Semakin susah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk membayar kontrakan yang tidak kenal wabah. Semakin lama wabah ini membumi di negara kita, maka beratnya memenuhi kebutuhan pokok semakin dirasakan oleh perantau (mahasiswa, pelajar, dan pekerja). (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 10 April 2020
Jumat, 10 April 2020
SURAT PEMBACA
Tak Pulang Kelaparan, Pulang Ditolak, Perantau Butuh Makan
Sungguh meresahkan semua kalangan di muka bumi, sisi kesehatan, ekonomi, dan sistem aktivitas mahasiswa dan pelajar. Baru beberapa pekan, kita mengatahui pelitnya sudah dirasakan akibat virus Covid-19 atau virus corona.
Masyarakat kelas
menengah pun mengutarakan keresahan akibat kondisi darurat yang mencekik
ekonomi.
Akibat dampat tersebut,
tingkat ketergantungan masyarakat terhadap negara dari pusat hingga daerah
semakin tinggi, tentu bukan tanpa alasan. Hal ini disebabkan kemacetan
aktivitas masyarakat di luar rumah, apalagi dengan instruksi pemerintah tentang
social distancing yang mengharuskan
masyarakat melakukan karantina mandiri (stay
at home).
Masyarakat yang
sebelumnya mampu mencukupi kebutuhan pokok, akhirnya jatuh terpuruk tanpa
kompromi. Finansial tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masyarakat
pedesaan mungkin belum merasakan, akan tetapi para perantau (mahasiswa, pelajar,
dan pekerja) mengalaminya.
Semakin susah untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk membayar kontrakan yang tidak kenal wabah.
Semakin lama wabah ini membumi di negara kita, maka beratnya memenuhi kebutuhan
pokok semakin dirasakan oleh perantau (mahasiswa, pelajar, dan pekerja).
Lalu bagaimana? Apa
yang harus kami lakukan? Perantau berharap kebijakan pemerintah daerah mengambil
kebijakan dan solusi yang bijak, tapi kini belum ada kebijakan yang
menyelamatkan keresahan perantau.
Pembentukan Satgas Penanganan
Covid-19 di Desa Atuwalupang, Kecamatan Buyasuri, Kabupaten Lembata, Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT), yang sudah terkait alokasi anggaran penanganan
Covid-19, salah satu poin penting bagi perantau (mahasiswa, pelajar, dan
pekerja) yakni Alokasi Dana Desa (ADD) untuk adik-adik yang sedang menuntut
ilmu di luar NTT.
Sebagai kepala
pemerintah daerah, Bapak Bupati Lembata, bisakah mengambil kebijakan dalam
masalah ini dari sisi pencegahan penyebaran hingga ketahanan panggan bagi
warganya.
“Tak pulang kelaparan,
pulang ditolak, perantau butuh makan”. Untuk pemerintah daerah (Bupati Lembata),
Desa Awalupang bisa dijadikan contoh bagi desa di kecamatan lain, salah satunya
di kabupaten kita sendiri, itu pun kalau pemerintah daerah peka.
Ismail
Abdul Latif
(Mahasiswa asal Lembata
di Makassar)