VONIS
BEBAS. Anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulsel,
Sadir Kadir Sijaya (pemegang kartu PWI, nomor: 23-00-11226-03), telah divonis
bebas oleh Hakim Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 14 Desember 2016. Proses
hukum ini berawal dari Laporan Ketua Dewan Kehormatan PWI Sulsel/mantan Ketua
PWI Sulsel, Zulkifli Gani Ottoh, ke Poltabes Makassar dengan tuduhan pencemaran
nama baik (melalui obrolan grup tertutup di Facebook), pada Rabu, 2 Desember
2015.
--------
Kamis, 15 Desember 2016
Kronologi
Laporan Polisi, Pemeriksaan, Penahanan, hingga Vonis Bebas Anggota PWI Sulsel
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Anggota Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI) Sulsel, Sadir Kadir Sijaya (pemegang kartu PWI, nomor: 23-00-11226-03),
telah divonis bebas oleh Hakim Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 14 Desember
2016.
Guna mengetahui proses
dari awal, yakni sejak Sadir Kadir Sijaya dilaporkan ke polisi, pemeriksaan
oleh penyidik Poltabes Makassar, penahanan, gugatan pra-peradilan,
sidang-sidang, hingga akhirnya Sadir divonis bebas, berikut kami sajikan
kronologinya.
Tanggal 2 Desember 2015.
Ketua Dewan Kehormatan PWI Sulsel/mantan Ketua PWI Sulsel, Zulkifli Gani Ottoh,
melaporkan anggota PWI Sulsel, S Kadir Sijaya, ke Poltabes Makassar dengan
tuduhan pencemaran nama baik (melalui obrolan grup tertutup di Facebook), pada
Rabu, 2 Desember 2015, dengan laporan polisi nomor: LP/2708/XII/2015/Polda
Sulsel/Restrabes Makassar.
Tanggal 8 Desember 2015.
Laporan Zugito mendapat perhatian dari penyidik Reskrim Polrestabes Makassar.
Penyidik lalu memanggil Kadir untuk konfirmasi tanggal 8 Desember 2015. Kadir
mematuhi panggilan tersebut.
Tanggal 8 Januari 2016.
Penyidik kembali memanggil Kadir Sijaya, kali ini sebagai saksi dengan surat
panggilan No. S/Pgl/59/1/2016/Reskrim. Kadir pun mematuhi panggilan ini. Kadir
juga diperiksa berdasarkan surat perintah penyidikan nomor
SP.Sidik/17.A/I/2016/Reskrim tanggal 8 Januari 2016.
Setelah itu, penyidik
Reskrim kembali melayangkan surat panggilan kepada Kadir, kali ini sebagai
tersangka dengan nomor surat S.Pgl/277/II/2016/Reskrim disertai surat penetapan
peralihan status selaku tersangka dengan surat nomor STP/Asts/16/II/2016.
Namun, panggilan ini tidak dapat dipenuhi Kadir karena dia mendapat tugas
jurnalis di Kalimantan Utara.
Kali ini Kadir Sijaya
sudah berada di Makassar karena memenuhi panggilan polisi. Hari itu, Kadir
langsung diperiksa lebih kurang selama 8 jam (diperiksa mulai pukul 13.00 Wita
hingga pukul 21.30 Wita).
Setelah itu, Kadir tidak
sempat lagi pulang ke rumahnya karena pada hari itu, Rabu malam, 23 Maret 2016,
dia langsung diberikan surat penangkapan No. SP.Kap/86/III/2016/Reskrim.
Saat menjalani pemeriksaan,
Sadir didampingi beberapa pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar,
serta beberapa wartawan anggota PWI. Koordinator Jurnalis Tolak Kriminalisasi
Pers, Upi Asmaradana, juga menyempatkan diri datang ke Poltabes untuk memberi
semangat kepada Sadir.
Sadir Kadir Sijaya
dijerat dengan UU Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE), karena diduga mencemarkan nama baik Zulkifli Gani Ottoh
melalui tulisannya (postingan atau komentar) di media sosial (grup tertutup
yang sebagian besar anggota adalah pengurus dan anggota PWI Sulsel) Facebook.
Materi obrolan yang
dilaporkan sebagai pencemaran nama baik yaitu menyangkut komersialisasi atau
penyewaaan sebagian ruangan lantai satu Gedung PWI Sulsel (Jl AP Pettarani, No
31, Makassar) kepada Alfamart yang kemudian kini difungsikan sebagai minimarket
Alfamart.
Menggugat Kapoltabes Makassar
Tanggal 11 April 2016. Sadir Kadir Sijaya menggugat Kapolrestabes Makassar (cq. Kasatreskrim Polrestabes Makassar) melalui Pengadilan Negeri Makassar, dan gugatan tersebut disidangkan melalui Sidang Praperadilan Senin, 11 April 2016, serta dilanjutkan pada Selasa (12 April) dan Rabu (13 April 2016).
Melalui pengacara dari
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, S Kadir Sijaya mem-Praperadilan-kan
Kapolretrabes Makassar berdasarkan tiga hal, yakni (1) penangkapan dan
penahanan yang tidak sah, (2) permohonan ganti kerugian, dan (3) penetapan
tersangka yang tidak sah.
Pengajuan praperadilan
ini berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 10, UU Nomor 8 Tahun 1981, tentang
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Kadir juga memprotes
bahwa seharusnya dirinya belum boleh dijadikan tersangka karena penyidik belum
menghadirkan ahli forensik IT, ahli IT, Kominfo, ahli bahasa dan ahli budaya
guna memeriksa barang bukti (print out) obrolan dan komentar di Medsos PWI
tersebut. Polisi tidak boleh mengambil kesimpulan sendiri terhadap obrolan dan
komentar di facebook tersebut.
Disesalkan oleh Kadir
bahwa dirinya sangat kooperatif saat diperiksa selama 1 x 24 jam, tetapi
mengapa dirinya langsung diberikan surat penahanan nomor
SP.Han/57/III/2016/Reskrim.
Padahal, berdasarkan
Pasal 43 ayat 6 UU ITE, kepolisian tidak boleh melakukan penangkapan dan
penahanan terhadap seseorang dalam kasus ITE apabila belum ada surat izin
penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, dalam kasus Kadir Sijaya,
berdasarkan izin dari Ketua Pengadilan Negeri Makassar.
Karena itulah, LBH
Makassar selaku kuasa hukum S Kadir Sijaya menganggap bahwa penangkapan dan
penahanan S Kadir Sijaya oleh Reskrim Polrestabes Makassar, batal demi hukum.
Kepada Hakim yang
mengadili perkara praperadilan ini, Kadir Sijaya meminta agar penangkapan dan
penahanan atas dirinya harus dianggap batal demi hukum. Kadir juga meminta
ganti rugi sejak dirinya di tahan sampai dibebaskan, serta menuntut hakim
menghukum termohon untuk membayar biaya perkara.
Gugatan
Pra-peradilan Ditolak
Tanggal, 18 April 2016.
Gugatan praperadilan anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Sulsel, S Kadir
Sijaya, melalui kelompok pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar,
kepada Kapolri (cq. Kapolda Sulsel, cq. Kapolrestabes Makassar), atas penahanan
dirinya di Rumah Tahanan Negara Polrestabes Makassar (sejak 23 Maret 2016),
ditolak oleh Pengadilan Negeri Makassar.
Sesaat setelah pembacaan
penolakan gugatan praperadilan oleh hakim di Pengadilan Negeri Makassar, tangis
Aswani (isteri S Kadir Sijaya) langsung pecah.
Beberapa wartawan yang
mendampingi, juga ikut larut dalam kesedihan. Begitu pun dengan beberapa
pengacara dari LBH Makassar.
Wartawan yang menghadiri
sidang pembacaan putusan hakim tersebut antara lain Hasan Kuba (mantan Wakil
Ketua PWI Sulsel), Usamah Kadir (mantan anggota Dewan Kehormatan PWI Provinsi
Sulsel), Supriadi Syarifuddin (mantan Wakil Sekretaris PWI Sulsel), Muhammad
Said Welikin (mantan ketua salah satu seksi PWI Sulsel), dan Upi Asmaradhana
(Koordinator Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi).
Menulis
dari Balik Jeruji
Saat berada di balik
jeruji Rumah Tahanan Negara Poltabes Makassar, Sadir Kadir Sijaya mengungkapkan
pikiran dan perasaannya melalui tulisan tangan di atas beberapa lembar kertas.
Surat curahan hati
tersebut, oleh Sadir Kadir Sijaya diberi judul: “Tetesan Air Mata di Balik
Jeruji Besi.”
“Mengurai kata kebenaran,
berujung derita di balik terali besi, berderai air mata. Kokohnya tembok
penjara, harusnya untuk orang yang benar-benar salah,” demikian kalimat pembuka
surat S Kadir Sijaya.
Dia kemudian
mempertanyakan mengapa dirinya berbaur dengan para pelaku (pengedar dan
pengguna narkoba) narkoba, begal, jambret, penggelapan, pembunuhan, pemerkosa,
dan perampok dalam satu ruangan.
Sadir mengaku dirinya
mencari kebenaran karena tidak ingin ada kesewenang-wenangan dalam sebuah
organisasi besar seperti PWI.
“Bagi diriku, untuk PWI,
jangan pernah diragukan kesetiaanku terhadap organisasi yang berjalan sesuai
anggaran dasarnya. Bagi pribadiku, rela mati syahid bersama kawan-kawan yang
sejalan dengan kebenaran. Sampai saat ini, bagiku, masih kuanggap diriku benar,
walau sudah mendekam dalam ganasnya kamar tahanan,” tulisnya.
Sadir Kadir Sijaya yang
menjadi Anggota Biasa PWI sejak 1995, serta sudah lulus Uji Kompetensi Wartawan
(UKW) kelompok Madya, mengaku sudah banyak merasakan pahit-getirnya dunia
kewartawanan dan sudah banyak menikmati asam-garamnya dunia pers.
Karena berada dalam
tahanan, dirinya tak bisa menjadi kepala keluarga yang baik, tidak bisa mencari
nafkah untuk menghidupi isteri dan anak-anaknya yang berjumlah enam orang.
“Saya hanya mampu
memberikan air mata kepada isteri dan anak-anakku,” kata Sadir, seraya
manambahkan bahwa mungkin inilah yang diharapkan oleh pelapor terhadap diri dan
keluarganya.
Dibezuk Wartawan Senior
Tanggal 27 Maret 2016. Beberapa wartawan senior membesuk anggota PWI Sulsel, S Kadir Sijaya, yang telah dpindahkan penahanannya dari Rumah Tahanan Negara Poltabes Makasar ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 1 Makassar.
Wartawan senior yang
membezuk Sadir, yaitu Burhanuddin Mampo (mantan Bendahara PWI Sulsel dan mantan
Kepala Stasiun RRI Tual), Hasan Kuba (Pemred Tabloid Lintas/mantan Wakil Ketua
PWI Sulsel Bidang Organisasi), Burhanuddin Amin (Pemred Tabloid Indonesia
pos/mantan Wakil Ketua PWI Sulsel Bidang Pendidikan), Mahmud Sally (Pemimpin
Redaksi Majalah Akselerasi), dan Razak Kasim (Pemred Majalah Corong Rakyat).
Para wartawan senior
tersebut berkunjung sebagai bentuk solidaritas sebagai sesama wartawan,
sekaligus memberi semangat agar Sadir Kadir Sijaya tabah dan tegar menerima
cobaan yang menimpanya.
“Kami datang sebagai
sesama wartawan,” kata Burhanuddin Mampo.
Kedatangan para wartawan
senior itu disambut dengan senyuman dan tangisan oleh Sadir Kadir Sijaya.
“Saat kami berkunjung,
rekan kami, adinda kami Kadir Sijaya tampak begitu gembira, menyalamai kami dan
memeluk kami. Dia juga menangis terharu atas kedatangan kami. Dia bilang,
kunjungan kami adalah kunjungan pertama dari para wartawan senior setelah
dirinya dipindahkan dari Rutan Poltabes Makassar ke Rutan Kelas 1 Makassar,”
ungkap Burhanuddin.
Selain mengungkapkan
perasaannya, katanya, Kadir Sijaya juga berharap kasusnya dapat segera
disidangkan dan dirinya dibebaskan dari segala tuntutan.
“Dia berharap kasusnya
segera disidangkan dan kita semua berdoa semoga Kadir Sijaya dibebaskan dari
segala tuntutan,” tandas Burhanuddin.
Unjuk Rasa di PN Makassar
Tanggal, 23 Juni 2016. Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam “Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi Makassar” atau “Gema untuk Demokrasi Makassar”, meminta kepada Hakim Pengadilan Negeri Makassar, agar membebaskan Anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) atas nama Kadir Sijaya, dari segala tuntutan hukum.
Permintaan tersebut
diungkapkan saat berunjukrasa di halaman Kantor Pengadilan Negeri Makassar,
Kamis, 23 Juni 2016, sebelum dan saat berlangsungnya sidang kasus pencemaran
nama baik terkait komersialisasi Gedung PWI Sulsel, dengan terdakwa Kadir
Sijaya, yang diajukan Ketua Dewan Kehormatan PWI Sulsel / mantan Ketua PWI
Sulsel, Zulkifli Gani Ottoh.
Sidang Perdana
Tanggal 23 Juni 2016. Ketua Dewan Kehormatan PWI Sulsel/mantan Ketua PWI Sulsel, Zulkifli Gani Ottoh, saat tampil sebagai Saksi Pelapor dalam Sidang Perdana Kasus Pencemaran Nama Baik dengan terdakwa anggota PWI/mantan pengurus PWI Sulsel, Sadir Kadir Sijaya, di Pengadilan Negeri Makassar.
Dalam kesaksiannya,
Zulkifli menyebut ada empat hal yang membuat dirinya sakit hati atas obrolan
yang terjadi pada sebuah grup messenger Facebook (yang dibuat oleh anggota PWI
Sulsel dan beranggotakan puluhan orang yang umumnya anggota PWI Sulsel).
“Saudara Saksi menyebut
ada empat hal yang membuat Anda sakit hati dan akhirnya melaporkan terdakwa. Di
antara empat hal tersebut, mana yang paling menyakitkan Anda sehingga Anda
melaporkan terdakwa,” tanya pengacara.
“Karena ada kata menjual
(Gedung PWI). Ini yang saya tidak bisa terima,” ungkap Zulkifli.
Ketika hakim mengatakan
bahwa masalah ini sebenarnya masalah internal PWI Sulsel, karena pelapor
(Zulkifli Gani Ottoh) adalah mantan Ketua PWI Sulsel, sedangkan yang dilapor
dan kini jadi terdakwa (S Kadir Sijaya) adalah anggota/mantan pengurus PWI
Sulsel, kemudian hakim menanyakan mengapa tidak diselesaikan secara internal,
Zulkifli Gani Ottoh mengatakan, sebelum melapor ke polisi, dirinya sudah
mengingatkan S Kadir Sijaya agar menghentikan “kicauannya” di grup messenger
Facebook, terutama yang sifatnya “menyerang” dirinya.
“Melalui beberapa teman,
saya minta agar Kadir Sijaya diingatkan dan menghentikan memposting hal-hal
yang sifatnya menyerang saya, tetapi ternyata terdakwa tetap saja melakukannya,
akhirnya saya laporkanlah hal tersebut ke polisi,” tutur Zulkifli.
Sidang
Lanjutan
Tanggal 30 Maret 2016.
Wakil Ketua PWI Sulsel, H Mappiar, tampil sebagai Saksi Pelapor II, pada sidang
kedua (sidang lanjutan) kasus pencemaran nama baik terkait komersialisasi
Gedung PWI Sulsel, dengan pelapor H Zulkifli Gani Ottoh (Ketua Dewan Kehormatan
PWI Sulsel), dan terdakwa Sadir Kadir Sijaya (anggota PWI Sulsel), di
Pengadilan Negeri Makassar.
Sidang lanjutan kasus
pencemaran nama baik terkait komersialisasi Gedung PWI Sulsel tersebut turut
dihadiri Ketua Dewan Kehormatan PWI Sulsel, Zulkifli Gani Ottoh, selaku
pelapor, serta beberapa pengurus PWI Sulsel dan sejumlah wartawan.
Divonis
Bebas
Tanggal 14 Desember 2016. Setelah melalui beberapa kali persidangan selama beberapa bulan, Anggota PWI Sulsel, Sadir Kadir Sijaya, akhirnya divonis bebas oleh Hakim Pengadilan Negeri Makassar.
“Alhamdulillah, alhamdulillah,” demikian
ucapan yang terlontar dari mulut Sadir Kadir Sijaya, sesaat setelah dinyatakan
bebas dari segala tuntutan.
Sambil mengangkat kedua
tangannya dengan telapak terbuka, dia mengatakan: “Ya Allah, Engkau telah
menunjukkan kebesaran-Mu. Alhamdulillah.”
Sidang pembacaan putusan
hakim turut dihadiri Aswani (isteri Sadir Kadir Sijaya), wartawan senior/mantan
Wakil Ketua PWI Sulsel, Hasan Kuba, pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Makassar, Haerul Karim, Bendahara PWI Kabupaten Takalar, Muhammad Said Welikin,
serta beberapa wartawan yang menghadiri sidang pembacaan putusan pengadinan.
Koordinator Relawan
Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Sulsel, Upi
Asmaradhana, juga datang ke Pengadilan Negeri Makassar, sesaat setelah
pembacaan putusan. (asnawin)