Wahai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang di antara kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu. Jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian, kamu tahanlah kedua saksi itu sesudah shalat (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu: “(Demi Allah) kami tidak akan menukar sumpah ini dengan harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa.” (QS Al Maidah/5: 106)
-------
PEDOMAN KARYA
Senin, 15 Juni 2020
Al-Qur’an
Menyapa Orang-orang Beriman (43):
Perintah Allah dalam Hal Wasiat
Oleh: Abdul
Rakhim Nanda
(Wakil Rektor I Unismuh / Wakil
Sekretaris Muhammadiyah Sulsel)
Wahai
orang-orang yang beriman, apabila salah seorang di
antara kamu menghadapi kematian, sedang dia
akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil
di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu. Jika kamu dalam perjalanan
di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian, kamu tahanlah kedua saksi itu sesudah
shalat (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika
kamu ragu-ragu: “(Demi Allah) kami tidak akan menukar sumpah ini dengan harga
yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan
tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian
tentulah termasuk orang-orang yang berdosa.” (QS Al Maidah/5: 106)
Jika pada saatnya ajal tiba maka
semua manusia telah sampai pada masa akhir kehidupannya di dunia ini. Allah SWT mengingatkan tentang hal ini
kepada hamba-Nya
lebih dini dan dalam masa seorang hamba itu masih hidup normal, hingga akal
sehatnya masih bisa menangkap dengan baik pesan-pesan-Nya ini, bahwa hal ini pasti akan
datang kepada siapa saja.
Allah menyapa dengan kasih saying-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman! apabila salah seorang kamu menghadapi
kematian.”
Dari sini dapat dipahami bahwa pada
hakekatnya ‘terdapat atau ada’tanda-tanda bahwa seseorang itu sudah dekat pada
masa kematiannya, dan tanda itu akan dihadirkan bagi setiap orang yang sudah
dekat masanya sehingga masih memiliki kesempatan untuk menyampaikan wasiat.
Oleh karena itu, Allah mengingatkan, jika tanda-tanda kematian telah datang kepada seorang hamba; “sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah
(wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu.”
Menurut Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di; “jika tanda-tanda kematian telah mendatangi seseorang, hendaknya wasiatnya ditulis
dengan kasaksian dua orang yang adil dimana keduanya termasuk orang yang diterima
kesaksiannya.”
Dua orang saksi menurut Buya Hamka
artinya; “ yang sama-sama orang beriman, sama-sama beragama Islam yang
diketahui si washi ‘pemberi wasiat’
bahwa kedua orang itu adalah orang yang jujur, maka sampaikanlah kepada dua
orang itu catatan-catatan harta yang akan diwasiatkan yang tidak merugikan
kepada ahli waris yang berhak menerima pusaka.
Kedua saksi yang adil inilah kelak
yang akan memberikan keterangannya ketika harta pusaka hendak dibagi. Dan
karena zaman sekarang –lanjut Buya Hamka- alat tulis-menulis -atau perangkat
admistrasi- sudah sempurna dan telah ada notaris, maka lebih baik lagi –jika-
kedua saksi itu menurunkan kesaksian dan tanda tangannya di hadapan notaris.”
Dalam kondisi keadaan keterbatasan,
misalnya dalam perjalanan, maka berwasiat pun harus tetap menghadirkan
dua orang saksi yang adil dan seagama. “Atau
dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka
bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian.”
Buya Hamka mengambil permisalan
seseorang itu dalam perjalanan, atau berada di negara lain, atau sedang merantau lalu
jatuh sakit yang -menunjukkan tanda-tanda- sudah dirasakan sebagai panggilan
maut, maka segeralah adakan dua orang saksi yang –syarat-nya juga harus- adil,
baik dua orang itu muslim maupun orang yang tidak muslim yakni beragama selain Islam.
Maka kedua saksi itu, baik Islam maupun yang bukan Islam, hendaklah menyerahkan –catatan,
atau- harta wasiat itu si mati itu kepada keluarganya dengan sepenuh-penuh
amanat, tidak boleh curang.
“Kamu tahanlah kedua saksi itu sesudah shalat (untuk
bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu
ragu-ragu.”
Dalam kondisi dimana seseorang tidak
berada di daerahnya sendiri sehingga timbul keraguan dalam dirinya tentang dua
orang saksi yang telah ditetapkan, maka kata buya Hamka; “Panggillah mereka
untuk memberikan keterangan lengkap –untuk didengarkan oleh washi- tentang wasiat yang telah mereka
terima itu, dan dipanggilnya sesudah shalat, -dan (menutut Sayyid Quthb) bagi
saksi yang tidak muslim, juga sembahyang (beribadah) sesuai dengan keyakinannya
aqidah mereka-.
Sebelum kesaksian mereka
diperdengarkan, maka didahului semacam pengakuan berupa sumpah yang bunyinya:“(Demi Allah) kami tidak akan menukar sumpah
ini dengan harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib
kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah.”
Artinya –saksi tersebut benar-benar
dapat meyakinkan setelah mereka bersumpah- bahwa mereka akan memberikan
keterangan yang jujur, dan kejujuran mereka tidak akan mereka jual, tidak akan
terpengaruh walaupun mereka dibayar dengan harta benda berapapun untuk
menyembunyikan kesaksian mereka.
Karena ini adalah suatu kesaksian
yang bertalian dengan tanggung jawab mereka di hadapan Allah. Demikian disadurkan dari Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar. Sekali lagi, ini dilakukan
jika si washi ada keraguan.
Dan untuk lebih meyakinkan lagi,
sebagai penutup dari pengakuan mereka, mereka mengucapkan: “Sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang
berdosa.”
Orang-orang berdosa yang diamksud di
sini adalah orang yang memiliki tabiat pendosa yakni terbiasa bahkan bangga
melakukan dosa. Kami kalau melakukan hal demikian itu, maka kami sama saja
dengan mereka.
Namun jika pada akhirnya terbukti
bahwa kedua saksi itu tidak amanah maka persaksian mereka dapat dituntut dan
digantikan kesaksiannya dengan mengikuti pedoman dari Allah SWT.
Allah
SWT berfirman: “Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu)
membuat dosa, maka dua orang yang lain di antara ahli waris yang berhak yang
lebih dekat kepada orang yang meninggal (memajukan tuntutan) untuk mengganti-kannya,
lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah: "Sesungguhnya persaksian kami
labih layak diterima daripada persaksian kedua saksi itu, dan kami tidak
melanggar batas, sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang yang
menganiaya diri sendiri".Itu lebih dekat untuk (menjadikan para saksi)
mengemukakan persaksian-nya menurut apa yang sebenarnya, dan (lebih dekat untuk
menjadikan mereka) merasa takut akan dikembalikan sumpahnya (kepada ahli waris)
sesudah mereka bersumpah. Dan bertakwalah kepada Allah dan dengarkanlah
(perintah-Nya). Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS AlMaidah/5: 107-108)
-------
Artikel sebelumnya:
Perintah Menjaga Kepribadian untuk Solidaritas Muslim
Larangan Membunuh Binatang Buruan Ketika Ihram
Allah Menguji dengan Suatu Kemudahan
-------
Artikel sebelumnya:
Perintah Menjaga Kepribadian untuk Solidaritas Muslim
Larangan Membunuh Binatang Buruan Ketika Ihram
Allah Menguji dengan Suatu Kemudahan