TERASA LAIN. Suasana lebaran tahun 2020 ini terasa agak berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Jika tahun-tahun sebelumnya masyarakat dapat melaksanakan shalat Idul Fitri di lapangan bergabung dengan warga lainnya dari beberapa kampung berbeda, kini mereka hanya shalat berjamaah di masjid. (Foto: St Jasmani)
-----------
PEDOMAN
KARYA
Senin,
25 Mei 2020
Lockdown dan
Lebaran yang Terasa Lain di Galesong Takalar
Laporan: St
Jasmani
(Mahasiswa
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Unismuh Makassar)
Awalnya,
semua berjalan lancar dan normal. Jalanan
ramai oleh aktivitas warga yang ingin bepergian atau hanya sekadar menjajakan
dagangannya.
Pasar
pun bahkan tak kalah
ramai didatangi oleh warga yang ingin berbelanja kebutuhan pokok atau melakukan
transaksi jual beli lainnya. Begitupun
dengan rumah-rumah ibadah yang selalu ramai didatangi oleh warga yang ingin beribadah.
Setelah
adanya pandemi virus corona atau Covid-19,
semua keadaan menjadi berubah termasuk
di daerah Kecamatan
Galesong, Kabupaten
Takalar, dan sekitarnya yang
harus melakukan lockdown (sekolah diliburkan dan diganti belajar secara virtual, pegawai
kantor bergiliran masuk, dan masyarakat diimbau tidak keluar rumah bila tidak
mendesak, red), sejak Jumat, 10 April 2020.
Masa
lockdown atau karantina wilayah
secara mandiri itu tentu saja berdampak pada perubahan
aktivitas warga. Jalan yang biasanya ramai kini menjadi lengang, tak sepadat biasanya.
Beberapa
pasar pun harus tutup. Penjual
sayur yang biasa menjajakan dagangannya di pinggir jalan pun kini tampak tak banyak, ditambah masayarakat
yang ingin berpergian harus menggunakn masker.
Masa
lockdown
ini juga berimbas kepada
beberapa anggota masyarakat, khususnya
bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah, termasuk
para pedagang keliling yang mengaku kesulitan menjajakan
dagangannya karena beberapa akses jalan ditutup. Mereka mengeluhkan dampak yang
timbul akibat lockdown ini.
“Kita
ini kasian butuh uang, tapi kalau di-lockdown
begini bagaimana mi, na tidak bisaki’ pergi menjual karena
ditutup jalan,” ungkap Dg
Sija, seorang
penjual sayur keliling, kepada penulis dalam bahasa Indonesia logat Makassar.
Meskipun
dalam suasana lockdown, para pedagang
tersebut masih tetap kukuh pergi menjajakan dagangannya.
“Tapi
biar di-lockdown, tetapjaki’ pergi menjual, karena
kalau tidak, tidak ada tommi uang didapat. Kalau masalah itu jalanan ditutup, terpaksamaki cari jalan
yang tidak ditutup atau minta’ki’ sama penjaga palang
untuk dibuka itu palang baru na semprotmaki’ pakai
itu obat,” tutur Dg Sija.
Para
warga pun berharap agar pandemi Covid-19, bisa segera berakhir agar
mereka bisa kembali beraktivitas dengan normal seperti biasa tanpa harus
dibayang-bayangi rasa takut terpapar oleh virus corona.
Lebaran Terasa Lain
Memasuki
bulan Ramadhan hingga tiba Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriyah pada Ahad, 24 Mei
2020, masa pandemi Covid-19 ternyata belum berakhir. Kondisi itu tentu saja
berdampak pada kegiatan rutin tahunan lebaran Idul Fitri.
Pemerintah
melarang adanya kerumunan massa, termasuk
mengimbau agar shalat idul Fitri tahun ini dilaksanakan di rumah masing-masing
bersama keluarga. Tentu saja imbauan itu dikeluarkan untuk mencegah terjadinya
penyebaran virus Covid-19.
Namun ternyata banyak warga yang tetap menginginkan
dilaksanakan shalat ied. Kalau tidak bisa dilaksanakan di lapangan terbuka
sebagaimana biasa, minimal dilaksanakan di masjid.
Salah
satu desa yang masyarakatnya tetap mengadakan pelaksanaan shalat ied yaitu di Desa
Parangmata, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar. Warga setempat tetap melaksanakan shalat ied karena
daerah ini termasuk zona hijau pandemi Covid-19.
Akhirnya,
masyarakat setempat pun tetap melaksanakan shalat ied di masjid. Tentu saja
suasananya terasa lain, karena para jamaah harus
tetap memperhatikan dan mengikuti protokol
kesehatan.
Pada
pegi buta, Ahad, 24 Mei 2020, warga berbondong-bondong menuju
masjid bersama dan sanak famili untuk melaksanakan shalat Idul Fitri. Sepanjang jalan mereka saling menyapa dengan tetangga dan melemparkan senyum
bahagia.
Meskipun
demikian, suasana lebaran tahun ini terasa agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Jika tahun-tahun sebelumnya
masyarakat dapat melaksanakan shalat
Idul Fitri di lapangan bergabung
dengan warga lainnya dari beberapa kampung
berbeda, kini mereka hanya shalat berjamaah di masjid.
Tentu
saja jamaah yang datang adalah warga yang bermukim di sekitar masjid. Artinya, mereka
hanya terdiri atas warga kampung setempat, tidak ada warga yang
berbondong-bondong datang dari kampung sebelah.
Selain
itu, warga
yang akan melaksanakan shalat Idul Fitri pun harus mengenakan
masker serta tidak diperbolehkan bersalaman kecuali dengan anggota keluarga sendiri, padahal salam-salaman dan pelukan menjadi salah satu
ciri khas suasana lebaran.
Warga
juga tidak diperbolehkan menerima tamu dari luar
kampung. Imam desa mengatakan, pihaknya memberlakukan
peraturan tersebut guna
mencegah penyebaran dan penularan virus Covid-19.
Editor:
Asnawin Aminuddin
---------
Berita terkait Idul Fitri:
Rindu Shalat di Masjid, Warga Desa Berua Bantaeng Shalat Idul Fitri Secara Terbatas
Warga Parangtambung Makassar Tetap Gelar Shalat Id di Tengah Pandemi Covid-19
---------
Berita terkait Idul Fitri:
Rindu Shalat di Masjid, Warga Desa Berua Bantaeng Shalat Idul Fitri Secara Terbatas
Warga Parangtambung Makassar Tetap Gelar Shalat Id di Tengah Pandemi Covid-19