“Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal." (al-Hujurat/49 : 13)
-------
PEDOMAN
KARYA
Senin,
20 Mei 2019
Suluh Ramadhan 1440 H – Jalan Menuju Taqwa (14):
Berbangsa-bangsa dan Bersuku-suku Agar Saling Kenal-mengenal
Oleh:
Abdul
Rakhim Nanda
(Wakil
Sekretaris Muhammadiyah Sulsel / Wakil Rektor I Unismuh Makassar)
“Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal." (al-Hujurat/49 : 13)
---
Ada tigal hal mendasar yang perlu dipahami dalam ayat ini, yakni perihal asal-usul penciptaan
manusia, esensi keberadaan (eksistensi) manusia, dan apa yang seharusnya
menjadi cita-cita hidup manusia.
Diciptakan-Nya manusia dari
laki-laki dan perempuan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, dimana ketiga hal
mendasar tersebut diukur dengan barometer sifat Allah Yang Mengetahui dan Maha
Mengenal.
Pertama, bahwa manusia itu diciptakan oleh Allah SWT dari laki-laki
dan perempuan, atau dari sperma (pada
suami) dan ovum (pada istri). Allah
SWT memandu jalan pikir manusia dengan firman-Nya, “Maka hendaklah manusia memerhatikan dari apa dia diciptakan?
Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar di antara tulang sulbi
laki-laki dan tulang dada perempuan.” (QS at-Tariq/86: 6-7)
Ini berarti tidak akan pernah terbuka peluang untuk berpikir apalagi bertindak melakukan rekayasa terkait penciptaan
manusia, karena tindakan itu adalah hal yang sia-sia.
Kedua, bahwa sesudah manusia tercipta, Allah menjadikannya dari
manusia itu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya manusia saling mengenal.
Laki-laki dan perempuan, berbagai bangsa, berbagai suku, merupakan indikator perbedaan, disinilah letak hikmah besar berupa
rahmat Allah atas perbedaan itu.
Mengapa? Karena perbedaan itulah yang mendorong manusia memerankan
fungsinya dan menjalankan tugasnya, serta menunjukkan
eksistensi dirinya secara fitrah. Itulah yang membuat manusia saling
kenal-mengenal, yang selanjutnya menciptakan interaksi sosial yang melahirkan
budaya dan peradaban.
Ketiga, Allah SWT meyakinkan bahwa; “Sungguh!
Orang yang paling mulia di antara manusia di sisi-Nya
ialah orang yang paling taqwa.”
Interaksi sosial yang melahirkan budaya dan peradaban berimplikasi
pada lahirnya dua tipologi manusia sebagai makhluk
sosial, ada yang mengukur kemuliaan dengan parameter materi dan
keduniaan (kekayaan, pangkat, dan kedudukan), dan ada yang hidupnya lebih banyak
diabdikan untuk mencari keridhaan Allah di negeri akhirat.
Namun, barometer yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk
menentukan siapa di antara manusia yang mulia di sisi-Nya adalah taqwa.
Berbahagialah orang yang dapat menata pemberian Allah berupa
berbagai kelebihan lalu dibarengi ketaqwaan, cerdik pandai lagi taqwa, berpunya lagi taqwa, berpangkat lagi taqwa, fisik sempurna lagi taqwa, betapa nikmat hidupnya. Semoga dengan taqwa
kita dapat mencapai derajat kemuliaan.
“.....
barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar. Dan
Dia memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya…. … dan
barang-siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya.”
(at-Thalaq/65 : 2-4)
Ayat
yang tengah diuraikan ini adalah penggalan ayat 2, penggalan ayat 3, dan penggalan ayat 4, Surah
At-Thalaq. Seutuhnya
ayat ini menjelaskan tentang masaiddah bagi perempuan, namun ada kaidah yang
dipedomani dalam memahami penjelasan Al-qur’an yang berbunyi “al
‘ibratu bi ‘umumillafzhi la bi hususissababi”, artinya ‘yang menjadi patokan adalah
keumuman lafadznya, bukan sebab yang khusus’.
Oleh
karena itu,
tentang ayat ini akan dibahas hal-hal
umum yang terkait dengan berbagai keutamaan yang diberikan oleh Allah SWT bagi
orang-orang bertaqwa,
yang terkandung dalam penggalan ayat tersebut.
Adapun
keutamaan-keutamaan tersebut,
yakni pertama, bagi siapa yang
bertaqwa kepada Allah,
maka Dia akan menjadikan baginya jalan keluar.
Seseorang
yang berada di dalam masalah, baik
masalah akibat perbuatan sendiri maupun masalah yang dibuat oleh orang lain
yang ikut menimpanya, akan
menjalani kehidupan yang tidak normal. Karenanya, keluar dari jeratan masalah
adalah suatu kenikmatan yang tak terkira.
Itu adalah rahmat Allah yang wajib disyukuri dengan
cara tetap memelihara ketaqwaan kepadaNya.
Kedua,
siapa saja yang bertqwa kepada Allah, maka Dia akan
memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangka. Bukankah hampir seluruh
aktivitas manusia alasannya
adalah mencari rezki? Bahkan
bagi orang beriman mencari rezki termasuk ibadah.
Bukankah
Nabi Muhammad SAW mengajarkan umatnya
dalam banyak do’a agar diberi rezki yang baik (thayyiban)? Lalu tiba-tiba Allah
memberi rezki yang tidak pernah diduga sebelumnya dari mana, dan dengan cara
bagaimana datangnya. Semua itu penyebabnya adalah taqwa kita kepada-Nya.
Ketiga,
barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Dia
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. Hal yang menjadikan manusia sibuk
dalam hidupnya adalah berbagai macam urusan, terkadang urusan manusia
menyebabkan temperatur emosinya tak terkendali bila mana urusannya terhambat
dengan berbagai alasan dan kondisi.
Oleh
karenanya fasilitas kemudahan urusan dari Allah juga merupakan nikmat yang
harus disyukuri dengan selalu membina diri dalam ketaqwaan.
Ketaqwaan
dapat membimbing hati manusia untuk merasakan nikmatnya dikasihi dan disayangi
Allah SWT. Diberi jalan keluar, diberi rezki yang tidak pernah diduga, dan
diberi kemudahan urusan itu adalah alamat cinta dan kasih sayang Allah SWT
kepada hamba-Nya. Syukurilah itu semua
dengan istiqamah dalam ketaqwaan. Semoga kita tergolong orang-orang yang
mendapat keutamaan.