GEJALA RETROGRESI. Anggota DPD RI asal Sulawesi Selatan, Ajiep Padindang, tampil sebagai pembicara utama pada Diskusi Pers oleh Yayasan Lembaga Pers Sulawesi Selatan (YLPSS) bekerjasama @JIP Centre, di Hotel JL Star, Jl Boulevard, Makassar, Ahad, 04 November 2018. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
--------
PEDOMAN KARYA
Rabu, 07 November 2018
Catatan
dari Diskusi Pers Bersama Ajiep Padindang (2-habis):
Pemilu
di Indonesia Mengalami Gejala Retrogresi
“Peranan
Pers dalam Pencerdasan Pemilih” dijadikan tema Diskusi Pers oleh Yayasan Lembaga
Pers Sulawesi Selatan (YLPSS) bekerjasama @JIP Centre, di Hotel JL Star, Jl
Boulevard, Makassar, Ahad, 04 November 2018.
Empat
pembicara ditampilkan pada diskusi pers tersebut, yaitu Anggota Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Sulawesi Selatan, Dr H Ajiep Padindang
SE MM,
Ketua
YLPSS / mantan Pemred Harian Pedoman Rakyat, Dr H M Dahlan Abubakar MHum, Dr Sudirman Muhammadiyah MSi, dan Jamal Andi SSos MSi.
Ajiep
Padindang dalam diskusi itu mengemukakan bahwa politik transaksional yang
mewabah di Tanah Air telah menggerus nilai-nilai budaya lokal. Tidak ada lagi
nilai-nilai kejujuran dan kepercayaan sebagaimana kita kenal dalam budaya masyarakat
Bugis-Makassar.
“Pemilu
di Indonesia, terutama Pemilu 2014, menunjukkan gejala retrogresi, yakni
pemburukan kualitas politik kebangsaan akibat polarisasi dukungan politik yang
menghadirkan kebencian antarpendukung dan politik transaksional,” kata Ajiep
yang mantan Anggota DPRD Sulsel empat periode.
Mengutip
hasil jajak pendapat Litbang Kompas dengan 512 responden pada 14 kota besar di
Indonesia pada 17-19 Mei 2017 (Kompas, 22 Mei 2017), Ajiep mengungkapkan bahwa
49,8% responden mengaku solidaritas sosialnya semakin melemah, 13,2% tetap, 36,6%
semakin kuat, serta 0,4% menjawab tidak tahu.
“Berdasarkan
data tersebut, maka ancaman Pemilu 2019 yang bakal muncul adalah terjadinya
politisasi identitas suku, agama, ras, dan antar-golongan atau SARA, politik
transaksional, berita bohong (hoax)
dan ujaran kebencian, serta ancaman kekerasan fisik,” tutur pria kelahiran
Bone, 30 September 1959, dengan nama asli H Andi Jamaluddin P, dengan sapaan
Petta Lolo.
Ia
berharap pers (media massa dan wartawan) memberikan informasi kepada masyarakat
tentang Pemilu 2019 (serentak) yang berbeda dengan Pemilu sebelumnya, menjadi
mitra penyelenggara pemilu dalam melakukan sosialisasi tahapan pemilu, turut menyebarluaskan
informasi mengenai proses dan ketentuan Pemilu, serta hak dan kewajiban
pemilih.
“Pers
juga diharapkan melakukan pendidikan politik kepada masyarakat dan melakukan
kontrol terhadap pelaksanaan Pemilu,” kata Ajiep yang kini maju kembali sebagai
Calon Anggota DPD RI periode 2019-2024 dan terdaftar sebagai calon nomor urut
22 Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan
Lakukan
Konfirmasi
Ketua
Yayasan Lembaga Pers Sulawesi Selatan (YLPSS), M Dahlan Abubakar, yang tampil
sebagai pembicara kedua setelah Ajiep Padindang mengatakan, para wartawan harus
senantiasa berpedoman kepada Kode Etik Jurnalistik dalam pelaksanaan tugas
kewartawanan, agar terhindar dari delik pers.
Fenomena
selama ini menunjukkan, karena dikejar deadline,
banyak wartawan yang melalaikan check and
check atau melakukan konfirmasi, sehingga ketika akan melakukannya setelah
berita disiarkan, berpotensi menimbulkan tindakan kekerasan terhadap wartawan.
Akibatnya, narasumber yang sudah membaca berita tersebut terlanjur berang
terhadap isi berita yang tidak berimbang tersebut.
“Oleh sebab itu, jangan
pernah melalaikan konfirmasi agar teman-teman aman dari gugatan pelanggaran
etika pers,” ujar Dahlan Abubakar.
Sejumlah
wartawan turut hadir pada diskusi pers tersebut, antara lain Burhanuddin Amin (SKU
Indonesia Pos), Hasan Kuba (Tabloid Lintas), Razak Kasim (SKU Indonesia Pos), Mahaji Noesa (Tabloid Demos), Edy Salman, Lucky Aliyus, Rusdy
Embas (mantan wartawan Harian Pedoman
Rakyat), Gunt Sumedi (SKU Polemaju),
Nurzaman Razak (SKU Pembela), dan Andi
Amran (RRI Makassar). (Asnawin Aminuddin
/ PEDOMAN KARYA)