DEMOKRATIS. Wakil Presiden RI periode 2004-2009, dan periode 2014-2019, adalah Dr.(H.C.) Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, tetapi nama lengkap tersebut jarang sekali kita baca di media massa. Paling banter ditulis Wapres Jusuf Kalla, bahkan lebih sering disingkat menjadi Wapres JK. (Kompilasi foto oleh Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
------
Jumat,
17 April 2020
Bahasa Indonesia Jurnalistik
(4-Habis)
Hindari Kata Tutur dan Istilah Asing, Utamakan Kalimat Aktif
Oleh : Asnawin Aminuddin
(Wartawan / Pengajar)
Nama resmi Presiden RI
periode 2014-2019, dan periode 2019-2024, adalah Ir. H. Joko Widodo, tetapi jarang
sekali ada media massa yang menulis lengkap gelar dan nama tersebut. Paling
banter ditulis Presiden Joko Widodo, bahkan lebih sering disingkat menjadi
Presiden Jokowi.
Nama lengkap Wakil Presiden RI
periode 2004-2009, dan periode
2014-2019, adalah Dr.(H.C.) Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, tetapi nama lengkap
tersebut jarang sekali kita baca di media massa. Paling banter ditulis Wapres
Jusuf Kalla, bahkan lebih sering disingkat menjadi Wapres JK.
Apakah itu berarti
media massa tidak sopan? Apakah itu berarti media massa tidak menghormati
Presiden dan Wakil Presiden?
Dalam acara-acara resmi
atau acara tidak resmi, pejabat negara juga selalu disapa dengan terlebih
dahulu menyebut “Bapak” atau “Ibu” sebelum menyebut namanya, misalnya “Bapak Susilo
Bambang Yudhoyono”, atau “Ibu Megawati Soekarno Putri.”
Namun ketika namanya
ditulis di media massa, maka cukup disebut “Susilo Bambang Yudhoyono”, dan “Megawati
Soekarno Putri”, bahkan lebih sering disebut “SBY” dan “Megawati.”
Mengapa nama SBY tidak
ditulis lengkap, yakni Jenderal TNI (HOR.) (Purn.) Prof. Dr. H. Susilo Bambang
Yudhoyono, M.A., GCB., AC? Apakah media massa memang bisa bebas menyingkat nama
pejabat atau nama orang dalam pemberitaan? Mengapa pula gelar dan pangkat SBY
dihilangkan?
Demokratis
Salah satu ciri bahasa
jurnalistik, yaitu demokratis. Bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan,
pangkat, apalagi kasta. Bahasa jurnalistik menyama-ratakan status sosial setiap
orang.
Bahasa jurnalistik
memperlakukan siapa pun secara sama rata, baik itu presiden, buruh, petani,
bahkan pemulung, semua diperlakukan sama dalam hal teknis penyajian informasi.
Tidak ada yang diistimewakan atau ditinggikan derajat kelas sosialnya.
Bahasa jurnalistik
menekankan aspek fungsional dan komunal,
sehingga sama sekali tidak dikenal pendekatan feodal sebagaimana dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan
priyayi dan kraton.
Bahasa jurnalistik
menolak pendekatan diskriminatif dalam penulisan berita, laporan, gambar, karikatur, atau teks foto.
Secara ideologis, bahasa
jurnalistik melihat setiap individu memiliki kedudukan yang sama di depan hukum,
sehingga orang itu tidak boleh diberi pandangan serta perlakuan yang berbeda.
Semuanya sejajar dan sederajat.
Gelar
Akademik
Penulisan gelar
akademik dalam pemberitaan sejatinya hanya untuk penghormatan kepada si pemilik
gelar, dan itu pun biasanya hanya diberikan kepada kalangan akademisi.
Misalnya, “Rektor
Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Dwia Aries Tina Palubuhu .....”
Nama lengkapnya Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A, tapi gelar Dr dan MA
dihilangkan, karena biasanya kalau sudah Prof (profesor), ia pasti juga sudah
magister dan sudah doktor.
Lalu mengapa tanda
bacanya dihilangkan? Karena tanda baca itu tidak berpengaruh kalau dihilangkan
dan sebaliknya akan mengambil tempat (satu atau dua spasi) pada kolom berita koran, majalah, dan media
massa cetak lainnya.
Gelar akademik yang
disandang pejabat publik, biasanya tidak ditulis dalam pemberitaan, karena
gelar akademik tersebut tidak berkaitan dengan jabatan publik yang
disandangnya, misalnya Presiden RI, Ir H Joko Widodo. Gelar akademiknya tidak
ditulis, karena untuk menjadi seorang presiden, tidak harus bergelar insinyur.
Gelar akademik yang
panjang dan berderet-deret seperti yang disandang mantan Presiden RI, Jenderal
TNI (HOR.) (Purn.) Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, M.A., GCB., AC, itu
ibarat lalat. Sangat mengganggu kalau harus ditulis semuanya, dan sebaliknya
tidak ada pengaruhnya bagi yang bersangkutan kalau gelar itu dihilangkan dalam
penulisan berita.
Logis
Logis
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring Kemdikbud RI, diartikane sbagai sesuai dengan logika; benar menurut penalaran; masuk akal. Pengertian atau
definisi tersebut agak berbeda dibandingkan dalam bahasa jurnalistik.
Logis
dalam bahasa jurnalistik diartikan apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat,
atau paragraf jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan
akal sehat (common sense).
Hindari
Kata Tutur
Kata tutur adalah kata
yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal, antara lain bilang,
dibilangin, bikin, kayaknya, mangkanya, kelar, jontor, dll.
Hindarilah penggunaan
kata tutur, karena kata tutur tergolong kata yang tidak baku, dan dapat
merusak bahasa.
Hindari
Kata dan Istilah Asing
Hindarilah memakai kata
atau istilah asing. Jangan merasa keren atau merasa hebat jika memakai kata,
ungkapan, kata baru yang masih asing, atau istilah asing, karena bisa
membingungkan pembaca atau pemirsa.
Carilah padanannya
dalam bahasa Indonesia, dan cari kata Indonesia yang umum digunakan oleh
masyarakat.
Istilah “fit and propert” test misalnya, sudah ada
padanannya dalam bahasa Indonesia yakni uji kepatutan dan kalayakan. Kata “basement”, sebaiknya diubah menjadi “lantai
dasar”, kata “incumbent” diubah menjadi “petahana”, dan kata “hearing” diubah menjadi “dengar
pendapat.”
Hindari
Kata atau Istilah Teknis
Karena ditujukan untuk
umum, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca,
tidak membuat kening berkerut, apalagi sampai membuat kepala berdenyut.
Bagaimana pun, kata
atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang
relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa,
tidak boleh dibawa ke dalam realitas yang heterogen. Selain tidak efektif, juga
mengandung unsur pemerkosaan.
Utamakan
Kalimat Aktif
Kalimat aktif adalah
kalimat yang subjeknya aktif melakukan sesuatu, sedangkan kalimat pasif adalah
kalimat subjeknya dikenai sesuatu pekerjaan.
Kalimat aktif merupakan
sebuah kalimat yang subjeknya berperan aktif sebagai pelaku yang melakukan
suatu perilaku. Karena subjeknya yang berperan aktif sebagai pelaku, maka objek
pada kalimat ini pun berperan sebagai korbannya. Adapun predikat pada kalimat
ini difungsikan sebagai keterangan perilaku yang dilakukan oleh subjek.
Kalimat aktif lebih
mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca dibandingkan kalimat
pasif. Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas pemahaman, sedangkan
kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan mengaburkan pemahaman.
Kalimat aktif contohnya;
Presiden Jokowi mengatakan ...., sedangkan kalimat pasif; Dikatakan oleh
Presiden Jokowi .....”
Pilihan
Kata (Diksi)
Bahasa jurnalistik
sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus
produktif, tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektivitas. Artinya,
setiap kata yang dipilih memang tepat dan akurat, sesuai dengan tujuan pesan
pokok yang ingin disampaikan kepada khalayak. ***
-----
Artikel sebelumnya:
Bahasa Indonesia Jurnalistik (3):
Bahasa Indonesia Jurnalistik (2)
Bahasa Indonesia Jurnalistik (1)
-----
Artikel sebelumnya:
Bahasa Indonesia Jurnalistik (3):
Bahasa Indonesia Jurnalistik (2)
Bahasa Indonesia Jurnalistik (1)
-----
Referensi:
Asmadi, TD, 2006, “Bahasa Jurnalistik”
dalam Kumpulan Makalah “Membangun Kapasitas Media”, Dewan Pers
Sarwoko, Tri Adi, 2007, Inilah Bahasa
Indonesia Jurnalistik, Andi Yogyakarta
“Ciri Utama Bahasa Jurnalistik”,
Diposting oleh Kang arul, pada 31 Juli 2009, https://kangarul.wordpress.com/2009/07/31/ciri-utama-bahasa-jurnalistik/,
dan dikutuip pada 15 April 2020
“Bahasa Jurnalistik”, https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_jurnalistik,
dikutip pada 17 April 2020
“Susilo Bambang Yudhoyono”, dikutip pada
17 April 2020, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Susilo_Bambang_Yudhoyono
“Jusuf Kalla”, https://id.wikipedia.org/wiki/Jusuf_Kalla,
dikutip pada 17 April 2020
“Joko Widodo”, https://id.wikipedia.org/wiki/Joko_Widodo,
dikutip pada 17 April 2020
Subjek:Bahasa Indonesia/Materi:Kalimat Aktif dan
Pasif, dikutip pada 17 April 2020, https://id.wikibooks.org/wiki/Subjek:Bahasa_Indonesia/Materi:Kalimat_Aktif_dan_Pasif
“Kalimat Aktif – Pengertian, Ciri dan Jenisnya”, dikutip
pada Jumat, 17 April 2020, https://dosenbahasa.com/kalimat-aktif