Bahasa Tionghoa Lama adalah bahasa yang umum pada zaman awal dan pertengahan Dinasti Zhou (abad ke-11 hingga 7 SM). Hal ini dibuktikan dengan adanya ukiran pada artefak-artefak perunggu, puisi Shijing, sejarah Shujing, dan sebagian dari Yijing (I Ching). - Sulaiman Gosalam -
------
PEDOMAN KARYA
Ahad, 15 September 2019
Sejarah
Bahasa Tionghoa – Indonesia (1)
Oleh: Sulaiman Gosalam (Go Tjie Kiong)
(Dosen Unhas Makassar / Pembina PITI Sulsel)
Kategorisasi
perkembangan Bahasa Tionghoa masih menjadi perdebatan di antara para ahli
bahasa. Salah satu sistem yang pertama diciptakan oleh ahli bahasa Swedia bernama
Bernhard Karlgren; sistem yang sekarang dipakai merupakan revisi dari sistem
ciptaannya.
Bahasa Tionghoa Lama
adalah bahasa yang umum pada zaman awal dan pertengahan Dinasti
Zhou (abad ke-11 hingga 7 SM). Hal ini dibuktikan dengan adanya ukiran
pada artefak-artefak perunggu, puisi Shijing, sejarah Shujing, dan
sebagian dari Yijing (I Ching).
Tugas merekonstruksi
Bahasa Tionghoa Lama dimulai oleh para filologis dinasti Qing. Unsur-unsur
fonetis yang ditemukan dalam kebanyakan aksara Tionghoa juga menunjukkan
tanda-tanda cara baca lamanya.
Bahasa Tionghoa
Pertengahan adalah bahasa yang digunakan pada zaman dinasti
Sui, Dinasti Tang dan Dinasti Song (dari abad ke-7 hingga
10 Masehi). Bahasa ini dapat dibagi kepada masa awalnya - yang direfleksikan
oleh tabel rima Qieyun 切韻
(601 M) dan masa akhirnya pada sekitar abad ke-10 - yang direfleksikan oleh
tabel rima Guangyun 廣韻.
Bernhard Karlgren menamakan
masa ini sebagai “Tionghoa Kuno”. Ahli-ahli bahasa yakin mereka dapat membuat
rekonstruksi yang menunjukkan bagaimana Bahasa Tionghoa Pertengahan diucapkan.
Bukti cara pembacaan Bahasa Tionghoa Pertengahan ini datang dari berbagai
sumber: varian dialek modern, kamus-kamus rima, dan transliterasi asing.
Sama seperti bahasa
Proto-Indo-Eropa yang bisa direkonstruksi dari bahasa-bahasa Eropa modern, Bahasa
Tionghoa Pertengahan juga bisa direkonstruksi dari dialek-dialek modern.
Selain itu, filologis
Tionghoa zaman dulu telah berjerih payah dalam merangkum sistem fonetis
Tionghoa melalui “tabel rima”, dan tabel-tabel ini kini menjadi dasar karya
ahli-ahli bahasa zaman modern. Terjemahan fonetis Tionghoa tehadap kata-kata
asing juga memberikan banyak petunjuk tentang asal-muasal fonetis bahasa
Tionghoa Pertengahan.
Meskipun begitu,
seluruh rekonstruksi bahasa tersebut bersifat sementara. Para ahli telah
membuktikan misalnya, melakukan rekonstruksi bahasa Kantonis modern dari
rima-rima musik Kantonis (Cantopop) modern akan memberikan gambaran yang sangat
tidak tepat mengenai bahasanya.
Perkembangan bahasa
Tionghoa lisan sejak masa-masa awal sejarah hingga sekarang merupakan
perkembangan yang sangat kompleks. Klasifikasi di bawah menunjukkan bagaimana
kelompok-kelompok utama Bahasa Tionghoa berkembang dari satu bahasa yang sama
pada awalnya.
Hingga pertengahan abad
ke-20, kebanyakan orang Tiongkok yang tinggal di selatan Tiongkok tidak dapat
berbahasa Mandarin. Bagaimanapun juga, walaupun adanya campuran antara
pejabat-pejabat dan penduduk biasa yang bertutur dalam berbagai dialek
Tionghoa.
Mandarin Nanjing menjadi
dominan setidaknya pada masa Dinasti Qing yang menggunakan Bahasa
Manchu sebagai bahasa resmi.
Sejak abad ke-17, pihak
Kekaisaran telah membentuk Akademi Orthoepi (正音書院
Zhengyin Shuyuan) sebagai upaya agar cara pembacaan mengikuti standar Beijing (Beijing
adalah Ibukota Qing), tetapi upaya tersebut kurang berhasil.
Mandarin Nanjing
akhirnya digantikan penggunaannya di pengadilan kekaisaran dengan Mandarin Beijing
dalam 50 tahun terakhir Dinasti Qing pada akhir abad ke-19.
Bagi para penduduk biasa,
meskipun berbagai variasi Bahasa Tionghoa telah dituturkan di Tiongkok pada
waktu itu, Bahasa Tionghoa yang standar masih belum ada. Penutur-penutur
non-Mandarin di selatan Tiongkok juga terus berkomunikasi dalam dialek-dialek
daerah mereka dalam segala aspek kehidupan.
Keadaan berubah dengan
adanya (di Tiongkok dan Taiwan) sistem pendidikan sekolah dasar yang mempunyai
komitmen dalam mengajarkan Bahasa Mandarin. Hasilnya, Bahasa Mandarin sekarang
dituturkan dengan lancar oleh hampir semua orang di Tiongkok
Daratan dan Taiwan. Di Hong Kong, bahasa pendidikan masih
tetap Bahasa Kantonis ,namun Mandarin semakin lama menjadi semakin
penting.
Empat kelompok utama
bahasa Tionghoa di Indonesia adalah Hokkien (Min Selatan;
Min Nan), Mandarin, Hakka, dan Kantonis. Selain itu,
orang-orang Teochew berbicara dengan dialek mereka sendiri yang
memiliki tingkat pemahaman yang sama dengan Hokkien. Namun, perbedaan antara
keduanya menonjol di luar wilayah asalnya.
Ada sekitar 2,2 juta
penutur asli dari pelbagai varietas bahasa Tionghoa di Indonesia pada tahun
1982: terdiri atas 1.300.000 penutur varietas Min Selatan (termasuk Hokkien dan
Teochew); 640.000 penutur bahasa Hakka; 460.000 penutur bahasa Mandarin; 180.000
penutur bahasa Kanton; dan 20.000 penutur dari varietas Timur Min (termasuk
dialek Fuzhou). Selain itu, sekitar 20.000 berbicara dengan dialek bahasa
Indonesia yang berbeda.
Bahasa
Mandarin
Bahasa Mandarin
(Tradisional: 北方話, Sederhana: 北方话, Hanyu
Pinyin: Běifānghuà, harafiah: "bahasa percakapan Utara" atau 北方方言 Hanyu
Pinyin: Běifāng Fāngyán, harafiah: "dialek Utara") adalah dialek Bahasa Tionghoa yang dituturkan di sepanjang utara
dan barat daya Republik Rakyat Tiongkok.
Kata
"Mandarin", dalam bahasa Inggris (dan mungkin juga Indonesia),
digunakan untuk menerjemahkan beberapa istilah Tionghoa yang berbeda yang
merujuk kepada kategori-kategori bahasa Tionghoa lisan.
Dalam pengertian
yang sempit, Mandarin berarti Putonghua 普通话 dan Guoyu 國語
yang merupakan dua bahasa standar yang hampir sama yang didasarkan pada bahasa
lisan Beifanghua.
Putonghua adalah
bahasa resmi Tiongkok dan Guoyu adalah bahasa
resmi Taiwan. Putonghua - yang
biasanya malah dipanggil Huayu - juga adalah salah satu dari empat
bahasa resmi Singapura.
Dalam pengertian
yang luas,
Mandarin berarti Beifanghua (secara harfiah berarti
"bahasa percakapan Utara"), yang merupakan sebuah kategori yang luas
yang mencakup beragam jenis dialek percakapan yang digunakan sebagai bahasa
lokal di sebagian besar bagian utara dan barat daya Tiongkok, dan menjadi dasar
bagi Putonghua dan Guoyu.
Beifanghua mempunyai
lebih banyak penutur daripada bahasa apapun yang lainnya dan terdiri dari
banyak jenis termasuk versi-versi yang sama sekali tidak dapat dimengerti.
Seperti
ragam-ragam bahasa Tionghoa lainnya, ada banyak orang yang
berpendapat bahwa bahasa Mandarin itu merupakan semacam dialek, bukan
bahasa.
Nama lain dari bahasa
Mandarin: Guoyu - (Hanzi: 國語)
adalah sebutan lain bagi dialek Utara bahasa Han yang kita kenal
sebagai bahasa Mandarin. Guoyu berarti harfiah "bahasa
nasional", sesuai dengan kenyataan bahasa Mandarin ditetapkan
sebagai bahasa resmi pemerintahan dan nasional di beberapa negara
seperti Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Tiongkok di Taiwan.
Huayu (Hanzi: 華語)
adalah nama lain dari dialek Utara bahasa Han yang kita kenal sebagai
bahasa Mandarin sekarang ini. Huayu berarti harfiah "bahasa
Hua", merupakan bahasa yang umum digunakan oleh orang Tiongkok dalam hal
ini menunjuk kepada bahasa Mandarin yang luas dituturkan.
Kata
"Mandarin" dalam Bahasa Indonesia sendiri diserap dari Bahasa
Inggris yang mendeskripsikan Bahasa Tionghoa juga sebagai Bahasa Mandarin.
Namun sebenarnya, kata “Mandarin” ini diserap bahasa Inggris
dari Portugis Mandarin, yang berasal dari Melayu yakni [ˈməntəri] menteri.
Sumber yang lain
menyebutkan Mandarin secara harfiah berasal dari sebutan orang asing kepada
pembesar-pembesar Dinasti Qing pada zaman dulu.
Dinasti Qing adalah
dinasti yang didirikan oleh suku Manchu, sehingga pembesar-pembesar
kekaisaran biasanya disebut sebagai Mandaren (Hanzi: 滿大人)
yang berarti “Pembesar Manchu”. Dari sini, bahasa yang digunakan oleh para
pejabat Manchu waktu itu juga disebut sebagai “Bahasa Mandaren”. Penulisannya
berevolusi menjadi “Mandarin” di kemudian hari. (bersambung)
-------
Artikel bagian ke-2:
Sejarah Bahasa Tionghoa – Indonesia (2-habis)
-------
Artikel bagian ke-2:
Sejarah Bahasa Tionghoa – Indonesia (2-habis)