Jika ada kesempatan, Sahban kerap mambawa keluarganya makan bersama di restoran. Jauh sebelum pensiun, Sahban sudah memikirkan apa yang akan dilakukannya. (Foto dokumentasi keluarga)
---------
PEDOMAN
KARYA
Kamis,
04 Juli 2019
Biografi Sahban Liba (22):
Mau Jadi Apa Setelah Pensiun?
Penulis: Hernita Sahban Liba
Sekitar
tahun 1980, Sahban masih aktif di Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota (DKI) Jakarta sebagai karyawan yang diperbantukan
dari marinir Angkatan Laut. Menurut perhitungan masa tugas pegawai, Sahban akan
pensiun pada tanggal 17 Agustus 1995.
Pada
masa-masa sebelumnya, Sahban selalu
mengadakan pertemuan “kangen-kangenan”
dengan teman-temannya
seangkatan dari Marinir AL. Dalam setiap pertemuan, ada saja yang diissukan
sesama anggota. Hal yang paling berkesan di hati Sahban adalah pertanyaan yang
dilontarkan oleh temannya,
Amir Bima.
Amir
Bima langsung mengajukan pertanyaannya kepada Sahban di depan teman-temannya sesama marinir.
“Kalau
Pak Sahban dan teman-teman yang lain pensiun, apa akan menjadi Satpam (Satuan Pengamanan) atau
jadi herdernya orang berduit dengan gaji yang lumayan?” tanya Amir Bima.
Pertanyaan
ini menggelitik sampai berhari-hari dan langsung ke dalam lubuk hati Sahban
yang paling dalam.
“Mau
jadi apa setelah pensiun?” Pertanyaan itu diulang-ulang dalam hati. Ia
tidak dapat menjawabnya,
pikirannya melanglang buana dengan asumsi bahwa pertanyaan tersebut
benar dan perlu ditindak-lanjuti.
Dari
hari ke hari, dari bulan ke bulan, dan dari tahun ke
tahun, ia selalu mengingat dan mengulang-ulang pertanyaan itu.
Selesai
shalat tahajud, ia merenungi
apa makna dari ucapan tersebut dan kemana arah yang ia tempuh. Ia teringat
nasehat-nasehat yang ia
peroleh saat penataran manajemen dan kepemimpinan selama bekerja di Pemerintah DKI Jakarta.
Ia
teringat ucapan salah seorang penatar yang mengatakan “If you
don’t know where are you going, any road will take you there”.
Mungkin sama dengan ungkapan yang biasa kita dengar diucapkan oleh para penatar
yang mengatakan “Banyak jalan
menuju Roma.”
Sekitar
tahun 1985, 10 tahun menjelang pensiun, Sahban sudah mulai merasakan cepatnya
pergantian tahun. Hati sudah mulai bertanya-tanya jalan apa yang akan a pilih,
apa menetap di Jakarta atau kembali ke kampung.
“Mau
jadi apa setelah pensiun?” Pertanyaan itu kembali terngiang di telinganya.
Sahban
kemudian menggunakan kesempatan cuti ke kampung bersama istri dengan membawa tiga anaknya, yakni Hernita, Amsal, dan Arfiany.
Sebenarnya masih ada satu lagi anaknya, yaitu Arsal, yang merupakan saudara
kembar dari Amsal, tetapi Amsal sudah lama tinggal di kampung, tinggal di
Enrekang bersama neneknya dan bersekolah di sana.
Setiap
pulang ke Makassar, Sahban bersama isteri dan anak-anaknya selalu menginap di
Hotel Marannu milik Andi Sose. Jika ia datang, maka keluarga
dan handai taulan biasanya datang
untuk bertemu.
Dari
hotel tersebut, mereka kemudian meneruskan perjalanan ke Desa Kalosi membawa
istri dan anak-anak, sambil bertemu dengan Arsal yang sedang bersekolah di
Kalosi, Enrekang. (bersambung)
Editor:
Asnawin Aminuddin
--------
Bagian 21: Mendidik Anak dengan Budaya Disiplin