Andi Nurlaela (isteri Sahban) foto bersama Hernita (anak pertama Sahban dan Andi Nurlaela) di depan sebuah hotel. Inzet: Sahban Liba.
------
PEDOMAN KARYA
Selasa,
14 Mei 2019
Biografi Sahban Liba (18):
Menikah di Enrekang dan Boyong Isteri ke Jakarta
Penulis: Hernita Sahban Liba
Setelah
lamarannya diterima, tentu saja Sahban sangat senang dan gembira. Hatinya
berbunga-bunga membayangkan bahwa ia akan segera memiliki isteri dan kemudian
mendapatkan beberapa anak dari hasil perkawinannya kelak.
Dengan
hati yang riang gembira, Sahban pun pamit kepada ibu dan saudara-saudara, serta
keluarga besarnya di Desa Kalosi, Enrekang, untuk selanjutnya kembali ke
Jakarta melaksanakan tugas sebagai seorang tentara marinir yang dikaryakan di
Kantor Pemda DKI Jakarta.
Sebelum
meninggalkan Enrekang, ia telah menitip pesan kepada keluarga dari perempuan
yang akan dinikahinya agar jangan jangan ada orang lain lagi yang melamar Andi
Nurlaela, gadis yang dipinangnya secara langsung di hadapan orangtua dan
keluarga Andi Nurlaela.
Setelah
tiba di Jakarta, Sahban kembali melaksanakan tugas sehari-hari sebagaimana biasanya.
Namun di tengah kesibukannya, ia tetap mempersiapkan segala yang biasa
disiapkan untuk pesta pernikahannya nanti di Desa Kalosi, Enrekang.
Beberapa
bulan kemudian, Sahban pun pamit kepada pimpinannya untuk pulang kampung untuk
melangsungkan pernikahannya. Keluarganya di kampung juga sudah melakukan
berbagai persiapan untuk pesta pernikahan Sahban dan Ani Nurlaela. Begitu pun
dengan keluarga pihak calon mempelai perempuan.
Perjalanan
pulang dari Jakarta ke Enrekang tentu saja memakan waktu yang cukup lama,
karena harus ditempuh selama beberapa hari, dan sepanjang perjalanan itu Sahban
tak henti-hentinya membayangkan suasana pesta pernikahannya dan masa depannya
kelak setelah memiliki isteri dan berkeluarga.
Tiba
di Desa Kalosi, Sahban pun disambut penuh suka-cita. Persiapan pesta sudah
disiapkan sedemikian rupa dan kemudian pesta pun dilangsungkan secara sederhana
pada 3 Juli 1971. Seusai menikah, Sahban masih tinggal selama beberapa hari di
kampungnya dan setelah masa cutinya berakhir, ia pun memboyong isterinya, Andi
Nurlaela ke Jakarta.
Tentu
saja kepergian keduanya diiringi tangis dan do’a dari keluarga mereka. Keluarga
Sahban menangis terharu, karena Sahban akhirnya menikah pada usia yang sudah
sangat matang, yakni 34 tahun.
Sebaliknya,
keluarga Andi Nurlaela menangis sedih, karena Andi Nurlaela terpaksa harus ikut
suaminya ke Jakarta dan meninggalkan kampung halaman beserta keluarganya.
Mereka harus merelakan Andi Nurlaela pergi jauh karena harus mengikuti suaminya
yang bertugas sebagai tentara marinir di Jakarta.
Dalam
perjalanan dari Enrekang ke Jakarta, keduanya tentu saja selalu bersama dan
menjadi akrab satu sama lain, padahal sebelumnya mereka nyaris tidak pernah
bertemu. Kebersamaan dan keakraban itulah yang membuat Sahban dan Ani Nurlaela
saling mengenal serta berjanji akan selalu bersama dalam menjalani mahligai
rumah-tangga.
Sahban
pun menceritakan perjalanan hidupnya mulai meninggalkan Enrekang menuju
Makassar untuk sekolah, dan kemudian ke Surabaya untuk melanjutkan pendidikan,
lalu akhirnya masuk militer setelah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September
1965 yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI), sebuah peristiwa kelam
dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia yang kemudian dikenal dengan
sebutan G-30-S PKI.
Ia
tak lupa menceritakan pengalamannya selama bekerja sebagai militer aktif yang
dikaryakan di Kantor Pemda DKI Jakarta di bawah pimpinan Gubernur Ali Sadikin
yang tegas namun penyayang dan penuh pengertian.
Rumah
yang mereka akan tempati di Jakarta pun ia ceritakan, dan semua cerita itu
diterima dengan penuh gembira oleh Andi Nurlaela. Perempuan kampung pilihan
hatinya itu ternyata seorang yang terdidik dengan sangat baik dan siap menerima
risiko apapun setelah berumah tangga.
Bagi
Andi Nurlaela, kesetiaan dan pengabdian kepada suami di atas segala-galanya.
Didikan agama yang terima membuat dirinya telah bertekad menjadi isteri yang
baik, setia, dan hormat kepada suami.
Maka
Andi Nurlaela pun menerima dengan suka-cita ketika tiba di Jakarta dan ternyata
ia bersama suaminya tinggal dan menempati rumah kecil di pinggir kali, di atas
tanah seluas kurang lebih 70 meter persegi.
Sahban
dan Andi Nurlaela pun menjalani hidup berumah tangga dengan sederhana. Dalam
kesederhanaan itu, keduanya ternyata mendapat cobaan yang cukup berat untuk
ukuran pasangan pengantin baru. Cobaan itu adalah mereka belum dikaruniai anak
hingga tiga tahun pertama perkawinan mereka.
Barulah
pada tahun keempat, Andi Nurlaela hamil. Tentu saja Sahban sangat gembira dengan
kehamilan Andi Lala, sapaan akrab isterinya. Keduanya pun mengucapkan syukur
atas kehamilan Andi Lala.
Mereka
pun melakukan berbagai persiapan untuk menyambut kelahiran anak pertama mereka.
Setelah menunggu selama kurang lebih sembilan bulan, anak mereka pun lahir
dengan jenis kelamin perempuan. Keduanya lalu sepakat memberi nama kepada anak
pertamanya, HERNITA, singkatan dari HARI INI DAPAT JUTAAN. (bersambung)
Editor:
Asnawin Aminuddin
------
Baca juga:
Baca juga: