NAMA Abdul Rakhim Nanda memang tidak setenar (almarhum) KH Djamaluddin Amien, sehingga mungkin agak berlebihan kalau keduanya dibanding-bandingkan, apalagi KH Djamaluddin Amien adalah mantan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel dan juga mantan Rektor Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, sedangkan Rakhim Nanda belum sampai menduduki kedua jabatan puncak itu.
-------
PEDOMAN KARYA
Rabu,
01 Februari 2017
Rakhim Nanda, KH
Djamaluddin Amien, dan Kebahagiaan
Nama Abdul Rakhim Nanda memang tidak
setenar (almarhum) KH Djamaluddin Amien, sehingga mungkin agak berlebihan kalau
keduanya dibanding-bandingkan, apalagi KH Djamaluddin Amien adalah mantan Ketua
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel dan juga mantan Rektor Universitas
Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, sedangkan Rakhim Nanda belum sampai menduduki kedua
jabatan puncak itu.
Tulisan pendek ini justru ingin
mengungkapkan bagaimana kedekatan antara Rakhim Nanda yang kini menjabat Wakil
Rektor I Unismuh Makassar dan juga Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sulsel, dengan Pak Kiyai, sapaan akrab KH Djamaluddin Amien di
Muhammadiyah dan di Unismuh Makassar semasa hidupnya.
“Sewaktu masih kuliah, saya sering
dipanggil ke rumahnya dan diminta menggantikannya kalau ada undangan ceramah.
Sebenarnya agak risih, karena saya masih berstatus mahasiswa, tetapi beliau
meyakinkan saya, maka saya pun meyakinkan diri dan berupaya percaya diri untuk menggantikannya,”
ungkap Rakhim Nanda kepada penulis pada suatu kesempatan.
Saat kuliah pada Program Studi Teknik
Sipil, Fakultas Teknik, Unismuh Makassar (angkatan 1987/1988), Rakhim juga
aktif pada salah satu organisasi otonom (Ortom Muhammadiyah), yakni Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM) dan cukup larut di organisasi tersebut.
Pada saat bersamaan, selain menjabat
Rektor Unismuh, KH Djamaluddin Amien menjabat Ketua Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sulsel.
Ketika kuliahnya selesai pada tahun 1994
dan mendapat gelar Sarjana Teknik, Rakhim Nanda mendapat tawaran bekerja pada sebuah
perusahaan konsultan dan ia pun menerima tawaran tersebut dengan mendapat gaji yang
lumayan besar jika dibandingkan gaji pegawai negeri sipil pada umumnya.
Sambil kerja di perusahaan konsultan,
Rakhim juga mengabdi sebagai dosen di almamaternya, Unismuh Makassar. Namun di
tengah “keasyikannya” bekerja pada perusahaan konsultan dengan pendapatan yang
lumayan besar, oleh KH Djamaluddin Amien dirinya diminta untuk konsentrasi sebagai
dosen Unismuh.
Sebagai “anak ideologis”, Rakhim Nanda
tentu saja tidak bisa menolak permintaan Pak Kiyai sebagai “ayah ideologis”-nya,
meskipun ia tahu gaji sebagai dosen Unismuh Makassar sangatlah kecil, jauh
lebih kecil dibandingkan gaji pegawai negeri sipil pada umumnya.
Kuliah di Jawa
Pak Kiyai kemudian “memerintahkan”
dirinya melanjutkan kuliah program magister (S2) di Jawa dan dia memilih Universitas
Brawijaya (Unibraw) Malang, Jawa Timur. Sebelum berangkat kuliah, Pak Kiyai
memintanya agar menikah terlebih dahulu agar ada yang menemaninya tinggal di
Malang.
Maka menikahlah Rakhim Nanda dengan
wanita pilihannya, Nurnawati, yang juga teman kuliahnya pada program studi
Teknik Sipil Unismuh Makassar. Setelah menikah, mereka berdua kemudian
sama-sama dikirim ke Jawa untuk kuliah S2 (magister) dan itu berarti mereka kuliah
sambil berbulan madu di Jawa.
Bulan madu mereka ternyata tidak seindah
yang dibayangkan, karena gaji dan biaya hidup yang diberikan oleh Unismuh
Makassar, jauh di bawah standar untuk hidup layak. Cobaan tersebut ditambah
dengan kehamilan sang isteri dan akhirnya melahirkan anak pertamanya saat masih
kuliah di Malang.
“Kami kadang-kadang makan dengan memetik
sayur kangkung yang tumbuh di sekitar tempat kost,” ungkapnya kepada penulis pada
kesempatan yang lain.
Ada cerita lucu sekaligus agak miris
saat mereka berdua masih tinggal di Malang dan masih dalam kondisi keuangan “Senin-Kamis.”
Suatu hari, Rakhim membeli seekor ikan
bandeng dan sang isteri pun menggorengnya. Setelah ikan itu siap dimakan dan ketika
mereka berdua sedang lengah, tiba-tiba seekor kucing menyambar ikan tersebut
dan membawanya lari.
“Saya tidak sadar langsung mengejar kucing itu. Setelah itu barulah saya menyesal. Sangat menyesal, karena saya
sadar bahwa ikan itu ternyata bukan rezeki kami,” kenangnya.
Dalam kondisi yang boleh dikata cukup
memprihatinkan itu, mereka berdua kembali mendapat cobaan, yaitu anaknya yang
masih bayi meninggal dunia. Cobaan yang cukup berat itu membuat dirinya nyaris
putus asa.
Sang isteri ternyata lebih tegar dan
berkat ketegaran sang isteri itulah, ditambah dorongan semangat dari KH
Djamaluddin Amien selaku Rektor Unismuh dan “ayah ideologisnya”, Rakhim Nanda
akhirnya bersemangat kembali meneruskan kuliahnya.
Untuk mencukupi kebutuhan hidup, ia
kemudian melamar sebagai dosen luar biasa pada salah satu perguruan tinggi
swasta di Malang. Namun oleh perguruan tinggi tersebut, Rakhim Nanda malah
diikat dengan sebuah perjanjian dan digaji bulanan sebagaimana dosen yayasan.
“Sebenarnya ada perasaan khawatir dan
juga merasa berdosa kepada Unismuh Makassar, tapi sejak itulah kami bisa
bernafas agak lega soal keuangan,” paparnya.
Setelah berhasil menyelesaikan kuliah S2
di Malang, Rakhim Nanda bersama sang isteri pun kembali ke Makassar dan kembali
mengajar sebagai dosen Unismuh Makassar. Mereka berdua pun “nyambi” bekerja
pada perusahaan konsultan, tetapi oleh KH Djamaluddin Amien selaku rektor,
mereka diminta tidak “menomor-duakan” Unismuh.
Singkat cerita, terjadi suasana yang
kurang kondusif pada Fakultas Teknik Unismuh Makassar dan akhirnya Rakhim Nanda
terpilih sebagai dekan.
Dirinya tidak menyangka akan diberi
amanah yang cukup berat itu, apalagi usianya masih tergolong muda dibandingkan
sejumlah dosen lainnya pada Fakultas Teknik. Dia juga tahu bahwa pengangkatan
dirinya sebagai dekan tidak diterima dengan lapang dada oleh sebagian dosen.
Namun karena pilihan itu sudah jatuh
kepadanya dan oleh KH Djamaluddin Amien diminta agar teguh menerima amanah itu,
ia pun meyakinkan diri untuk menjalankan amamah yang cukup berat itu.
“Saya adakan pertemuan dengan dosen dan
pegawai, saya minta masukan dari mereka, kemudian saya rangkul mereka, termasuk
teman-teman yang tadinya kurang sreg dengan pengangkatan saya sebagai dekan.
Alhamdulillah, pelan-pelan suasananya semakin kondusif dan saya akhirnya dua
periode menjabat sebagai dekan,” tutur Rakhim.
Jadi Wakil
Rektor
Setelah selesai menjabat Dekan Fakultas
Teknik, dia dipromosikan menduduki jabatan Wakil Rektor IV Bidang Pengembangan Al-Islam
dan Ke-Muhammadiyah-an untuk membantu kepemimpinan Dr Irwan Akib (sekarang
sudah profesor) sebagai rektor.
Empat tahun kemudian, tepatnya pada Senin,
19 Desember 2016, dirinya kembali diberi amanah sebagai wakil rektor, tapi kali
ini sebagai Wakil Rektor I Bidang Akademik.
Ia dilantik bersama Dr Andi Sukri
Syamsuri (Wakil Rektor II), Drs Muhammad Tahir MSi (Wakil Rektor III), dan Ir H
Saleh Molla MM (Wakil Rektor IV) untuk membantu kepemimpinan Dr H Abdul Rahman
Rahim sebagai Rektor Unismuh Makassar masa bakti 2016-2020.
Selama berkiprah di Unismuh, banyak
sekali kenangannya bersama Pak Kiyai Djamaluddin Amien, terutama karena dirinya
sering diberi kepercayaan dalam mengerjakan sesuatu, khususnya pembangunan
fisik gedung di dalam kampus.
“Beliau banyak sekali memberikan
kepercayaan kepada saya dan saya pun berupaya menjaga kepercayaan itu,” katanya
seraya menyebut pembangunan Auditorium Al-Amien dan Menara Iqra yang berlantai
17.
Selain memberi kepercayaan, Pak Kiyai
juga selalu tampil membela jika ada sorotan terhadap dirinya dan itulah yang
membuat dirinya sangat terkesan kepada sosok KH Djamaluddin Amien.
“Saya banyak sekali belajar kepada
beliau. Saya sering ke rumahnya, bahkan kadang-kadang sampai tengah malam,”
kenang Rakhim.
Maka ketika Pak Kiyai wafat pada Ahad
sore, 16 November 2014, Rakhim Nanda termasuk salah seorang yang merasa sangat
kehilangan.
“Ilmunya juga sangat luas. Bacaannya
banyak. Bukunya banyak sekali. Saya tidak mungkin bisa menyamainya,” kata
Rakhim yang kini juga mendapat amanah sebagai Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sulsel.
Kebahagiaan
Pada kesempatan lain berbincang-bincang
dengan Rakhim Nanda, penulis sempat tersentak mendengar ucapannya yang di luar
dugaan. Saat itu, kami berbincang-bincang tentang penempatan orang pada posisi
sesuai bidang keahliannya dan pemberian kepercayaan kepada pejabat sesuai
kewenangannya.
Perbincangan kami tentu saja menyinggung
banyaknya orang, terutama di pemerintahan, yang kecewa jika kewenangannya
dilanggar oleh atasan sendiri atau tidak diberi kepercayaan sesuai bidang
keahliannya. Saat itulah terlontar ucapan yang penuh makna dari seorang Rakhim
Nanda.
“Jangan biasakan diri tidak bahagia,”
kata kandidat doktor Teknik Sipil Unhas sambil tersenyum. (Asnawin Aminuddin,
Wakil Ketua Majelis Pustaka Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel)