Harto Imayaduddin yang diangkat menjadi karyawan tidak tetap pada tahun 1990, kini mendapat tugas sebagai Staf Khusus Rektor Unismuh Makassar Bidang Keamanan. Foto diabadikan pada Kamis, 20 Juni 2019, di Ruang CCTV Lantai 2 Rektorat Lama Kampus Unismuh, Jl Sultan Alauddin, Makassar. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
---
PEDOMAN KARYA
Jumat, 21 Juni 2019
Harto
Imayaduddin, Staf Khusus Rektor Unismuh Bidang Keamanan (1):
Harto Tidak Mendaftar ASN Demi Mengabdi di Unismuh Makassar
Oleh: Asnawin Aminuddin
(Wartawan Pedoman
Karya)
Pada akhir tahun 80-an,
Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar masih berkampus di Jalan Ranggong,
Makassar. Selain itu, Unismuh juga punya kampus II di Jl Mappaoddang. Meskipun
memiliki kampus pada dua lokasi berbeda, Unismuh Makassar ketika itu bukanlah
kampus besar.
Jumlah mahasiswanya
masih tergolong kurang dan sebagian besar adalah mahasiswa Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan. Dengan kondisi tersebut, maka gaji dosen dan karyawannya
pun kecil.
Dalam kondisi seperti
itulah, Harto Imayaduddin diangkat menjadi karyawan tidak tetap. Tentu juga
gajinya kecil, tetapi Harto tetap senang karena sudah mendapat gaji saat masih
berstatus mahasiswa Program Studi (dulu disebut jurusan) Kurikulum dan
Teknologi Pendidikan (KTP) FKIP Unismuh Makassar.
“Saya masuk kuliah di
Unismuh tahun 1988, dan tahun 1990 saya diangkat sebagai karyawan berdasarkan
surat tugas dari rektor (KH Djamaluddin Amien) dan mendapat gaji honor dari
FKIP,” ungkap Harto kepada Pedoman Karya,
di Kampus Unismuh Makassar, Kamis, 20 Juni 2019.
--------
Tulisan bagian 2:
Menikmati Indahnya Perjuangan Hidup dengan Gaji Kecil di Unismuh Makassar
--------
Sebelum kuliah di
Unismuh, pria kelahiran Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), 19 Desember 1965 ini sempat kuliah pada Program
Studi Pendidikan Sejarah, FKIP, Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI,
sekarang berubah menjadi Universitas Pejuang Republik Indonesia disingkat UPRI)
Makassar.
Anak dari Muhammad
Yasin (alm) dan Sitti Sarah ini berhenti kuliah di UVRI karena faktor biaya. Ia
kemudian memutuskan pindah kuliah ke Unismuh, karena kebetulan tempat
tinggalnya berada di belakang Kampus I Unismuh Makassar, Jl Ranggong.
Setelah kuliahnya
selesai pada tahun 1992, ia diperhadapkan pada dua pilihan. Mendaftar Aparatur
Sipil Negara (ASN, dulu disebut Pegawai Negeri Sipil, disingkat PNS) agar
kondisi ekonominya menjadi lebih baik dan lebih terjamin atau tetap bekerja
sebagai karyawan Unismuh Makassar dengan gaji kecil.
“Kami, para alumni yang
sudah dikaryawankan di Unismuh, sempat pamit kepada Pak Kiyai (sapaan akrab KH
Djamaluddin Amien, Rektor Unismuh Makassar ketika itu) untuk mendaftar sebagai
PNS, tetapi dalam pengajian rutin yang beliau adakan setiap selesai shalat zuhur,
beliau selalu berpesan agar kader-kader Muhammadiyah menghidupkan amal usaha
Muhammadiyah. Beliau sering bilang, siapa lagi yang mau sama-sama membesarkan
Unismuh sebagai amal usaha Muhammadiyah kalau bukan kita sesama kader
Muhammadiyah,” tutur Harto.
Kalimat yang
disampaikan Pak Kiyai itu, oleh Harto dirasakan sangat menyentuh hati. Hatinya tersentuh
karena ia adalah kader tulen Muhammadiyah yang pernah merasakan pelatihan dan
perkaderan di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), di Tapak Suci Putra Muhammadiyah,
serta di Kokam (Komando Kesiap-siagaan Angkatan Muda Muhammadiyah) Pemuda
Muhammadiyah.
“Hati kami benar-benar
tersentuh dengan ucapan Pak Kiyai. Makanya saya dan teman-teman memutuskan
tetap mengabdi di Unismuh, padahal salah seorang teman kami bahkan sudah lulus
jadi guru dan ditempatkan di daerah, tetapi kemudian mengundurkan diri dan
tetap memilih mengabdi di Unismuh Makassar,” tutur Harto. (bersambung)
---------
Tulisan bagian 3:
Terkena Sabetan Parang, Harto Tak Kapok Jadi “Sekuriti” Unismuh Makassar
--------
Baca juga:
Lahir di Bima, Kuliah di Makassar, Berkiprah di Jakarta
Rakhim Nanda, KH Djamaluddin Amien, dan Kebahagiaan
Rektor Unismuh di Mata Mantan Rektor
---------
Tulisan bagian 3:
Terkena Sabetan Parang, Harto Tak Kapok Jadi “Sekuriti” Unismuh Makassar
--------
Baca juga:
Lahir di Bima, Kuliah di Makassar, Berkiprah di Jakarta
Rakhim Nanda, KH Djamaluddin Amien, dan Kebahagiaan
Rektor Unismuh di Mata Mantan Rektor