-----
Sabtu, 11 Januari 2020
Al-Qur’an Menyapa Orang-orang Beriman (07):
Infakkanlah Sebagian Rezeki Yang Diberikan Allah
Oleh: Abdul Rakhim Nanda
(Wakil Rektor I Unismuh Makassar / Wakil Sekretaris Muhammadiyah Sulsel)
Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di
jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual
beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang
zalim. (QS Al-Baqarah/2: 254)
Allah SWT mengajak dengan
sapaan lembut-Nya kepada orang-orang beriman agar tidak lengah selagi kesempatan
dalam genggaman mereka, sebelum tiba pada masa dimana tidak ada lagi artinya
transaksi,
baik dalam bentuk jual beli yang mendatangkan keutungan, maupun hubungan
persahabatan dan pembelaan yang juga memberi manfaat bagi diri orang-orang
beriman itu. Wahai yang mengaku beriman, bergegaslah sebelum masa itu tiba.
Suatu kesadaran
yang perlu dihidupkan dalam diri setiap insan beriman, bahwa apa saja yang
dirasakan di dunia sebagai suatu kenikmatan hidup yang hakiki, seluruhnya merupakan
karunia dari Allah SWT.
Manusia dapat memperolehnya juga karena Allah yang memberikan kesempatan kepadanya.
Apapun yang diusahakan di muka bumi ini dalam rangka mencari karunia, tidak akan diperoleh
jika Allah tidak mengizinkannya, Allah-lah yang menyebabkan manusia dapat menguasainya (QS Al-Hadiid/57 :
7).
Apa-apa yang
diinfakkan
baik secara terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi, pada hakekatnya
merupakan pinjaman kepada Allah. Siapakah di antara orang-orang yang beriman yang sudi memberi
pinjaman kepada Allah? (QS Al-Baqarah/2 : 245).
Berilah
pinjaman kepada-Nya niscaya Dia akan membayarnya dengan pahala yang berlipat-ganda, bahkan Allah SWT memberikan perumpamaan bagi orang yang berinfak di jalan-Nya sama dengan orang
menanam satu biji benih, benih yang satu biji ini akan menghasilakn tujuh bulir
dan setiap bulirnya mengeluarkan seratus biji.
Masya Allah! Ini hanya
berinfak
dengan satu kebajikan, bagaimana jika dalam jumlah yang banyak? Maka apakah
yang menghalangi manusia itu untuk membelanjakan sebagian rezekinya di jalan Allah?
Bersyukurlah
orang-orang yang beriman yang masih tetap dalam kondisi keimanannya, lalu
dikaruniai rezeki dan dengan iman ia
masih terdorong untuk mendermakan sebagian dari apa yang dimilikinya.
Orang beriman
harus yakin bahwa apa saja yang diinfakkan diketahui oleh Allah (QS Al-Baqarah/2 : 270).
Diketahui oleh Allah artinya tidak sekadar diketahui-Nya bahwa seseorang telah berinfak, melainkan dimengerti
betul oleh Allah dan karenanya akan
diberikan-Nya ganjaran dengan pahala yang berlipat ganda.
Sementara
orang-orang yang tidak beriman – orang munafik – tidak akan pernah diterima oleh
Allah apa yang mereka nafkahkan, baik itu dilakukan dengan sukarela ataupun dilakukan dengan
terpaksa (QS At-Taubah/9 : 53).
Kebanyakan di
antara mereka mengeluarkan hartanya unutk melawan ke-Esa-an dan kekuasaan Allah, untuk mempersekutukan Allah, dan
untuk memusuhi agama Allah, orang
yang berinfak
dengan cara seperti ini tidak ada yang didapatkan melainkan hanyalah kerugian
dan penyesalan (QS Al-Kahfi/18 : 42).
Membaca dengan
sungguh-sungguh ayat 254 Surah Al-Baqarah ini, kiranya dapat disadari bahwa berinfak adalah perintah Allah kepada orang-orang yang
beriman, dimana perintah tersebut sama kedudukannya dengan perintah yang lain, seperti shalat lima
waktu.
Dan bila seseorang sampai pada maqam beriman yang baik, maka setiap
perintah Allah SWT akan dijalaninya dengan segala kegembiraan dan kesenangan
hati, tidak
terbebani sama sekali, karena perintah Allah itu benar-benar telah diyakininya sebagai
jalan kemaslahatan manusia, dan karenanya manusia akan merasakan bahwa perintah Allah itu
adalah kebutuhannya yang mana jika tidak ditunaikannya maka terasa ada sesuatu
yang hilang dalam dirinya.
Orang beriman
akan merasa begitu pentingnya perintah Allah
mengenai hal menggunakan kesempatan berinfak semasa masih diberi waktu, sampai-sampai Allah SWT mengulangi perintahnya dalam
ayat lain sebagaimana difirmankan-Nya.
“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang
beriman, hendaklah mereka mendirikan shalat dan menginfakkan sebagian rezki yang Kami berikan
kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari yang
pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.” (QS Ibrahim/14: 31)
Kadar –besar
kecilnya – nilai ril dari infak tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing diri orang yang
beriman. Orang yang mampu hendaklah berinfak seimbang dengan kadar kekayaannya, dan orang yang
disempitkan rezekinya,
hendaklah berinfak sesuai dengan kehidupannya (QS At-Talaq/65 : 7).
Semoga dengan demikian,
masing-masing orang yang beriman termasuk ke dalam golongan hamba-hamba Allah yang bertaqwa, yang salah satu sifatnya
adalah suka berinfak, baik pada waktu lapang maupun pada waktu sempit (QS Ali Imran/3 :
134), akan tetapi tidaklah sampai memelaratkan dirinya.
Berinfak haruslah proporsional,
walaupun diperintahkan untuk berinfak dalam segala kondisi, namun harus tetap dalam batas-batas yang tidak
menyusahkan diri. Bahkan orang-orang yang termasuk golongan hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah (‘ibadur rahman) adalah orang-orang yang
apabila berinfak, tidak berlebihan dan tidak pula kikir (lam yusrifu wa lam yaqturu), akan tetapi melalui jalan tengah (wa kana bayna dzalikaqawama). (QS Al-Furqan/25 : 67).
Kepada siapa
dan kemana saja infak itu seharusnya dikeluarkan? Infaq hendaknya diberikan kepada;
ibu-bapak, kaum
kerabat, anak yatim, orang miskin, dan orang yang sedang dalam perjalanan (QS Al-Baqarah/2
: 215).
Selain itu, juga diberikan kepada orang-orang tidak sempat
berusaha karena sibuk dengan urusan jihad
fi sabilillah (QS Al-Baqarah/2 : 273). Orang-orang dalam golongan ini umumnya
kelihatan tidak susah –melarat-- diakibatkan kesabarannya, dan senantiasa
menahan diri untuk meminta. Orang seperti ini hendaknya diberikan perhatian yang sungguh-sungguh
dengan tidak menunggu mereka meminta,
karena itu tidak akan dilakukannya. Ini adalah bentuk pengeluaran infak kepada siapa yang berhak
menerimanya.
Selanjutnya, infak hendaknya dikeluarkan
untuk keperluan-keperluan jihad di
jalan Allah, sarana penunjang untuk
memajukan syiar-syiar Allah, atau
keperluan apa saja yang masih dalam cakupan di jalan Allah (QS Al-Baqarah/2 :
195).
Berinfak hendaknya didasarkan
kepada keridhaan Allah dan jangan
karena riya’
(QS An-Nisa’/4 : 39) dan hendaklah memilih yang baik dan pantas, jangan justru
memilih barang-barang yang buruk (QS Al-Baqarah/2 : 267).
Jika yang
diperintahkan untuk diinfakkan haruslah terdiri dari barang yang baik-baik, maka sangat masuk
akal jika Allah menyampaikan
firman-Nya bahwa sekali-kali kamu tidak akan pernah sampai kepada suatu kebaikan
sebelum kamu mau menginfakkan dari apa-apa yang kamu cintai (QS Ali-Imran/3 : 92).
Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah memasukkan diri ke dalam golongan ummat Rasulullah yang kikir (QS Muhammad/47:
38), berinfaklah
dan janganlah menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan akibat tidak mau berinfak, dan berbuat baiklah
senantiasa (QS Al_Baqarah/2 : 195).
Hanyalah
orang-orang yang melengkapi keimanannya dengan berinfak dari rezeki sebagai karunia dari
Allah SWT, akan
senantiasa memiliki jiwa yang kuat teguh dan senantiasa merasa cukup dengan
pemberian Allah, dan hidupnya selalu tenang tentram serta tidak pernah bersedih
hati.
Untuk itu di
masa sempat, segeralah mengulurkan tangan sebelum seluruh pintu tertutup dan
terperanjat ke dalam penyesalan.
Sasaran infak yang disyariatkan dalam
ayat ini menurut Sayyid Quthb dalam Fie Zhilalil Qur’an adalah untuk jihad,
untuk menolak kekafiran dan kezaliman yang terkandung dalam kekafiran itu, “Orang-orang kafir itulah orang-orang yang
zalim.” (bersambung)
-------
Artikel sebelumnya:
Masuklah Islam Secara Kaffah
Perintah Berpuasa
Perintah Qishash Berkenaan dengan Orang Dibunuh