KODE ETIK. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
------
Jumat,
01 Mei 2020
KOLOM JURNALISTIK
Wartawan, Dewan Pers, dan Kode Etik
Jurnalistik (2-habis)
Oleh : Asnawin Aminuddin
(Wartawan / Pengajar)
Kode Etik Jurnalistik yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers dengan Surat Keputusan Nomor 03/SK-P/III/2006, tanggal 24 Maret 2006, terdiri atas 11 pasal.
Kode
Etik Jurnalistik diawali dengan pembukaan, yang antara lain menyatakan bahwa kemerdekaan
berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
PBB.
Juga dinyatakan bahwa kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk
memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan
meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari
adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan
norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati
hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk
dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh
informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika
profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan
menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia
menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 1
Sebagaimana
disebutkan di atas, Kode Etik Jurnalistik terdiri atas 11 pasal. Pasal
1 berbunyi, “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat,
berimbang, dan tidak beritikad buruk.”
Penafsiran
pasal 1, (a) Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara
hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain
termasuk pemilik perusahaan pers.
(b) Akurat berarti dipercaya
benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi, (c) Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan
setara, dan (c) Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat
secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Pasal 2 berbunyi, “Wartawan Indonesia
menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.”
Penafsiran
pasal 2, cara-cara
yang profesional adalah (a) menunjukkan identitas
diri kepada narasumber, (b) menghormati
hak privasi, (c) tidak menyuap, (d) menghasilkan berita yang faktual
dan jelas sumbernya.
(e) Rekayasa pengambilan dan
pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan
tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang, (f) menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam
penyajian gambar, foto, suara.
(g) Tidak melakukan plagiat,
termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri, dan (h) penggunaan cara-cara tertentu
dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan
publik.
Pasal 3
Pasal 3 berbunyi, “Wartawan Indonesia selalu
menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan
opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.”
Penafsiran
pasal 3, (a) Menguji informasi berarti
melakukan check and recheck tentang
kebenaran informasi itu, (b) Berimbang
adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak
secara proporsional.
(c) Opini yang menghakimi
adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif,
yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta, dan (d) Asas praduga tak bersalah adalah
prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Pasal 4 berbunyi, “Wartawan Indonesia tidak
membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.”
Penafsiran
pasal 4, (a) Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya
oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi, (b) Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara
sengaja dengan niat buruk, (c) Sadis
berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
(d) Cabul berarti
penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau
tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi, (e) Dalam penyiaran gambar dan suara
dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Pasal 5 berbunyi, “Wartawan Indonesia tidak
menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak
menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.”
Penafsiran pasal 5, (a) Identitas adalah semua data dan
informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk
melacak, dan (b) Anak adalah seorang yang berusia kurang
dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Pasal 6 berbunyi, “Wartawan Indonesia tidak
menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.”
Penafsiran pasal 6, (a) Menyalah-gunakan
profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi
yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan
umum.
(b) Suap adalah segala pemberian dalam bentuk
uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Pasal 7 berbunyi, “Wartawan Indonesia
memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui
identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan ”off the record” sesuai dengan kesepakatan.”
Penafsiran pasal 7, (a) Hak
tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber
demi keamanan narasumber dan keluarganya, (b) Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita
sesuai dengan permintaan narasumber.
(c) Informasi latar belakang
adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan
tanpa menyebutkan narasumbernya, (d) “Off
the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh
disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Pasal 8 berbunyi, “Wartawan Indonesia tidak
menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap
seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin,
dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat
jiwa atau cacat jasmani.”
Penafsiran pasal 8, (a) Prasangka adalah anggapan yang
kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas, (b) Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Pasal 9 berbunyi, “Wartawan Indonesia
menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan publik.”
Penafsiran pasal 9, (a) Menghormati
hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati, (b) Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan
seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Pasal 10 berbunyi, “Wartawan Indonesia segera
mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai
dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar,
dan atau pemirsa.”
Penafsiran pasal 10, (a) Segera
berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada
teguran dari pihak luar, (b) Permintaan
maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Pasal 11 berbunyi, “Wartawan Indonesia
melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.”
Penafsiran pasal 11, (a) Hak
jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan
atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
(b) Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk
membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang
dirinya maupun tentang orang lain, (c) Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang
perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan
Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi
wartawan dan atau perusahaan pers.
------
Referensi:
Suhandang, Kustadi, 2004, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk dan Kode Etik,
Penerbit Nuansa
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999, tentang Pers (UU Pers)
https://dewanpers.or.id/
------
Artikel bagian pertama:
Wartawan, Dewan Pers, dan Kode Etik Jurnalistik (1)
------
Artikel bagian pertama:
Wartawan, Dewan Pers, dan Kode Etik Jurnalistik (1)