“Punna tea tutoana, teatompaki nabaji, nai laero’, nimintuang tanningai.”
Arti bebasnya: “Dalam pelamaran, kalau orang tua tak setuju kepada pihak laki-laki, maka sebaiknya pihak laki-laki menghargai sikap itu. Kalau pihak laki-laki paksakan kehendak dengan jalan kawin lari, ia akan menjadi menantu yang tidak disenangi, suatu perlakuan yang dianggap merendahkan harga diri sang menantu.” (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
-------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 21 Mei 2021
Kelong Pendidikan Religius (14):
Punna
Tea Tutoana, Teatompaki Nabaji, Nai Laero’,
Nimintuang Tanningai
Oleh: Bahaking Rama
(Guru Besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Alauddin)
Etika
Meminang, Cegah Kawin Lari
Masyarakat Sulawesi Selatan mengenal istilah dan
praktek “kawin lari.” Faktor penyebab kawin lari antara lain; (1) Faktor uang
penai, belanja. Sepasang muda-mudi yang sudah mengikat perjanjian membangun
rumah tangga sakinah, terkendala karena faktor uang panai, uang belanja yang
tinggi. Pihak keluarga laki-laki tak mampu memenuhi permintaan uang belanja pihak perempuan.
(2) Faktor orang tua. Pihak perempuan tak setuju
sang anak menikah dengan kekasihnya. Tentu dengan penilaian dan pertimbangan
tertentu, misalnya aspek kepantasan, tidak pantas. Juga laki-laki dinilai memiliki sifat kurang baik, dan pertimbangan
lainnya.
Dalam keadaan terjadi penolakan lamaran, maka
leluhur berpesan dalam Kelong;
“Punna tea tutoana, teatompaki nabaji, nai laero’, nimintuang tanningai.”
Arti bebasnya: “Dalam pelamaran, kalau orang tua tak
setuju kepada pihak laki-laki, maka sebaiknya pihak laki-laki menghargai sikap
itu. Kalau pihak laki-laki paksakan kehendak dengan jalan kawin lari, ia akan
menjadi menantu yang tidak disenangi, suatu perlakuan yang dianggap merendahkan
harga diri sang menantu.”
Itulah sebabnya sehingga perlu menghargai sikap
penolakan lamaran pihak perempuan. Suasana keakraban hidup dalam rumpun
keluarga sangat diutamakan. Kalau lamaran ditolak, yaa terimalah, supaya
keakraban tetap terjaga. Kawin lari, menimbulkan banyak permasalahan hidup
kedua belah pihak.
Kearifan leluhur menanamkan sikap ksatria pada kaum
muda jika lamarannya ditolak, perlu dihargai, karena dapat menjadi modal
kesalehan sosial. Terimalah penolakan itu dengan ikhlas, sembari meyakini ada
hikmah dibaliknya.
Cegah kawin lari, ikhlas terima penolakan lamaran,
karena itu bukan kategori siri’. Hiduplah damai dalam rumpun keluarga. Satukan
aliran darah kasih-sayang, a’bulo
sibatang, accera’ sitongka-tongka.
Semoga, aamiin YRA.
Pao-Pao Gowa. Jumat, 07 Mei 2021
----
Artikel sebelumnya:
Kelong Pendidikan Religius (13): Lakiama’mi Linoa, ka Nisirimi Bonena
Kelong Pendidikan Religius (12): Antei Kamma, Adaka Anrinni Mae
Kelong Pendidikan Religius (11): Jai Bintoeng ri Langi’, Jaiyang Pole Tumappa’linga-lingaya