SAPAAN AL-QUR'AN. Berdasarkan
penelusuran dalam Al-Qur’anul kariem
yang terdiri dari 30 juz’, 114 surah, dan 6236 ayat, terdapat 89 ayat yang
mengandung kata-kata “yaa ayyuhalladziina
aamanuu…” (wahai orang-orang yang beriman…), 88 ayat yang terdapat di
permulaan ayat dan satu di antaranya yang terdapat di tengah ayat, yaitu
surah Al-Ahdzaab (33) ayat 56. Dari jumlah
ayat ini terlihat bahwa 89 dari 2636 ayat, atau 1,4% dari Al-Qur’an merupakan sapaan khusus kepada orang-orang yang beriman.
-------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 03 Januari 2020
Al-Qur’an Menyapa
Orang-Orang Beriman
Oleh : Abdul Rakhim
Nanda
Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuhu. Insya Allah, mulai 01 Januari 2020 Masehi, bertepatan dengan 06 Jumadil Awwal 1441 Hijriyah, selama 89 hari ke depan, akan kita manfaatkan untuk mencermati 89 ayat yang mengandung kata-kata “yaa ayyuhalladziina aamanuu…”.
Mohon do’a dari pembaca semoga Allah SWT memberikan
kekuatan kepada kami untuk menyelesaikan misi dakwah ini. Terima kasih
atas perkenan para pembaca yang budiman. Wassalamu alaykum warahmatullahi wa barakatuh.
---
Pendahuluan
Berdasarkan
penelusuran dalam Al-Qur’anul kariem
yang terdiri dari 30 juz’, 114 surah, dan 6236 ayat, terdapat 89 ayat yang
mengandung kata-kata “yaa ayyuhalladziina
aamanuu…” (wahai orang-orang yang beriman…), 88 ayat yang terdapat di
permulaan ayat dan satu di antaranya yang terdapat di tengah ayat, yaitu
surah Al-Ahdzaab (33) ayat 56.
Dari jumlah
ayat ini terlihat bahwa 89 dari 2636 ayat, atau 1,4% dari Al-Qur’an merupakan sapaan khusus kepada orang-orang yang beriman.
Melihat jumlah yang amat kecil ini, maka dapat disusun pertanyaan-pertanyaan;
apakah orang-orang beriman itu sendiri sudah membaca ayat ini?
Kalau sudah,
apakah sudah diupayakan untuk memahaminya dengan sepenuh perhatian dan
mengharap ridha Allah? Selanjutnya,
apakah sudah diupayakan secara sungguh-sungguh untuk mengamalkan
perintah-perintah yang dikandung ayat tersebut? Apakah sudah diupayakan dengan
sungguh-sungguh untuk meninggalkan larangan-larangan-Nya?
Jawabannya
tentunya kembali kepada orang-orang beriman itu sendiri, baik secara individu
ataupun secara kelompok (organisasi).
Jika sederetan
pertanyaan tersebut jawabannya semuanya “belum”, kapankah akan dicoba untuk
memulainya? Bagaimana pula pengakuan sebagai “orang-orang yang beriman” yang
disandang selama ini?
Jika 1,4% ayat Al-Qur’an belumlah dapat ditunaikan, bagaimana dengan 98,6%
selebihnya, padahal sudah sama diyakini oleh orang-orang yang beriman bahwa Al-Qur’an yang tidak ada keraguan di
dalamnya, adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa (QS (2): 2), mengapa
masih enggan juga untuk
memperhatikannya.
Maka tentu
bukan hal yang mengherankan jika dimana-mana terdapat ketidak-seimbangan hidup, karena hidup tidak dalam bimbingan Allah, melainkan hidup dengan
meraba-raba tanpa pegangan dan pedoman yang jelas. Sudah tentu pula hidup yang
demikian ini tidak mempunyai tujuan yang jelas, hidup yang tidak mempunyai
pengharapan.
Allah subhanahu wata’ala
Yang Maha Pengasih, Penyayang, menyiapkan diri-Nya untuk membimbing setiap hamba-hamba-Nya yang
beriman, sebagaimana firman-Nya: Allahlah
Pemimpin bagi orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari
gelap-gulita kepada terang-benderang. Akan tetapi orang-orang kafir,
pemimpinnnya adalah thaghuut (pelanggar-pelanggar batas), mereka (thaghuut) itu akan
mengeluarkan mereka dari cahaya terang kepada gelap-gulita. Mereka itulah ahli
neraka. Mereka kekal di dalamnya (Al-Baqarah/2: 257).
Allah-lah yang akan membimbing
hamba-Nya yang beriman, namun masih sering ada di antara hamba yang tidak mau
menyiapkan dirinya secara tulus dan ikhlas untuk dibimbing oleh Allah. Mengaku beriman, tetapi hanya sebatas
pengakuan, sering tidak dibarengi dengan kesadaran untuk senantiasa memperbaiki
diri dan berbuat kebajikan. Padahal jika seorang hamba berbuat baik, maka
sesungguhnya kebaikan yang diperbuatnya itu tidak lain untuk dirinya sendiri.
“Jika kamu
berbuat baik, berarti kamu berbuat
baik bagi diri kamu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu
adalah untuk kamu sendiri… (QS
Al-Isra’/17: 7)
Apakah tidak
diperhatikan bahwa diri manusia ini adalah kumpulan kebaikan, kumpulan nikmat Allah?
Allah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk (QS 95 : 4), kemudian
dilengkapi nikmat-Nya itu dengan berbagai macam indera, diberinya roh, akal, dan hati (QS 32 : 9),
dihamparkannya bumi dengan segala kebutuhan hidup manusia, kemudian diaturnya
dengan penuh kasih dan sayang (rahman dan
rahim-Nya), dan seterusnya.
Singkatnya Allah
SWT telah
memberikan kumpulan kebaikan (nikmat) bagi kita. Kalau Allah memberikan
kebaikan yang tidak terbilang jumlah dan nilainya, mengapa manusia tidak
berbuat baik sebagaimana Allah berbuat baik kepadanya?
“Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik
kepadamu.” (QS Al-Qashash/28 :
77).
Dengan demikian, Allah akan membimbing
hidupmu dengan penuh cinta kasih sayang karena Allah sangat mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan
(QS Al-Baqarah/2 : 195).
Namun sayang
sekali, bagaimanakah manusia itu akan berbuat kebajikan jika kebajikan itu
sendiri tidak dikenalinya, akibat ketidak peduliannya terhadap Al-Qur’an? Mengapa kebaikan tidak
dikenali? Karena telah diberikan hati tetapi tidak digunakan untuk memahami
kekuasaan dan keagungan Allah, diberi
mata tetapi tidak digunakan untuk melihat, diberi telinga tetapi tidak
digunakan untuk mendengar. Orang yang demikian ini, oleh Allah SWT dikatakan “seperti”
binatang ternak bahkan lebih sesat lagi.
Firman Allah: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi
neraka jahannam kebanyakan diri jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
tetapi tidak digunakan untuk melihat (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai
telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu
seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai (QS Al-A’raf/7: 179.
Jelaslah
kiranya bahwa beriman itu bukan sekedar pengakuan, tetapi merenungkan,
memahami, meyakini, dan menyadari semua tanda-tanda keagungan Allah, sehingga kita mampu menyikapi
segala firman Allah secara totalitas tanpa pamrih, mukhlisiina lahud diina (QS Al-Bayyinah/98 : 5).
Hal ini akan
tercermin pada diri seorang yang beriman, apabila diingatkan tentang keagungan Allah,
bergetarlah hati mereka, dan apabila disampaikan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka semakin
bertambah imannya (QS Al-Anfal/8: 2).
Bahkan tidak
cukup hanya dengan mukhlisiina lahud
diina, tetapi pernyataan iman itu baru akan diakui oleh Allah jika telah
diuji dan hamba dapat lulus dari berbagai macam ujian itu, sebagaimana firman Allah: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan: “Kami
telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta
(sekedar mengaku-ngaku).” (QS Al-Ankabut/29: 2). (bersambung)
--------
Penjelasan redaksi:
Penulis, Dr Ir Abdul Rakhim Nanda MT, yang sehari-hari menjabat Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, dan juga Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, membuat tulisan bersambung ini dan menyebarkannya pada beberapa grup WhatsApp (WA) internal Muhammadiyah, mulai 01 Januari 2020.
Pada Jumat pagi, 03 Januari 2020, kami kemudian meminta izin kepada beliau untuk memuat tulisannya secara berkala di Majalah PEDOMAN KARYA daring, www.pedomankarya.co.id, dan alhamdulillah beliau mengizinkannya. (Pemimpin Redaksi: Asnawin Aminuddin)
------
Baca juga:
Balasan Allah untuk Orang-orang Taqwa (5)
Balasan untuk Orang-orang Taqwa (1)
------
Baca juga:
Balasan Allah untuk Orang-orang Taqwa (5)
Balasan untuk Orang-orang Taqwa (1)