-----
PEDOMAN KARYA
Senin, 09 September 2024
OPINI
Literasi Politik
Oleh: Usman Lonta
(Anggota DPRD Sulsel / PAN)
Literasi politik adalah pengetahuan dan
pemahaman tentang proses politik dan isu-isu politik (Denver dan Hands).
Literasi politik tidak diukur dari berapa banyak yang menggunakan hak pilihnya
dalam proses Pemilu/Pilkada.
Literasi politik sejatinya didukung oleh
pengetahuan dan pemahaman masyarakat yang memungkinkan setiap warga negara
dapat secara efektif melaksanakan perannya sebagai warga negara.
Berdasarkan pandangan tersebut, masyarakat
Sulawesi Selatan masih sangat jauh dari literasi politik. Mayoritas masyarakat
kita, partisipasinya dalam Pemilu dan Pilkada masih sangat jauh dari
partisipasi publik. Mereka lebih banyak dimobilisasi melalui pembagian sembako
dan amplop.
Mobilisasi dan partisipasi adalah dua kosa
kata yang berlawanan. Partisipasi adalah tesis yang diajukan oleh pemerintah,
dan penyelenggara Pemilu/Pilkada, sedangkan mobilisasi pemilih dengan sembako
dan amplop adalah antitesis yang dilakukan oleh para tim, kandidat untuk
memenangkan jagoannya.
Dalam keadaan demikian, dibutuhkan
perencanaan yang sistematis, terukur, dan tertuang dalam dokumen perencanaan.
Agar masyarakat kita memahami politik, bukan sekadar menggunakan hak pilih
dalam kontestasi Pemilu/Pilkada, akan tetapi masyarakat kita memahami lebih
mendalam tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
Oleh karena itu arah kebijakan pemerintah
daerah di masa mendatang adalah (1) Meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang politik dan demokrasi; (2) Meningkatkan
partisipasi publik dalam Pemilu/Pemilukada; (3) Meningkatkan partisipasi dalam
mengontrol jalannya pemerintahan, dan (4) Meningkatkan ekosistem pembangunan
daerah.
Peran partai politik sebagai wahana
kaderisasi dan pendidikan politik sejatinya berjalan dengan baik, terutama
negara yang memilih demokrasi sebagai pilihan sistem pemerintahannya.
Partai politik mempersiapkan kadernya
untuk menjadi pemimpin daerah. Partai politik juga harus berfungsi untuk meningkatkan
literasi politik. Minimnya literasi politik bagi warga akan berimplikasi pada
buruknya hasil Pemilu. Pemilu dimaknai sebatas pergi ke TPS (tempat pemungutan
suara), untuk mencoblos jagoannya masing-masing, tanpa peduli apakah jagoannya
akan membawa masa depan yang cerah buat daerah.
Momen pemilihan kepala daerah seharusnya
menjadi ajang pendidikan politik bagi warga. Para kandidat / tim pemenang dan
para relawan serta partai politik pengusung bahu membahu untuk memperkaya
literasi politik bagi warga.
Saatnya mendidik warga, membangun
kesadaran kolektif masyarakat untuk menentukan pilihannya berdasarkan kemampuan
intelektual dan kesucian moral para calon pemimpinnya.
Dalam pandangan Islam, syarat seorang
pemimpin ada 4 (empat). Syarat ini adalah sifat yang melekat pada para nabi
rasul sebagai pemimpin kaumnya masing-masing.
Adapun ke-4 sifat tersebut adalah (1)
Amanah. Kata amanah sudah menjadi bahasa Indonesia yang baku, meskipun kata
amanah itu dari Bahasa Arab yang artinya, dipercaya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
amanah artinya sesuatu yang dipercayakan (dititipkan). Pilihan mayoritas
masyarakat akan ditetapkan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum). Pada saat itulah,
masa depan daerah dan seluruh masyarakatnya dititipkan atau diamanahkan kepada
kepala daerah.
(2) Siddiq. Siddiq adalah kejujuran, lawannya
adalah pembohong. Sifat jujur ini dimiliki oleh para nabi dan rasul sebagai
pemimpin pada daerah dan kaumnya masing-masing.
(3) Fathanah (cerdas). Fathanah artinya mempunyai
pengetahuan yang mumpuni, pengetahuan di atas rata-rata dari seluruh warga yang
dipimpinnya. Dengan kecerdasan, pemimpin mampu menuntun seluruh perangkat
birokrasi menuju masa depan daerah yang dipimpinnya.
(4) Tabligh. Tabligh adalah seorang
pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk menarasikan ide dan gagasanya.
Kemampuan teknokratis semacam ini memudahkan pemahaman masyarakat terhadap
seluruh kebijakan publik, baik dalam tahap perencanaan maupun pada saat
kebijakan tersebut diimplementadikan.
Sifat pertama dan kedua adalah kesucian
moral, yang akan melahirkan pemerintahan yang bersih, sedangkan sifat ketiga
dan keempat adalah kemampuan intelektual yang wajib melekat pada seorang
pemimpin yang berfungsi untuk menuntun masyarakat ke masa depan yang cerah yang
dalam bahasa Al-Qur’an, yaitu baldatun tayyibatuwwarabbun ghafur.
Wallahu alam bishshawab.
Jakarta, 09 September 2024