Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
rusakkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti, seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia, dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di
atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia
bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai
sesuatu pun dari apa yang mereka
usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir (QS Al-Baqarah/2: 264).
------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 14 Januari 2020
Al-Qur’an Menyapa Orang-orang Beriman (08):
Jangan Merusak Sedekah
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
rusakkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti, seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia, dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di
atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia
bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai
sesuatu pun dari apa yang mereka
usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir (QS Al-Baqarah/2: 264).
Sapaan Allah kepada orang-orang beriman dalam ayat 264 Surah Al-Baqarah ini menunjukkan betapa Allah SWT menjaga hamba-hamba-Nya yang beriman, bukan hanya menjaga kesehatan
jiwa, raga, dan pikirannya, naumun hingga nilai sedekahnya diingatkan juga agar jangan
dirusak dengan perkataan yang menyakitkan.
Sebelum ayat
264 surah Al-BAqarah ini, Allah SWT berfirman dalam dua ayat sebelumnya. Pada
ayat 262 surah Al-Baqarah misalnya,
disampaikan bahwa:“Orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan
mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati” (QS 2: 262).
Selanjutnya dalam ayat 263 juga
disampaikan firman Allah bahwa: “Perkataan yang baik dan pemberi maaf lebih
baik dari pada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan. Dan Allah
Maha Kaya lagi Maha Penyantun” (QS Al-Qur’an/2: 263).
Pada ayat 264 Al-Baqarah ini disampaikan secara tegas
kepada orang-orang beriman agar tidak merusak nilai dan pahala sedekahnya
dengan diikuti dengan sebutan-sebutan yang menyakitkan hati orang yang menerima
sedekah itu.
Kebiasaan
bersedekah dengan iringan sebutan-sebutan yang menyakitkan bukanlah sifat
orang-orang yang beriman, melainkan sifat orang-orang yang riya’ dan orang-orang yang
tidak yakin akan adanya pahala dan pembalasannya di hari kemudian. Sedekah yang
mereka keluarkan sama sekali tidak berdasar iman, sehingga apa yang mereka
lakukan akan terasa rugi jika tidak disebut-sebut (dipublikasikan) kepada
khalayak.
Allah SWT memerintahkan sekaligus mengingatkan, bahwa sedekah yang dikeluarkan
bukanlah untuk popularitas, melainkan untuk membersihkan serta mensucikan jiwa
dan harta orang-orang yang beriman.
Karenanya, Allah SWT memerintahkan dengan firmanNya: “Ambillah sebagian dari harta mereka sebagai sedekah untuk membersihkan
mereka dan untuk mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya
do’a kamu adalah merupakan ketentraman bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS
At-Taubah/9:
103)
Ayat ini sangat
jelas menunjukkan tujuan dikeluarkannya sedekah itu secara hakiki untuk
membersihkan dan mensucikan orang-orang yang mengeluarkannya, maka berkewajibanlah
petugas pemungut sedekah (amil) itu mendo’akan orang yang diambil hartanya
sebagai sedekah.
Di antara do’a yang diajarkan Rasulullah s.a.w. diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah yang dinukil
oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqhu Sunnahnya, adalah:“ajarakallahu fie ma a’thaita wa baraka laka
fie ma abqaita”, “Semoga Allah memberikan ganjaran atas apa yang engkau berikan
dan memberikan keberkahan atas apa yang engkau sisakan”. Do’a ini sekaligus tentunya menjadi hak atas orang
yang bersedekah.
Selain itu,
tentunya secara nyata sedekah bertujuan untuk memberikan kesejahteraan hidup
bagi orang-orang yang berhak menerimanya, karena itu orang-orang yang berhak
menerima pun ditetapkan oleh Allah SWT
sebagaiman FirmanNya.
“Sesungguhnya sedekah itu hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat, para mu’alaf yang dilunakkan
hatinya, untuk melepaskan perbudakan, orang-orang yang dibebani utang, untuk
jalan Allah dan mereka yang sedang dalam perjalanan.Inilah yang diwajibkan oleh
Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana” (QS At-Taubah/9 : 60).
Larangan
menyebut-nyebut sedekah dibatasi pada hal-hal yang berakibat menyakitkan bagi
penerimanya, namun tiada mengapa ditampakkan sepanjang tidak dengan maksud untuk membangkitkan rasa
sakit hati bagi orang-orang yang menerima dan bukan karena riya’.
Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT: “Jika kamu tampakkan
sedekahmu, maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan
kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikannya itu lebih baik
bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian dari kesalahan-kesalahan
kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Baqarah/2: 271)
Dari ayat ini dapat
dipahami tentang bolehnya ditampakkan jika seseorang bersedekah, ini mengandung makna agar yang
memberi sedekah itu dapat menjadi contoh atau pendorong bagi orang-orang lain,
sehingga menjadi perlombaan yang baik (fastabiqul
khaerat) dalam mengamalkannya.
Selain itu pula
dapat juga dipahami bahwa Al-Qur’an
tidak hanya menyebutkan janji Allah
dengan pahala dari-Nya kepada orang yang bersedekah yang sama dengan pahala
orang-orang yang shalat, tetapi juga
menunjukkan bahwa sedekah dalam ajaran Al-Qur’an amat penting dan karenanya
maka ada orang yang mengurusi (amil)
dan harus dilembagakan. Inilah yang melahirkan “badan pengurus” untuk menangani
urusan sedekah ini.
Orang-orang
yang mengeluarkan sedekah sambil diiringi dengan tindakan yang menyakitkan
akibat dorongan riya’ kepada manusia dan bukan karena dorongan iman, diberikan
perumpamaan oleh Allah bagaikan satu batu tandus yang di atasnya ada tanah,
lalu tanah itu ditumpahi hujan lebat sehingga batu tersebut menjadi licin.
Perumpamaan
yang sama sekali tidak berpengharapan. Batu tandus yang dilengketi tanah, tak ada yang dapat
tumbuh di atasnya melainkan hanya tumbuhan lumut atau rumput yang tumbuh merana
karena batunya tidak dapat menjadi sumber sari makanan bagi apa-apa yang tumbuh
di atasnya.
Tumbuhan tidak
mampu menancapkan akarnya buat kekuatan kehidupannya, begitulah seterusnya
hingga datang hujan lebat menimpa dan menghanyutkannya tanpa ada bekas apa-apa
melainkan permukaan batu yang licin mengkilap.
Inilah
perumpamaan bagi orang-orang yang bersedekah, karena dorongan riya’ kepada manusia. Pada
dirinya tidak terdapat harapan penghidupan untuk saling tolong-menolong kepada
sesama. Mereka pun tidak mengharapkan sesuatu apapun dari Allah, karena memang mereka tidak beriman kepada-Nya. Sedekahnya
hanya sia-sia belaka, dan tidak mendapatkan pahala dari Allah barang sedikit saja. Dan Allah
tiada memberikan petunjuk kepada orang-orang yang ingkar kepada-Nya.
Sebaliknya
orang-orang yang membelanjakan hartanya dengan dasar mengharap ridha Allah, maka Dia memberikan perumpamaan seperti yang disampaikan dalam firman-Nya:
“Dan perumpamaan orang-orang yang
menafkahkan hartanya karena mencari keridhaan Allah, dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak
di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan
buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis pun cukup untuknya. Dan Allah Maha Melihat apa
yang kamu perbuat”(QS Al-Baqarah/2: 256).
Demikianlah
perumpamaan yang amat indah bagi orang-orang yang suka membelanjakan hartanya
dengan mengharap ridha Allah. Pada
dirinya terdapat harapan hidup yang menjanjikan karena keridhaan Allah SWT, laksana kebun yang senantiasa
memberi hasil yang memuaskan dimana bila tidak banyak hujan, maka gerimis pun cukup
untuk menumbuhkannya dan tetap memberikan hasil yang terus-menerus dan menyenangkan
hati.
Sedangkan
orang-orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ dan mencari pujian orang, tak ubahnya seperti
kebun yang subur dan menghasilkan buah yang banyak, sedang subur-suburnya kebun
itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu kebun itu habis terbakar
hangus tanpa ada sisa. Betapa sia-sia dan merugi hidupnya.
Demikianlah,
betapa kasih sayang Allah SWT bagi
hamba-hamba-Nya
yang beriman, maka diperingatkan kepada mereka agar menjaga nilai dan pahala
sedekahnya agar sedekahnya benar-benar bermanfaat, baik bagi orang yang
menerimanya lebih-lebih membawa manfaat baginya sebagai orang yang diberi
kesempatan oleh Allah SWT mendapatkan
harta dan dibimbing oleh Allah dengan
iman sehingga mereka rela menafkahkannya. (bersambung)
Artikel sebelumnya:
Bagian 8: Infakkanlah Sebagian Rezeki Yang Diberikan Allah
Bagian 7: Masuklah Islam Secara Kaffah
Bagian 6: Perintah Berpuasa