam dan sangat tajam manakala direnungi dengan kebeningan nurani
berlogika brilian.
Tidak tutup kemungkinan
mungkin ada teman/sahabat ahli bahasa Bima yang dapat memaknai lebih dalam
lagi, saya dengan senang juga berlapang dada menerimonya. Esensi menerima dari
meminjam bahasa Jawa mungkin juga diksi halus mengandung rasa welas asih akan
pada ranah kesabaran bernilai tinggi.
Sabare
nan Luar Biasa
Sabar yang dapat
menarik lubuk jagat Arsy, adalah sabar menghadapi didzolimi__ tiada terkira.
Tetapi bukan berarti diam membisu hampa ikhtiar yang menggetarkan semesta berjingga
yang Maha penggenggam ubun-ubun atas segala mahlukNya.
Tentu yang paling
pantas untuk melumati pendzolim hingga kematian, sebelum mautannya nan telah
terjanjikan, di saat “alastu bi rabbikum” teriqrarkan berkalamullah__ dengan
segala puji syukur dari pemaknaan diksi alhamdulillah nan luar biasa.
Alhamdulillah,
Telah Dihina
Tidak terlalu manakala
bagian goresan ini bereingkarnasi dengan coretan yang telah dibentangkan pada
24 Juli 2019, mengenai Alhamdulillah telah dihina.
Walau, memang susah
pada awalnya menerima bila kita dihina atau dicacimaki. Apalagi, datangnya
tiada duga-duga dengan tiba-tiba tanpa ada angin dan hujan. Sungguh menyakitkan
hati, dan itu wajar sebagai manusia biasa memiliki rasa kebeningan
berkemanusian tinggi.
Namun, manakala kita
tanggapi, _setimpal dengan apa yang dihinakan; dan apakah itu lebih dapat
menguntungkan atau justru kita semakin setara dengan penghina itu sendiri atau
justru sebaliknya akan asfala safilin/lebih rendah dari binatang melata pula.
Logis, sebagai orang
cerdas dan berhati manusia beriman tak akan melakukan penghinaan terhadap
sesama manusia, walaupun berbeda suku dan ras sekalipun. Tetapi, justru berdo’a
agar sesamanya akan lebih baik, manakala dinilai ada kekurangannya, dan itu
lebih utama dijamin lebih mulia.
Dan kita dihina sekalipun,
dianjurkan untuk berdo’a semoga penghina menyadari akan dirinya yang telah
merendahkan dirinya sendiri. Dikarenakan esensi menghina sesama makhluk Tuhan;
_sama dengan menghina dirinya sendiri lebih hina dan lebih melata dari binatang
melata sekalipun.
Maka, ucapan termulia
yang dipuji oleh Tuhan ketika ada penghinaan kepada kita, adalah ucapkan
alhamdulillah!
Kenapa diucapkan
Alhamdulillah, karena orang yang mudah menghina orang lain adalah bukan orang
yang mulia. Jangan-jangan dia lebih hina atau melata dari orang yang sedang
dihina. Sebagaimana Firmat Allah dalam QS al Hujarat, ayat 11, yang
artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum
yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka
yang mengolok-olok.”
Dan terbukti jejak itu
dalam sejarah, baik kepada para kaum Nabi Adam maupun hingga Rasulullah SAW pun
telah dihina, namun buktinya Kaum Nabi Nabi tersebut tetap Mulia bukan?
Logisnya, kita do’akan
agar penghina dibukakan pintu hati nuraninya oleh Allah SWT sehingga menyadari
dengan tulus, dan mau bertobat agar dirinya tak terhina di mata Tuhan dan
manusia. Bahkan mungkin juga para penghina masuk ke dalam liang lahat rumah
kuburannya sekalipun.
Rumahmu
Juga Kuburanmu
Sebelum terkuburin,
biasakan suburin tanam kesabaran __ agar jadi taman impian menjadi idaman dunia
juga akan terpanen di akheratan yang bersaldo permata surga firdausin.
Sebelum terkuburin, suburin
tanam kesabaran berhingga jauh dari kuman penyakit buhulan komat-kamit yang
melumati hati dan pikiran.
Sebelum terkuburin,
biasakan tanam kesabaran _termasuk, hiasi rumahmu menjadi taman surga, dan juga
boleh jadi nerakamu. Isi rumahmu hampa benda-benda yang dikutukin oleh Tuhan_
dikarenakan Rumahmu, apakah diperoleh dari berkah dan atau dari atas murka
dikutuk Tuhan. Boleh jadi mungkin tentu akan bersaksi__rumahmu juga menjadi
kuburanmu.
Bah hadits dari HR.
Muslim no.1860, diriwayatkan oleh Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda, lebih kurang artinya__”Janganlah
jadikan rumah kalian seperti kuburan ...”
Mungkin akan lebih
elok, mari berikhtiar guna melapangkan kuburan dengan kesabaran tulen,__ tanpa
meneropongi di dalam melampiaskan prasangka buruk kepada sesama hamba Tuhan.
Dan mari dikuburin/Tæųmbùræ (bahasa Bima) segala kelakuan kurang baik,
sebagaimana pesan mantra bahasa Bima;
Kawara ade mori samporô__
Samadapů made tando mada__
(Sadari dengan denyutan getaran hati
nurani bahwa hidup hanya sementara_labih baik rindu akan kematian di depan mata
_)
Kematian mesti ndi
ųmbù/dikuburin sehingga tidak terlalu terjebak dengan rasa duka__ dikarenakan
hanya soal waktu akan bergiliran tanpa diduga__sekalipun kematian bulan Desember
telah ditahu perhitungannya mesti terjadi made na ndïűmbū.
Made
Wųřă Sampurū Nduã
Sub bagian ini, sengaja
digunakan bahasa Bima agar selaras dengan diksi di pembuka goresan ini. Dalam
diksi Bima /Mbojo:__kata Madê/mati atau meninggal, Wųŕă/bula, Sampùrū Nďuă/ Dua
Belas (12). Jadi, sub topik ini bermakna matinya bulan Desember. Bahkan bulan
desember ini akan made tando mada (mati di depan mata).
Sekalipun, kematian
bulan berhingga bergantinya tahun di setiap bulan Desember, disepakati pada
pukul 00:00 dan kemudian akan kelahiran bulan Januari, sebagai pertanda saja. Semua
esensinya sama juga mengenai hidup dan mati sebagai proses untuk lebih
bertabayyun agar tidak menjadi logika rabun ayam biar siang hari yang terang
benderang.
Manakala, telah terang
tentang kematian apa pun, terutama pada manusia, maka sudah menjadi kewajiban
yang masih hidup untuk dikuburin atau ndīumbųra řadęnna dalam bahasa Bima.
Ternasuk, bulan Desember tāùmburæ, dengan mereingkarnasi kembali akan kelahiran
bulan Januari lagi. Wallahu a’lam.