JUDUL BERITA ini
sebenarnya bagus dan menarik, khususnya untuk segmen pembaca yang disasar oleh
media yang memberitakannya, karena berita ini menyangkut dugaan penghinaan yang
dilakukan oleh AJ (Ahmad Jais), salah seorang Anggota DPRD Takalar terpilih
periode 2019-2024 dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), terhadap Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) Takalar.
PEDOMAN KARYA
Senin, 02 September
2019
BAHASA
Perlunya
Wartawan Belajar Bahasa
Kita belajar Bahasa
Indonesia secara formal sejak kelas satu SD sampai kelas tiga SMA (atau sekolah
lain yang sederajat). Artinya, kita belajar Bahasa Indonesia selama 12 tahun
berturut-turut.
Maka seharusnya kita
sudah bisa membedakan cara penulisan yang benar antara “DI” sebagai awalan dan “DI”
sebagai kata depan, apalagi bagi orang yang sudah terjun sebagai wartawan di
dunia jurnalistik.
Wartawan juga seharusnya
bisa membedakan antara “CUITAN” (dari kata CUIT) dan “CIUTAN” (dari kata CIUT).
Sayangnya, ternyata
masih ada wartawan yang belum bisa membedakannya. Belum bisa membedakan antara “DI”
sebagai awalan, dan “DI” sebagai kata depan, serta perbedaan antara “CIUTAN”
dan “CUITAN.”
Maka lahirlah berita
berjudul, “Minggu Ini, AJ di Panggil dan Diperiksa Penyidik Polres Takalar Atas
Ciutannya Di Medsos di Duga Hina PWI.”
Judul berita ini
sebenarnya bagus dan menarik, khususnya untuk segmen pembaca yang disasar oleh
media yang memberitakannya, karena berita ini menyangkut dugaan penghinaan yang
dilakukan oleh AJ (Ahmad Jais), salah seorang Anggota DPRD Takalar terpilih
periode 2019-2024 dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), terhadap Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) Takalar.
Sayangnya, sebagian
pembaca kemungkinan merasa terganggu membaca judul berita tersebut, karena kekeliruan penggunaan "DI" sebagai awalan dan "DI" sebagai kata depan. Di sinilah
perlunya wartawan belajar bahasa, lebih khusus lagi Bahasa Indonesia
Jurnalistik.
Mohon maaf, ini hanya
curhat seorang pembaca.
Ahad, 18 Agustus 2019
Asnawin Aminuddin
---------
Baca juga: