LAUNCHING. Prof Ade Hikmat (kelima dari kanan) foto bersama Maman A Majid Binfas (keenam dari kiri), budayawan Taufik Ismail (kelima dari kiri), mantan Rektor Unismuh Makassar Prof Irwan Akib (keempat dari kiri), Wakil Rektor II Unismuh Dr Andi Sukri Samsuri (kedua dari kanan), Dekan FKIP Unismuh Erwin Akib PhD (kedua dari kiri) dan beberapa lainnnya saat Launching Buku Kumpulan Puisi Maman A Majid Binfas, di Auditorium Al-Amien Kampus Unismuh Makassar, 21 Juli 2018. (ist)
-----
PEDOMAN KARYA
Jumat, 18 Januari 2019
Bedah
Buku Karya Maman A Majid Binfas (2-habis):
Puisi Maman A Majid Binfas Memiliki Cita Rasa Tersendiri
(Guru
Besar Tetap di Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA Jakarta)
Religiusitas
atau nilai religius dalam puisi bukanlah barang baru. Interaksi penyair dengan
Tuhannya merupakan interaksi batin. Sejatinya, manusia tidak benar-benar lepas
dari keberadaan Tuhannya, sehingga ekspresi terhadap perasaan-perasaan tersebut
tidak terelakkan.
Oleh karena
itu Nurgiyantoro (2007: 327) menyebut bahwa religiusitas sastra telah setua seperti keberadaan
sastra itu sendiri. Jika dilihat, memang kecenderungan tersebut telah muncul
dalam syair-syair dalam periode sastra klasik Indonesia, sebut saja Syair Perahu, Hikayat Tajussalatin, Hikayat Si Miskin, dan Hikayat Indera Putra.
Ekspresi
religiusitas manusia beragam. Menurut Stark dan Glock dalam Reitsma, Scheepers, dan
Grotenhuis religiusitas terbagi dalam lima aspek yaitu religious belief, religious practise, religious feeling, religious knowledge, dan religious effect (2006: 347-362).
Religious belief menyangkut kepercayaan seseorang terhadap hal-hal yang bersifat dogmatik
dalam ajaran agamanya. Misalnya kepercayaan adanya Tuhan, surga, neraka,
takdir, dan sebagainya.
Adapun religious practise merupakan implementasi
dari kepercayaan seseorang terhadap ajaran tersebut dalam bentuk memenuhi kewajiban-kewajiban
dalam agamanya. Sebagai contoh, seorang muslim menjalankan ibadah shalat,
puasa, dan zakat. Sementara religious
feeling ialah perasaan keagamaan yang dialami oleh seseorang. Misalnya
merasa Tuhan Maha Melihat sehingga takut berbuat dosa.
Untuk religious knowledge merupakan pengetahuan
seseorang terhadap ajaran agamanya. Dalam Islam, pemahaman terhadap Al-Quran
dan As-Sunnah.
Yang
terakhir, religious effect merupakan
motivasi yang muncul karena kepercayaan terhadap ajaran agama di dalam
kehidupan sosial. Misalnya seseorang melakukan sedekah karena percaya bahwa
sedekah akan mendapatkan ganjaran berlipat ganda dari Allah.
Di dalam
puisi ini, kelima jenis religiusitas ini tampak pada puisi-puisi Maman. Dalam
puisi Kesempurnaan, Maman berupaya
mempercayai keberadaan rabbnya dengan keyakinan yang hakiki dan kaffah sebagai
seorang hamba.
Dalam
penyerahan diri dan ekspresi wujudiah Tuhan,
ia mengungkap salah satu sifat Tuhan yaitu Mahasuci dan Mahasempurna. Ini
menunjukkan bahwa puisi ini merupakan bentuk ekspresi keimanan penyair. Oleh
karena itu, dapat disebut sebagai bagian dari Religious belief.
Untuk lebih
lengkapnya, perhatikan puisi Kesempurnaan berikut ini.
Kesempurnaan
Tiada
yang suci
terkecuali
kesucian itu sendiri
_tiada
yang sempurna
terkecuali
kesempurnaan itu sendiri
Ekspresi
yang sama juga terdapat dalam puisi Aku
bersama-MU. Puisi ini meyakini bahwa Tuhan berada di mana-mana, oleh karena
itu, aku lirik merasa bahwa Tuhan haruslah terus berada
dalam lidahnya, sebagaimana tersebut dalam bait terakhir puisi ini, Aku,/kerja lalu berbicara/_bicara selalu
dzikirullah.
Berikut
puisi Aku bersama-Mu seutuhnya.
Aku bersama-MU
Aku,
_di
atas angin bersama Tuhan
di
tanah bersama Allah
di
air dengan Allahu Akbar
di
api dengan Ilahi Rabbi
Aku,
_membaca
dengan berpikir
pikir
dengan bekerja
Aku,
kerja
lalu berbicara
_bicara
selalu dzikirullah
Puisi Puasa Kita
menungjukkan ekspresi religiusitas yang berbeda, yaitu religious practise. Dalam puisi ini, Maman menyampaikan tentang
bagaimana ia menjalankan puasa. Bahwa puasa sebagaimana dalam bait pertama,
bukan hanya menahan lapar, namun juga menghargai dan memberi.
Selain itu, puasa juga merupakan sarana tepat untuk
saling memaafkan untuk mendapatkan apa yang disebut Maman dalam bait ketiganya,
Hakikat batin suci berjiwa/Pada
kefitrian kesejatian diri.
Untuk
lebih jelasnya, perhatikan bait puisi berikut ini.
Puasa Kita
Dunia
makna saling menghargai
_dan
memberi
minimal
senyum dalam menyapa
Berjabat
salam antara kita
Tanpa
beban saat berjumpa
Hakikat
batin suci berjiwa
Pada
kefitrian kesejatian diri
Pertanda
insan telah ditempa
Puasa
sebulan karena Tuhan
Bila
berbalik hanya simbolik
_tiadalah
arti
kata
mutiara dihafal mati
Minal
aidzin Wal faidzin
Tiap
tahun bulan berlebaran
tetap
kita hinggap kuburan
Puisi Berhati
Tuhan menyiratkan pengalaman religiusitas yang bersifat religious feeling. Dalam puisi ini,
penyair mengungkapkan pengalaman batinnya yang merasakan keberadaan Tuhan di
manapun ia berada.
Dengan diksi cahaya
terang dalam ingatan menunjukkan kepercayaan Maman terhadap keberadaan
Tuhan dimanapun ia berada. Hal ini didukung dengan baris berikutnya yang
menunjukkan jika menyakini keberadaan Tuhan maka menjadikan hati berhati-hati.
Dengan kehati-hatian ini, maka akan bertemu dengan
cinta sejati, cinta terhadap yang abadi, dalam baris puisinya, Maman
menyebutnya sebagai pengabdian cinta
berasas keabdian.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan puisi Berhati Tuhan berikut ini.
Berhati Tuhan
Ada
Tuhan menjadi cahaya
cahaya
terang dalam ingatan
ingatan
Tuhan dalam hati
menjadikan
hati berhati-hati
berhati
nurani tumpuan cinta
cinta
sejati menjadi pengabdian
pengabdian
cinta berasas keabadian
pada
Tuhan tumpuan hati
Ritual
hati ingat Tuhan
berpaut
hati dengan Tuhan
kesatuan
ingatan berhati Tuhan
cinta
berhati ingatan Tuhan
Religious feeling juga terlihat pada puisi yang
berjudul Surat Cinta Pada Ilahi. Dalam
puisinya ini Maman menempatkan
dirinya sebagai aku lirik yang merasakan getaran atas kekuasaan yang dimiliki
sang Tuhan. Kekuasaan yang disadarinya Mahatahu dan Maha Mendengar yang membuat
hatinya selalu berdenyut penuh penghambaan.
Surat Cinta Pada Ilahi
Ini
surat cinta, getaran denyutan isi hati hamba
Kutahu,
Engkau Maha tahu atas segala sesuatu
hingga
denyutan atom pada gulita malam
_tak
pernah luput dari Engkau berkalam
Ekspresi religiuisitas lainnya adalah religious knowledge. Pada puisi Kita Sama terlihat bagaimana pengetahuan
penyair terhadap agamanya. Dalam puisinya ini, Maman menyampaikan sejarah
muasal manusia, yaitu Adam dan Hawa.
Dengan menyampaikan kesamaan ini, maka perbedaan yang
ada saat ini tidaklah patut disombongkan, karena sesungguhnya Allah memandang
manusia bukan pada bekal duniawi, namun bekal amal salehnya, bekal akhirat.
Oleh karena itu, puisi Kita Sama ini memuat pengetahuan pengarang terhadap ajaran
agamanya, bahwa Allah tidak melihat manusia pada pakaian dan tubuhnya,
melainkan pada amal ibadahnya.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan puisi Kita Sama berikut ini.
Kita Sama
Sama
Tuhan kita satu, air minum kita sama, sama kita hirup
udara,
darah kita sama warna, putih tulang kita sama, sumsum
kita
pun sama, satu rasa saling cinta, itu sejak adam
hawa,
mati hidup takdir kita, dari Tuhan sang penentu.
Aspek religiusitas yang terakhir adalah religious effect. Dalam puisi Maman
aspek ini terlihat pada puisi Puasaku. Puisi
ini menunjukkan bahwa puasa bukan hanya untuk menjalankan kewajiban manusia kepada
Tuhannya. Namun, ibadah puasa sesungguhnya memberikan efek lain, bahwa puasa
tidak akan membuat manusia bersifat seperti api, angin, air, pasir, dan tanah.
Selain simbol-simbol tersebut, pada bait berikutnya,
simbol lain yang disampaikan adalah syaitan, malaikat, binatang, gaib, gelap.
Meski kedua bait ini memiliki bentuk simbol
yang berbeda, namun simbol-simbol tersebut dimaknai sebagai sesuatu yang
negatif, misalnya api maka tidak cepat terbakar amarah.
Untuk lebih jelasnya perhatikan puisi Puasaku berikut ini.
Puasaku
Puasaku
agar aku tiada berapian
puasaku
agar aku tiada beranginan
puasaku
agar aku tiada berairan
puasaku
agar aku tiada berpasiran
puasaku
agar aku tiada bertanahan
Juga
Aku
berpuasa agar aku tiada berkesyaitanan
aku
berpuasa agar aku tiada berkemalaikatan
aku
berpuasa agar aku tiada berkebinatangan
aku
berpuasa agar aku tiada berkegaiban
aku
berpuasa agar aku tiada berkegelapan
Namun,
Api,
angin, air, tanah berpuasa dalam puasaku
Berdasarkan analisis di atas, maka terlihat bahwa
puisi-puisi yang ditulis oleh Maman terdiri atas lima aspek religiusitas, yaitu
religious belief, religious practise,
religious feeling, religious
knowledge, dan religious effect.
Bentuk-bentuk religiutas ini selain sebagai ekspresi
pikiran dan batin pengarangnya, bisa jadi dijadikan sebagai media untuk
beribadah, sebagaimana dilakukan oleh penyair-penyair sebelumnya. Hal inilah yang dilakukan
oleh banyak sastrawan sebelumnya yang pada akhirnya menamakan gerakan sastranya
sebagai gerakan sastra ibadah. (Kuntowijoyo, 2013: 9)
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa buku kumpulan
puisi Aku dan Engkau, Siapa? karya Maman
A Majid Binfas tidak memiliki pola yang khas. Hal ini terlihat dari bentuk
puisi yang tidak teratur dari puisi pertama sampai terakhir di dalam buku ini.
Di
sisi lain, Maman menyampaikan puisi dengan cara yang berbeda jika ditinjau dari
diksinya. Ia menyampaikan diksi konotatif jika berkaitan dengan perenungan
hidup, sebaliknya diksinya akan disampaikan dalam bentuk denotatif ketika
menyampaikan tanggapan atau responsnya terhadap persoalan yang sedang menjadi
isu nasional.
Selain
berkaitan dengan masalah konotatif dan denotatif, kekayaan ragam bahasa yang
dimilikinya dengan penyimpangan dialek yang dilakukan dalam kumpulan puisinya
ini, yaitu dialek Makassar, Melayu, dan Jakarta, tidak sepenuhnya dimanfaatkan
untuk mengatur pola rima dan irama di dalam buku puisi ini. Namun demikian,
dengan penggunaan dialek tersebut, hal ini membuat puisi Maman memiliki cita
rasa tersendiri.
Religiusitas
buku kumpulan puisi Aku dan Engkau,
Siapa? karya Maman A Majid Binfas terdiri dari religious
belief, religious practise, religious feeling, religious
knowledge, dan religious effect.
Ekspresi
religiusitas Maman merupakan ekspresi mendasar dalam puisi-puisinya, artinya
meski tema yang dibahas adalah masalah politik, sebetulnya pandangannya adalah
pandangan religiusitas.
Demikian kesimpulan
pembahasan yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan dapat bermanfaat, khususnya
bagi pembahas dan umumnya bagi para peminat dan penikmat karya sastra.
----
Artikel terkait:
Gaya Bahasa dan Religiusitas Kumpulan Puisi Aku dan Engkau, Siapa?
----
Artikel terkait:
Gaya Bahasa dan Religiusitas Kumpulan Puisi Aku dan Engkau, Siapa?