Character Building & Peradaban Islam Sumber Rumusan Pancasila

The founding fathers atau Bapak Pendiri Bangsa adalah julukan bagi para tokoh yang merumuskan dasar negara. Dalam merumuskan dasar negara mereka menggali dan berpedoman pada nilai-nilai luhur karakter bangsa (Character building) yang terbentuk dari peradaban Islam. (int)

 

----

PEDOMAN KARYA

Senin, 06 Januari 2025

 

Character Building & Peradaban Islam Sumber Rumusan Pancasila

 

Oleh: Achmad Ramli Karim

(Pemerhati Sospol & Pendidikan)

 

Character building adalah proses pembentukan karakter seseorang, yang bertujuan untuk membentuk individu yang memiliki karakter yang kuat dan baik. Character building melibatkan pengembangan nilai-nilai moral, etika, integritas, dan sikap positif dalam individu.

Karakter yang baik dapat membuat seseorang menarik dan atraktif, dan membedakannya dari orang lain. Character building memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, keluarga, dan masyarakat.

Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia dan dasar negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai Pancasila memiliki kedudukan yang kuat dan tidak dapat diubah, karena merupakan karakter bangsa (character building). Dimana Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai moral dan etika masyarakat sebagai peradaban bangsa Indonesia.

Beberapa nilai-nilai Pancasila, antara lain: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Nilai-nilai Pancasila tersebut bersumber dari: (1) Anjuran agama, nilai-nilai kebudayaan, dan adat istiadat, (2) Budaya nenek moyang bangsa Indonesia, serta (3) Jiwa dan kepribadian bangsa.

Pancasila memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di antaranya: sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, falsafah hidup bangsa dan negara, pedoman tindakan dan perbuatan bangsa Indonesia, ideologi negara dan bangsa Indonesia, jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.

The founding fathers atau Bapak Pendiri Bangsa adalah julukan bagi para tokoh yang merumuskan dasar negara. Dalam merumuskan dasar negara mereka menggali dan berpedoman pada nilai-nilai luhur karakter bangsa (Character building) yang terbentuk dari peradaban Islam. 

Selama berabad-abad lamanya karakter itu hidup serta dipelihara dalam tatanan kerajaan Islam Nusantara. Oleh karena itu, sila-sila Pancasila merupakan fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersumber dari nilai-nilai moral dan peradaban Islam di Nusantara.

Islam di Indonesia (Asia Tenggara) merupakan salah satu dari tujuh cabang peradaban Islam di dunia setelah peradaban Islam Arab, Islam Persia, Islam Turki, Islam Afrika Hitam, Islam anak benua India, dan Islam China.

Peradaban Islam Arab Melayu (Asia Tenggara) memiliki ciri-ciri universial menyebabkan peradabannya sangat khas, yaitu tetap mempertahankan integralitasnya, tetapi tetap mempunyai unsur-unsur yang khas kawasannya. Hal ini karena sifat Islam yang dapat melebur dengan budaya-budaya lokal.

Di Indonesia, kedatangan Islam menjadikan masyarakat Indonesia mengalami transformasi, yaitu yang tadinya agraris-feodal menjadi masyarakat kota (civilized). Tidak mengherankan jika Nusantara menjadi maju dalam bidang perdagangan, terutama dengan bangsa-bangsa di Timur Tengah, seperti bangsa Arab, Persi dan India.

Melalui para pedagang Muslim inilah Islam diperkenalkan kepada masyarakat Nusantara. Mereka secara perlahan dan bertahap memperkenalkan Islam yang toleran dan persamaan derajat. Hal ini tentu saja sangat menarik karena dalam masyarakat Hindu-Jawa justru lebih menekankan perbedaan derajat.

Dalam jangka waktu yang tidak begitu lama, Islam telah memberikan sumbangan peradaban yang besar di bumi Nusantara. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama sejalan dengan masuknya para pedagang Barat yang dikenal dengan istilah kaum imperealisme (Portugis dan Spanyol), kemudian menyusul kaum kolonialisme (Belanda dan Inggris) yang menggunakan kekerasan untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam.

Kaum Imperealisme bertujuan menguasai rempah-rempah dan hasil bumi Nusantara, yaitu sumber daya alam (SDA) Indonesia, sedangkan kaum kolonialisme bertujuan memperluas wilayah kekuasaan (jajahan), sekaligus dengan demikian menguasai hasil bumi atau sumber daya alam (SDA) Nusantara.

Namun dalam perjalanan, Rumusan Pancasila dalam “Piagam Jakarta” setelah disahkan pada 22 Juni 1945, muncul protes dan keberatan dari wilayah bagian timur Indonesia yang menginginkan penghapusan tujuh (7) kata di belakang Sila Ketuhanan.

Yaitu kata: “Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Akhirnya BPUPKI termasuk 5 orang tokoh Muhammadiyah di dalamnya, menyepakati mencoret tujuh kata tersebut demi kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga sila pertama diubah menjadi berbunyi: “Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Selanjutnya Piagam Jakarta yang telah disahkan pada 22 Juni 1945 tersebut, berubah menjadi “Pembukaan UUD 1945.”

Dengan demikian, saya berpandangan bahwa sistem demokrasi Pancasila adalah solusi atau “rekonsiliasi” antara sistem syariat Islam dengan sistem demokrasi liberal sekuler (pemisahan agama dengan politik).

Olehnya itu, sila-sila Pancasila tidak bisa dipisahkan dengan syariat Islam, karena merupakan satu kesatuan yang utuh sebagai nilai universal dan norma masyarakat Indonesia.

Maka segala upaya lewat regulasi dan konstitusi oleh kelompok tertentu untuk mengubah dasar negara Pancasila serta memisahkan antara agama dengan politik (kebijakan negara), adalah suatu bentuk pengkhianatan terhadap bangsa Indonesia dan merupakan ancaman bagi dasar negara dan kedaulatan negara.

 

Landasan yang Kuat

 

Sila-sila Pancasila memiliki landasan yang kuat dalam Al-Qur'an dan ajaran Islam. Berikut beberapa contoh kecocokan sila-sila Pancasila dengan ayat-ayat Al-Qur'an.

Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila pertama Pancasila sejalan dengan nilai tauhid atau mengesakan Allah yang banyak bertebaran dalam Al-Qur'an, seperti Surat Al-Ikhlas ayat 1; tidak ada Tuhan selain Allah.

Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sila kedua Pancasila sejalan dengan Surat Al-Mumtahanah ayat 8 yang artinya, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada.”

Sila ketiga: Persatuan Indonesia. Sila ketiga Pancasila sejalan dengan Surat Ali Imran ayat 103 yang artinya, “Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”.

Sila keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sila keempat Pancasila sejalan dengan Surat Asy Syura ayat 38 yang memerintahkan umat Islam untuk bermusyawarah dalam segala urusan.

Sila kelima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila kelima Pancasila sejalan dengan Surat An-Nahl Ayat 90; Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. (bersambung)


-----

Artikel Bagian 2: Tokoh-tokoh Muhammadiyah & NU yang Membidani Lahirnya Pancasila


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama