GEDUNG PWI Sulsel di Jalan AP Pettarani 31, Makassar. Insert: Ketua PWI Sulsel, Agussalim Alwi Hamu (kiri) salam komando dengan Direktur Perpustakaan Pers PWI Sulsel, Asnawin Aminuddin. Salah satu program yang harus diprioritaskan pengurus baru (2015-2020) adalah menyelesaikan “badai” yang menghantam sejak usainya pelaksanaan Konferensi Provinsi (Konferprov) PWI Sulsel, pada akhir Oktober 2015.
---------
Rabu, 24 Februari 2016
“Badai” di Awal Kepengurusan PWI Sulsel
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA).
Pengurus baru Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Selatan masa bakti
2015-2020, telah dilantik di Makassar, pada Kamis, 7 Januari 2016. Seusai
dilantik, pengurus baru di bawah kepemimpinan Agussalim Alwi Hamu langsung
melaksanakan Konferensi Kerja yang menghasilkan sejumlah program kerja.
Salah satu program yang harus
diprioritaskan pengurus baru tersebut adalah menyelesaikan “badai” yang
menghantam sejak usainya pelaksanaan Konferensi Provinsi (Konferprov) PWI
Sulsel, pada akhir Oktober 2015.
Badai tersebut berawal dari dibukanya
sebuah minimarket (komersialisasi Gedung PWI Sulsel) pada lantai satu Gedung
PWI Sulsel, Jl AP Pettarani 31, Makassar.
Keberadaan minimarket tersebut mendapat
sorotan luas dari masyarakat pers, masyarakat umum, dan Pemerintah Provinsi
Sulsel, selain karena posisinya yang sangat strategis serta papan namanya yang
cukup besar di depan Gedung PWI, minimarket tersebut juga bukan milik PWI
Sulsel, melainkan milik perusahaan swasta yang menyewa ruangan cukup luas pada
lantai satu Gedung PWI Sulsel.
Sewa menyewa ruangan lantai satu Gedung
PWI Sulsel itu pun bukan dilakukan oleh perusahaan swasta dengan Pengurus PWI
Sulsel, melainkan antara perusahaan swasta dengan Yayasan Masjid Sulawesi
Selatan yang dibentuk oleh pengurus lama di bawah kepemimpinan Zulkifli Gani
Ottoh.
Penandatanganan kontrak senilai Rp700
juta untuk kurun waktu lima tahun tersebut, dilakukan pada periode 2010-2015
kepengurusan PWI Sulsel. Dengan demikian, secara adminstratif organisasi, tidak
ada hubungan antara pengurus PWI Sulsel – baik pengurus lama maupun pengurus
baru – dengan sewa-menyewa lantai satu Gedung PWI Sulsel untuk pembukaan
minimarket tersebut.
Maka sorotan dan ronrongan pun datang
bertubi-tubi, baik dari anggota PWI Sulsel, maupun dari berbagai kalangan
lainnya, termasuk dari pihak DPRD Sulsel. Sorotan dari anggota PWI Sulsel, juga
dilakukan melalui obrolan messenger grup tertutup Facebook (hanya anggota grup
yang bisa melihat dan memposting komentar).
Merasa tersinggung dan menganggap nama
baiknya dirusak melalui obrolan tertutup tersebut, Zulkifli Gani Ottoh selaku
mantan Ketua PWI Sulsel dan kini menjabat Ketua Dewan Kehormatan PWI Provinsi
Sulsel, kemudian melaporkan Sadir Kadir Sijaya (mantan pengurus PWI Sulsel) ke
Polrestabes Makassar, dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Karena tidak ada pembelaan dari pengurus
PWI Sulsel atas laporan tersebut, Sadir Kadir Sijaya kemudian meminta bantuan
kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, sehingga kasus laporan pencemaran
nama baik ini menjadi konsumsi publik.
Pemberitaan yang luas mengenai penyewaan
Gedung PWI Sulsel kepada perusahaan minimarket, juga mengundang reaksi dari
anggota Komisi C DPRD Sulsel. Maka digelarlah Rapat Dengar Pendapat (RDP)
antara DPRD Sulsel dengan Pemprov Sulsel (diwakili Biro Aset dan Biro Hukum),
Pengurus PWI Sulsel, dan Anti Corruption Committee (ACC) Sulsel, pada Senin, 11
Januari 2016, dengan agenda Komersialisasi Gedung PWI Sulsel.
Dalam pertemuan tersebut, Zulkifli Gani
Ottoh langsung mengklaim bahwa Gedung PWI yang terletak di Jl AP Pettarani 31
Makassar sebagai milik PWI Sulsel dan bukan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov)
Sulsel.
“Berani-beraninya Pemprov Sulsel
mengklaim sebagai pemilik, tetapi tidak bisa menunjukkan bukti sertifikat
kepemilikan,” tandas Zugito, sapaan akrab Zulkifli Gani Ottoh.
Sebaliknya, Biro Aset Pemprov Sulsel dan
ACC Sulsel sama-sama menyatakan bahwa Gedung PWI Sulsel adalah milik Pemprov
Sulsel yang dipinjam-pakaikan kepada PWI Sulsel.
“Kalau PWI Sulsel mengaku pemilik, mana
bukti pembeliannya,” balas Kepala Biro Aset Pemprov Sulsel Achmadi Akil.
Pernyataan yang agak berbeda diungkapkan
oleh Penasehat PWI Sulsel, Lutfi Qadir, yang mengatakan PWI Sulsel punya hak
dalam kepemilikan dan penggunaan Gedung PWI Sulsel.
“Kita (PWI) tidak pernah mengklaim sebagai
pemilik, tapi merasa ada hak,” kata Lutfi yang datang agak terlambat sehingga
tidak mengetahui pembicaraan dan perdebatan yang berkembang sebelum dirinya
datang.
Akibat adanya perbedaan pendapat
tersebut, maka Rapat Dengar Pendapat yang sebenarnya membahas masalah
komersialisasi Gedung PWI Sulsel, akhirnya beralih kepada pembahasan mengenai
status kepemilikan Gedung PWI Sulsel.
“Kami juga tidak bisa menyalahkan
Pemprov (Sulsel), karena pasti ada dasarnya (menyatakan sebagai pemilik), tetapi
kalau PWI bilang ada haknya, itu akan dilihat nanti sesuai dasar hukum yang ada,”
kata Ketua Komisi C DPRD Sulsel, Nupri Basri.
Sekretaris Komisi C DPRD Sulsel, Armin
Mustamin Toputiri, mengatakan, persoalan yang dibahas sebenarnya sangat
sederhana yaitu masalah komersialisasi yang terjadi di Gedung PWI Sulsel yang
dilakukan oleh Pengurus PWI Sulsel tanpa pemberitahuan dan tanpa seizin dari
Pemprov Sulsel sebagai pemilik dan pemberi hak pinjam pakai.
Namun dengan adanya klaim dari Zugito
bahwa Gedung PWI Sulsel di Jl AP Pettarani sebagai milik PWI Sulsel, katanya,
maka pembahasan dalam Rapat Dengar Pendapat menjadi menarik, karena masalahnya
beralih dari masalah komersialsiasi ke masalah status kepemilikan.
“Setahu kami, Gedung PWI Sulsel adalah
milik Pemprov Sulsel, karena terdaftar di Biro Aset, tetapi kalau Pak Zul
mengklaim bahwa Gedung PWI Sulsel adalah milik PWI Sulsel, nantilah kita lihat
pada Rapat Dengar Pendapat berikutnya. Kami minta Biro Aset memperlihatkan
bukti kepemilikan, begitu pun dengan PWI Sulsel,” kata Armin.
Menanggapi pertemuan di DPRD Sulsel
tersebut, sejumlah mantan pengurus PWI Sulsel langsung bereaksi dengan membantah
pernyataan Zulkifli Gani Ottoh.
Mereka–termasuk mantan Ketua PWI Sulsel,
H Syamsu Nur–dengan tegas menyatakan bahwa Gedung PWI Sulsel di Jl AP Pettarani
31 yang merupakan hasil ruislag (tukar guling) dari Balai Wartawan yang
terletak di Jl Penghibur, No 1, Makassar.
Inilah badai yang harus dihadapi
pengurus baru PWI Sulsel di bawah kepemimpinan Agussalim Alwi Hamu.
Badai ini menjadi berat untuk diatasi,
karena persoalan komersialisasi dan kepemilikan Gedung PWI Sulsel, ditambah
laporan pencemaran nama baik oleh Zugito kepada Sadir Kadir Sijaya, sudah
menjadi konsumsi publik.
Meskipun demikian, anggota PWI
Sulsel–terutama wartawan senior–sangat berharap badai tersebut dapat dilalui
dengan baik. (hs/win)
---------
@copyright Majalah PEDOMAN KARYA, Edisi 2, Vol. II, Februari 2016--------------
Tags
Liputan Utama
http://pwi-sulsel.blogspot.co.id/2016/03/badai-di-awal-kepengurusan-pwi-sulsel.html
BalasHapus