Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebahagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebahagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji (QS Al-Baqarah/2: 267).
-------
Jumat, 17 Januari 2020
Al-Qur’an
Menyapa Orang-orang Beriman (09):
Infak Hasil Usaha dan Hasil Bumi
Oleh: Abdul Rakhim Nanda
(Wakil Rektor I Unismuh / Wakil
Sekretaris Muhammadiyah Sulsel)
Wahai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebahagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebahagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari
padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji (QS Al-Baqarah/2: 267).
Wahai orang-orang yang beriman!
Sekali lagi sapaan Allah menyentuh
aspek yang mapan dalam diri seseorang, yakni keimanan. Keimanan dikatakan aspek yang mapan
karena dengan iman pada seseorang ini membuatnya siap menerima panduan-panduan
hidup dari Allah SWT, karena mereka merasakannya sebagai kebutuhan.
Ada empat inti sapaan Allah dalam ayat ini yang diarahkan
sebagai pembuktian bahwa seseorang itu sudah menikmati keimanannya, sehingga
mereka sudah mampu menjadi subjek (pelaku / orang yang mampu memberi)
dengan dasar keimanan.
Keempat inti sapaan itu adalah: (1) hendaknya
menafkahkan sebagian dari hasil usaha yang baik-baik, (2) hendaknya menafkahkan
sebagian dari apa yang dikeluarkan oleh Allah
dari bumi (hasil pertanian, tambang, minyak bumi dan semacamnya), (3) hendaknya
tidak memilih yang buruk-buruk dari hasil usaha yang baik dan hasil bumi itu,
dan (4) hendaknya dipahami bahwa Allah
Maha Kaya dan Maha Terpuji.
Pertama, hendaknya menafkahkan
sebagian dari hasil usaha yang baik-baik.Usaha-usaha yang dimaksud di sini mencakup semua bentuk usaha,
baik perdaganan maupun jasa dan keaneka-ragamannya. Demikian penjelasan dari
Quraish Shihab mengenai batasan jenis usaha dan kesemuanya ini perlu diifaqkan
sebagian darinya.
Usaha bagi orang-orang yang beriman
tentunya dibatasi pada usaha yang baik-baik, karena berinfak dari sumber usaha
yang tidak baik tidak pula membawa nilai infak yang baik.
Menurut Sayyid Quthb dalam Fie Zhilalil Qur’an, ini adalah seruan
umum kepada orang-orang beriman dan berlaku bagi seluruh generasi dan meliputi semua harta
yang sampai ke tangan mereka. Juga meliputi hasil usaha mereka yang halal dan baik. Nash
atau aturan ini bersifat meliputi dan juga menyeluruh (syamil jami’)
Kedua, hendaknya menafkahkan sebagian dari apa yang dikeluarkan oleh
Allah dari bumi. Sayyid Quthb memberi pengertian tetang “apa yang dikeluarkan oleh Allah SWT dari bumi”, dapat berupa
tumbuh-tumbuhan maupun bukan tumbuh-tumbuhan yang dikeluarkan dari tanah, yang
meliputi barang-barang tambang dan minyak serta gas.
Ketiga, hendaknya tidak memilih
yang buruk-buruk dari hasil usaha yang baik dan hasil bumi itu. Hasil usaha
yang baik adalah hasil usaha yang didapatkan dengan cara yang benar dan halal, sedang hasil bumi
yang baik adalah hasil bumi yang memenuhi standar untuk diterima secara layak.
Jangan sampai dijadikan bahan infak, apa yang kita sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.
Quraish Shihab memberi penjelasan
moderat bahwa yang paling penting dalam hal ini adalah “tidak boleh dengan
sengaja mengumpulkan yang buruk-buruk untuk disedekahkan”, namun bukan berarti
yang diinfaqkan haruslah yang terbaik walaupun yang demikian itu memang amat
terpuji.
Bahkan kata beliau, Nabi s.a.w pernah berpesan kepada shabat
beliau, Muaz ibn Jabal r.a ketika diutus ke Yaman, agar –dalam memungut zakat-- menghindari harta
terbaik kaum muslimin.
Keempat, hendaknya dipahami bahwa Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji. Dia Yang Maha Kaya, tidak
membutuhkan pemberian manusia sama sekali. Kalau mereka hendak memberi, maka
sesungguhnya mereka memberi untuk diri mereka sendiri. Karena itu hendaknya
mereka memberikan yang baik diikuti dengan hati yang rela.
Dan Dia Maha Terpuji, menerima yang
baik-baik dan memujinya, lalu Dia membalasnya dengan sebaik-baik balasan.
Demikian Sayyid Quthb mengantar kita memahami Firman Allah SWT di ujung ayat 267 ini.
Keteraturan hidup yang amat indah
telah ditetapkan oleh Allah SWT
dengan sebaik-baiknya, tidak ada yang boleh kaya sendiri tanpa memperhatikan
hak-hak orang lain yang ada dalam harta kekayaannya.
Pada negeri yang sedang giat membangun,
perkembangan dunia usaha tidak akan pernah berhenti, yang memberi keuntungan bagi
para pelaku usaha tersebut. Ayat ini sekaligus memberikan isyarat bahwa
orang-orang yang beriman haruslah senantiasa berusaha dengan jalan yang halal.
Orang beriman harus beruapaya menjadi
pengusaha yang sukses hingga dia mampu memberikan infak dari hasil usahanya. Orang
beriman tidak boleh berpangku-tangan, bahkan harus berupaya menjadi orang yang mampu
bersaing dalam dunia usaha, tetapi tetap dalam jalan yang diridhai Allah.
Orang beriman hendaklah tidak
seluruhnya menunggu-nunggu infak, hendaknya ada yang mampu memberi infak. Tangan di atas lebih
baik dari pada tangan di bawah, begitulah ajaran nabiullah Muhammad s.a.w dalam sebuah penggalan hadits dari Abu
Umamah r.a yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Dari hasil usaha orang-orang yang
beriman harus senantiasa dikeluarkan sebahagian untuk diinfakkan di jalan Allah, termasuk di dalamnya hasil usaha dari
suatu profesi. Seorang insinyur yang menangani proyek pembangunan, keuntungan
yang diperolehnya dari keuntungan pembangunan tersebut harus diingat bahwa di
dalamnya ada hak-hak orang lain yang wajib dikeluarkan.
Selain infak dari hasil profesi, juga ada kewajiban
mengeluarkan infaq dari hasil bumi yang diusahakan. Jadi bukan hanya hasil
usaha, tetapi juga hasil pertanian, hasil aneka tambang dan hasil bumi lainnya. Seluruhnya adalah merupakan
karunia dari Allah, dan karenanya hendaklah dikeluarkan infak darinya.
Dalam mengeluarkan infak dari hasil usaha dan
hasil bumi, hendaknya dipilih yang baik-baik, jangan dipilih yang jelek-jelek
dimana diri sendiri tidak menyukainya “padahal
kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata
terhadapnya”. Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Kalau orang-orang beriman berinfak di jalan Allah, sama sekali bukan untuk
menambah kekayaan Allah, Allah tidak membutuhkannya, Allah Maha Kaya! Jika
orang mengeluarkan infak, lain tidak – pahalanya untuk dirinya sendiri dan hasilnya
adalah untuk kemaslahatan hidup bersama.
Demikian pula jika orang beriman
menjadi orang terpuji karena kedermawanannya tanpa minta untuk dipuji-puji, maka sama sekali tidak
akan pernah mengurangi ke-Maha Terpuji-an Allah. Segala puja dan puji akan
tetap milik-Nya.
Hendaklah orang-orang yang beriman
meringankan hati dan diri untuk berinfak, sesungguhnya jika hati merasa berat karena takut kekurangan harta, maka ketahuilah bahwa perasaaan takut itu
hanya muncul dalam hati akibat pengaruh syaithan laknat.
Renungkanlah firman Allah berikut ini:
“Syaithan menakut-nakuti kamu dengan
kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kiki, sedang Allah
menjanjikan untuk kamu ampunan dari pada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas
(pintu rezki terbuka) lagi Maha Mengetahui (QS Al-Baqarah/2: 268).
Sekali lagi Allah SWT membentengi sifat orang-orang beriman agar tetap di dalam
kondisinya, Ditegaskan oleh Allah
bahwa sifat kikir itu hanya akibat pengaruh syetan yang menakut-nakuti.
Sementara Allah SWT menjanjikan
ampunan dan karunia-Nya ketika sifat kikir itu ditinggalkan dan diganti dengan
kedermawanan berinfak. Dan Allah Maha Luas lagi
Maha Mengetahui. (bersambung)
---------
Artikel sebelumnya:
Bagian ke-9: Jangan Merusak Sedekah
Bagian ke-8: Infakkanlah Sebagian Rezeki Yang Diberikan Allah
Bagian ke-7: Masuklah Islam Secara Kaffah
---------
Artikel sebelumnya:
Bagian ke-9: Jangan Merusak Sedekah
Bagian ke-8: Infakkanlah Sebagian Rezeki Yang Diberikan Allah
Bagian ke-7: Masuklah Islam Secara Kaffah