Rahman Arge, Tenapa Ruanna

Suatu hari, ia, pernah mendeklarasikan prinsip hidupnya; menggelinding tanpa banyak cincong. Prinsip hidup tersebut, membuat Rahman Arge, terus berada dalam pusaran kreativitas. Hingga menjelang usianya yang ketujuh puluh, ia masih selalu berkata; Aktor jangan sampai kehilangan panggung. Oleh sebab itu jangan berhenti berkarya. (int)

 

------

PEDOMAN KARYA

Ahad, 16 Maret 2025

 

Rahman Arge, Tenapa Ruanna

 

Oleh: Yudhistira Sukatanya

(Penulis, Sutradara Teater)

 

Rahman Arge – Abdul Rahman Gega lahir tanggal 17 Juli 1935, meninggal 10 Agustus 2015 di Makassar, Sulawesi Selatan.

Suatu hari, ia, pernah mendeklarasikan prinsip hidupnya; menggelinding tanpa banyak cincong. Prinsip hidup tersebut, membuat Rahman Arge, terus berada dalam pusaran kreativitas. Hingga menjelang usianya yang ketujuh puluh, ia masih selalu berkata; Aktor jangan sampai kehilangan panggung. Oleh sebab itu jangan berhenti berkarya.

Nama lengkap lelaki bertampang macho ini, Abdul Rahman Gega, lahir diMakassar 17 Juli 1935. Arge - nama akrabnya, berasal dari keluarga pengembara asal Gunung Letta ( Pinrang - Enrekang). la mengaku bersekolah di SMA Wartawan “Amanna Gappa College” selama dua tahun, kemudian study di Akademi Seni Drama Indonesia (ASDI) sejak 1959 hingga 1961 di Makassar.

Seluruh hidupnya didedikasikan untuk dunia seni dan budaya-sastra, jurnalistik dan politik.  Seorang pemain teater, penulis naskah teater, puisi, esai, sutradara, budayawan, politisi dan wartawan senior.

Sosok multitalenta ini cemerlang di bidang seni, budaya, dan jurnalistik. Di bidang politik tercatat pernah menjadi anggota DPRD Sulawesi Selatan selama tiga periode, dan satu periode anggota DPR/MPR tahun 1992-1997.

Di bidang jurnalistik, bersama Mahbub Djunaidi mendirikan koran “Duta Masyarakat” edisi Sulawesi Selatan, majalah “Suara”, “Esensi”, “Timtim”, “Harian Pembaharuan”, dan “Pos Makassar.”

Pernah menjabat Ketua PWI Sulawesi Selatan (1973-1992), dan anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat. Atas dedikasi dan loyalitasnya, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan penghargaan kesetiaan 50 tahun pengabdian di dunia pers. Dianugerahi penghargaan Penegak Pers Pancasila atas jasanya melawan PKI.

Di panggung, ia pernah sangat aktif era 70-an hingga 90-an. Penerima Anugerah Seni pada 1977 dan Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden RI pada tahun 2003. Perjuangannya di bidang kebudayaan adalah ikut menandatangani Menifes Kebudayaan di Jakarta tahun 1964.

Di bidang teater, film, seni, dan kebudayaan; tampil di tujuh film, memboyong penghargaan Piala Citra sebagai aktor Pemeran Pembantu Terbaik-Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1990, dan Pemeran Pembantu Terbaik pada FFI 1988.

Berkat prestasi dan dedikasi itu, Rahman Arge dipilih menjadi Ketua Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) Cabang Sulawesi Selatan tahun 1989-1993. Wakil Ketua PARFI Pusat 1993-1997.

The Japan Foundation pernah mengundang Rahman Arge mengunjungi Negeri Matahari Terbit pada tahun 1981. Undangan tersebut diperoleh setelah ia pentas di Japan Foundation dan menulis puluhan kritik tentang film Jepang pilihan. Kunjungan luar negeri lainnya adalah ke Filipina dalam rangka mengikuti Festival Film se-ASEAN.

Pada Desember 2014 sempat ke Jakarta untuk menerima penghargaan Federasi Teater Indonesia Award di Taman Ismail Marzuki, Menteng, Jakarta Pusat, namun pada April 2015 kondisi fisiknya mulai menurun. Sebagai penggiat teater, Rahman Arge adalah penulis yang naskah teater bahkan penyutradaraan karya teaternya digemari.

Ia pendiri Teater Makassar (TM), memimpin Dewan Kesenian Makassar (DKM) periode 1970-1979, dan Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI) Sulawesi Selatan tahun 1978-1992. Rahman Arge percaya bahwa seni pertunjukan di Indonesia akan tetap hidup jika ada kemampuan mengombinasikan antara pertunjukan tradisional dan modern

“Permainan Kekuasaan” yang diterbitkan Kompas Gramedia pada 2008 adalah buku karya terakhir Rahman Arge yang bercerita tentang kekuasaan yang mudah dipermainkan kelompok tertentu.

Buku-bukunya yang pernah terbit antara lain Ulat Bosnia (puisi), Jalan Tiga Orang (antologi puisi), Antologi Puisi Asean (Buku I, 1978). Sajak-sajak dari Makassar (1986), Antologi Puisi Ombak Makassar (2000), dan I Tolok (TIM) Antologi Lima Drama Pilihan (DKSS 2003). Permainan Kekuasaan ( Kumpulan Esai, KPG 2008 ). Kumpulan puisinya yang terakhir berjudul “Jalan Menuju Jalan” berisi 213 buah puisi.

Rahman Arge, meninggal 10 Agustus 2015, dalam usia 80 tahun. Meninggalkan 1 Istri- Danarsih , 5 anak Yuniar Arge, Amalia Arge, Fajar Arge, Upika Raina Arge dan Ani Nurani Arge, dan 10 cucu.

Tamamaung, Panakkukang, Makassar, 15 Maret 2025


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama