![]() |
KONGRES BAHASA pertama pada tahun 1938 di Solo, Jawa tengah, juga merupakan hasil gagasan dan perjuangan dua wartawan muda ketika itu, yakni Soemanang dan Soedarjo Tjokrosisworo. |
PEDOMAN KARYA
Senin, 13 April 2020
Bahasa Indonesia Jurnalistik (2):
Bahasa Jurnalistik
Wajib Memelihara Bahasa Indonesia
Oleh : Asnawin Aminuddin
(Wartawan / Pengajar)
Beberapa puluh tahun lalu dan mungkin
hingga kini, banyak sastrawan yang iri melihat kebebasan penggunaan bahasa
dalam dunia jurnalistik atau di media massa, sehingga tak heran kalau banyak
sastrawan yang terjun menjadi wartawan.
Dunia jurnalistik dan dunia sastra memang
sama-sama menuntut kreativitas dalam berbahasa. Gorys Kerap, salah seorang
pakar bahasa, pernah mengatakan bahwa dalam bahasa jurnalistik ada kemerdekaan
pengungkapan seperti halnya bahasa sastra.
Kebebasan, kemerdekaan, dan kreativitas
itulah yang membuat bahasa jurnalistik masa kini lebih kaya warna dan gaya.
Bahasa jurnalistik tidak lagi menjadi
bahasa yang kering dan hanya bertugas menyampaikan informasi, tetapi juga
menyajikan bahasa yang enak dan indah.
Wartawan atau penulis berita dituntut
bukan cuma memilih kata yang tepat agar penyampaian berita tepat sasaran,
melainkan juga agar menimbulkan efek bunyi yang enak (eufoni).
Telah dikemukakan di atas bahwa bahasa
jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh wartawan atau media massa untuk
menyampaikan informasi. Bahasa dengan ciri-ciri khas yang memudahkan
penyampaian berita dan komunikatif.
Apa ciri khas atau sifat bahasa
jurnalistik itu? Rosihan Anwar, salah seorang wartawan senior, mengatakan,
bahasa jurnalistik mempunyai sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana,
jelas, lugas, dan menarik.
Jus Badudu, pakar bahasa, mengatakan,
bahasa jurnalistik itu harus sederhana, mudah dipahami, teratur, dan efektif.
Sederhana dan mudah dipahami artinya
menggunakan kata dan struktur kalimat yang mudah dimengerti pemakai bahasa
umum. Teratur artinya setiap kata dalam kalimat sudah ditempatkan sesuai dengan
kaidah. Efektif artinya tidak bertele-tele tetapi juga tidak terlalu berhemat
yang dapat mengakibatkan makna yang dikandung menjadi kabur.
Bahasa Indonesia yang digunakan dalam
dunia jurnalistik lebih mendekati bahasa sehari-hari, sedangkan bahasa
Indonesia yang digunakan dalam penulisan buku sangat dijaga agar sesuai benar
dengan kaidah dan keresmian bahasa baku.
Sumbangan Media Massa
Perlu diketahui dan dipahami bahwa media
massa bukan sekadar dunia informasi, melainkan juga dunia bahasa. Ketika
seseorang berniat menerjuni profesi jurnalis atau wartawan, maka sesungguhnya
ia juga berniat menjadi seorang pejuang bahasa.
Seorang jurnalis atau wartawan, setiap
hari bergelut dengan kata dan kalimat. Mereka juga dituntut berkreasi dalam
mengolah kata agar tulisannya tidak membuat jenuh pembaca. Tak heran kalau
kemudian sering dijumpai “kata-kata baru” di media cetak dan media elektronik.
Kata heboh, Anda, gengsi, dan santai,
adalah sebagian kata yang disumbangkan media massa dalam perkembangan bahasa
Indonesia.
Kata heboh pertama kali diperkenalkan
dalam kosakata bahasa Indonesia pada harian Abadi tahun 1953, oleh wartawan
Mohammad Sjaaf. Kata Anda diperkenalkan oleh Sabirin, seorang perwira TNI AU
dan pertama kali dimuat pada harian Pedoman, tanggal 28 Februari 1957.
Kata gengsi diperkenalkan oleh Rosihan
Anwar pada tahun 1949. Kata ulang pemuda-pemudi dan saudara-saudari juga
merupakan hasil kreativitas para wartawan atau jurnalis.
Kongres Bahasa pertama pada tahun 1938 di
Solo, Jawa tengah, juga merupakan hasil gagasan dan perjuangan dua wartawan
muda ketika itu, yakni Soemanang dan Soedarjo Tjokrosisworo.
Peranan Bahasa Indonesia
Sebagai bahasa pemersatu, bahasa Indonesia
tentu saja sangat berperan dalam dunia jurnalistik. Bayangkan kalau setiap
media massa menggunakan bahasa daerah lengkap dialek masing-masing.
Namun demikian, untuk memperkaya khasanah
bahasa dan untuk tetap menghidupkan bahasa daerah, banyak media massa yang
memuat rubrik tertentu dengan menggunakan bahasa daerah, bahkan media massa
televisi pun mulai membuat acara khusus dengan menggunakan bahasa daerah
sebagai bahasa pengantarnya.
Bahasa Indonesia juga berperan
menjembatani ketidaktahuan atau kekurang-pahaman masyarakat Indonesia akan
bahasa asing dalam media massa di Indonesia. Apa jadinya kalau semua berita,
film, atau siaran dari mancanegara disajikan atau ditayangkan begitu saja tanpa
pengantar Bahasa Indonesia oleh media massa kepada masyarakat Indonesia.
Sebagai tambahan, kiranya perlu saya
sampaikan di sini, bahwa bahasa jurnalistik adalah sebuah laras bahasa, yaitu
bahasa yang digunakan oleh kelompok profesi atau kegiatan dalam bidang
tertentu. Selain laras bahasa jurnalistik, juga ada laras bahasa sastra,
ekonomi, dan keagamaan.
Sebagai sebuah laras bahasa yang tak dapat
berdiri sendiri, bahasa jurnalistik harus bersandar pada ragam bahasa, yakni
ragam bahasa baku, karena hanya bahasa bakulah yang pemakaiannya luas dan
memiliki ciri kecendekiaan. Itulah sebabnya, bahasa jurnalistik wajib
memelihara Bahasa Indonesia.
Ragam bahasa baku ingin menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa modern yang setara dengan bahasa lain di dunia, sedangkan laras bahasa jurnalistik memerlukan pengungkapan diri secara modern. (bersambung)
.....
Artikel sebelumnya: