“Maka
bertaqwalah kamu kepada Allah sekuat kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah
….” (At-Taghabun/64 : 16)
-------
--------
PEDOMAN KARYA
Senin, 27 Mei 2019
Suluh Ramadhan
1440 H – Jalan Menuju Taqwa (22):
Pesan-pesan Allah tentang Taqwa (2)
Oleh: Abdul Rakhim
Nanda
(Wakil Sekretaris Muhammadiyah Sulsel / Wakil Rektor I
Unismuh Makassar)
-----
“Maka
bertaqwalah kamu kepada Allah sekuat kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah
….” (At-Taghabun/64 : 16)
-------
Untuk
menjadi seorang yang bertaqwa itu melalui proses perjalanan panjang, mulai dari mengenali jalan-jalan
menuju ke sana, melatih diri dalam kebiasaan-kebiasaan taqwa, hingga menjadikan taqwa
sebagai kepribadian.
Tahapan
selanjutnya adalah merajut nilai taqwa
menjadi satu-kesatuan dalam jiwa raga sepanjang waktu semasa manusia meniti
hidup, sehingga taqwa benar-benar
menjadi potret hidup seseorang tanpa mengenal waktu dan tempat.
Hal
ini yang ditekankan juga oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam haditsnya yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Tirmidzi; “Bertaqwalah
kepada Allah dimanapun engkau berada, dan hendaklah setelah
melakukan keburukan, engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya, serta
bergaullah dengan orang lain dengan akhlaq yang baik.”
-----
Artikel terkait:
Pesan-pesan Allah tentang Taqwa (1)
-----
Artikel terkait:
Pesan-pesan Allah tentang Taqwa (1)
------
Ittaqullaha mastata’tum
dalam ayat 16 surah at-Taghabun ini, oleh Sayyid
Qutb dalam Fie Zilalil Qur’an
mengantarkan pemahaman realistis bahwa sebagai tanda kelembutan dan kasih
sayang Allah SWT terhadap hamba-Nya,
maka Dia ‘meminta’ hamba-Nya
untuk taat menurut kesanggupan-nya.
Sayyid Qutb merujuk kepada hadits
Rasulullah Muhammad SAW, beliau
bersabda; Apabila aku melarangmu terhadap
sesuatu, maka jauhilah sepenuhnya perkara itu, dan apabila aku menyuruh kalian
melakukan sesuatu maka kerjakanlah sesuai dengan kemampuanmu. (HR Bukhari
dan Muslim).
Selanjutnya
Sayyid Qutb menambahkan penjelasan bahwa, dalam hal larangan terhadap sesuatu
itu tidak ada dispensasi, karenanya larangan harus dijauhi dengan sempurna
tanpa pengecualian sedikitpun.
Adapun
terkait dengan ketaatan dalam suatu perintah tidak ada batasannya, oleh karenanya Allah
SWT menerima ketaatan seseorang sesuai kemampuannya. Itulah yang kita sebut
dalam awal alinea ini sebagai ‘pemahaman realistis.’
Namun,
Quraish Shihab dalam Al Misbah memberikan pandangan lain. Dia
menjelaskan
kata mastata’tum dengan pengertian
‘sekuat kemampuan kamu’. Hal ini mengandung makna bahwa seorang hamba yang
memahami hakekat taqwa --yang telah menempuh proses panjang tadi (pen.)--
diperintahkan untuk menghimpun semua daya yang dapat ditampung oleh kemampuan
untuk menjalankan ketaqwaan.
Pengertian
inilah yang ditekankan oleh seorang ulama Muhammadiyah dari Sulawesi Selatan, KH
Djamaluddin Amien rahimahullah
dalam Hadiyatun Najah kepada
orang-orang yang pernah belajar dalam majlis ta’limnya.
Adapun kata dengarkanlah (wasma’uw) dalam ayat ini bermakna ‘perkenankan dan terimalah dengan sepenuh hati’,
sedangkan kata ta’atlah (wa ati’uw)
bermakna ‘amalkanlah’ yakni pengamalan syari’at
di dunia nyata dalam kehidupan.
Berupayalah untuk
selalu bertaqwa sekuat-kuat kemampuan, terimalah, dan ta’atlah senantiasa.