Ali Sadikin pernah memaki, menampar, bahkan melempar asbak rokok ke para staf yang tidak
becus. Ia memberikan sanksi pada 14 PNS, dua di antaranya dipecat,
karena bolos dan mangkir dari tugas. Di sisi lain, beliau telah mengangkat
sekitar 6.000 orang pegawai lepas menjadi PNS untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka.
------
PEDOMAN
KARYA
Rabu,
08 Mei 2019
Biografi Sahban Liba (14):
Pelajaran dari Ketegasan Gubernur DKI Jakarta
Penulis: Hernita Sahban Liba
Tugas sipil menertibkan guru-guru Sekolah Dasar (SD) di seluruh Kota Jakarta dilaksanakan dengan baik oleh Sahban yang seorang marinir. Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin mengapresiasi selesainya tugas tersebut dan ia pun menyiapkan tugas berikutnya kepada Sahban.
Tugas
baru itu ialah menjadi Kepala Keamanan dalam
lingkungan Balaikota Pemerintah DKI Jakarta. Ia menjadi staf pribadi dari Ali
Sadikin. Selama menjadi staf Ali Sadikin, Sahban beberapa kali berkunjung ke
Istana Presiden.
Setiap
pagi Sahban masuk kantor jam 6.30 WIB,
dan Pak Ali Sadikin datang ke Kantor tepat jam 7.00 WIB dengan mobil Land Rover. Mobil Land Rover ini telah menjadi ikon beliau. Di belakangnya sering
berlari anak-anak kecil sambil berteriak “Bang Ali, Bang Ali”. Hal ini
menunjukkan kalau walaupun terkesan menyeramkan, Bang Ali justru dekat dengan
rakyat. Dengan mobil ini, beliau berkeliling Jakarta, menyapa pedagang asongan
dan menanyakan kartu identitasnya.
Suatu ketika Ali Sadikin mengajak Sahban jalan dengan mengendarai mobil Land Rover-nya. Di atas mobil, beliau memerintahkan supirnya menuju ke Tanjung Priok.
Di
tengah Jalan Martadinata, tepatnya di
depan Kantor
Walikota Jakarta Utara, beliau memerintahkan supirnya agar berhenti. Ternyata
beliau melihat di jalanan depan kantor Walikota ada sebuah lubang yang besar
dan kalau tidak hati-hati motor dapat saja terjebak masuk ke dalam lubang tersebut.
Dengan
walky talky beliau memerintahkan
ajudannya memanggil Kepala
PU Pemerintah DKI Jakarta. “Kepala PU segera datang ke Jalan Martadinata untuk
menutup lubang yang ada di jalan raya depan kantor Walikota sekarang, dan akan
saya cek nanti sore!” Demikian perintah Ali Sadikin kepada Kepala Dinas PU
Jakarta.
Setelah itu perjalanan dilanjutkan
ke Pelabuhan Tanjung Priok.
Di pintu pelabuhan ada seorang anggota Dinas Perhubungan Darat sedang mengatur
keluar masuknya kendaraan dari dan ke pelabuhan. Beliau memanggil petugas
tersebut yang bernama Pak Pangerapan, sesuai yang ada di label namanya di dada.
Beliau
bertanya, “Kamu tugas dimana?”
“Saya
tugas disini Pak Gubernur..” jawab Pak Pangerapan.
“Mana
surat tugasmu?” tanya
Gubernur Ali Sadikin lagi.
Pada
saat ia menunjukkan surat tugasnya ternyata dia bertugas di Jakarta Selatan.
Akhirnya Pak Gubernur langsung menelpon kepala DLLAJR agar memanggil anak
buahnya tersebut dan menghukumnya. Besok paginya kepala DLLAJR memanggil Pak
Pangerapan dan dihukum berdiri di bawah tiang bendera di depan Balaikota.
Masih
banyak lagi ketegasan-ketegasan Bapak Gubernur Ali Sadikin selama Sahban berada
di samping beliau. Beliau pernah menampar anggota TNI AL yang melanggar lalu
lintas saat berpapasan dengan mobilnya di Jalan
DI Panjaitan. Ia marah karena anggota tersebut seenaknya memakai jalan dan
memalukan Korps Angkatan Laut.
Ali Sadikin pernah memaki, menampar, bahkan melempar asbak rokok ke para staf yang tidak
becus. Ia memberikan sanksi pada 14 PNS, dua di antaranya dipecat,
karena bolos dan mangkir dari tugas. Di sisi lain, beliau telah mengangkat
sekitar 6.000 orang pegawai lepas menjadi PNS untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka.
Sahban
mendampingi Gubernur Ali Sadikin
selama 7 tahun dari tahun 1970 sampai dengan 1977, saat beliau pensiun. Sahban
mengucapkan syukur atas bimbingan beliau, terutama masalah disiplin, kejujuran,
serta kesopanan dalam berbicara dengan rakyat yang datang menghadap di Kantor Pemerintah DKI Jakarta untuk mengurus keperluan masing-masing.
Sahban
benar-benar banyak memetik pelajaran dari ketegasan Gubernur DKI Jakarta Ali
Sadikin.
Setelah
itu, Sahban meminta agar tetap dikaryakan di Pemda DKI Jakarta. Saat itu titelnya adalah Sahban
Liba B.A. Sahban tidak ingin kembali ke kesatuan marinir Angkatan Laut karena melihat banyak
mantan anak buahnya sudah memiliki pangkat lebih tinggi dari dirinya.
Dengan
pertimbangan tersebut, permintaan Sahban dipenuhi dan Sahban
terus bekerja di Pemda DKI Jakarta hingga pensiunnya pada tanggal 17 Agustus
1995. (bersambung)
Editor: Asnawin Aminuddin