----------
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 15 Mei 2021
Menata
Jiwa dan Hati untuk Menuntun Perjalanan Hidup di Atas Ketaqwaan (2)
Oleh:
Dr KH Muhammad Alwi Uddin, dan Dr H Abdul Rakhim Nanda
-----
Ketiga, menata hati
menuju keselamatan dan ketaatan. Dalam Al-Qur’anul karim, Allah SWT memperkenalkan
kepada kita terkait susunan lapisan hati, yakni (1) Rumah tempat hati yang
disebut dada atau shadr/shudûr,
(2) Hati yang berfungsi
menangkap informasi ilmu yang disebut fuâd/af-idah, (3) Hati yang mengolah dan
memahami serta tempat pergumulan kesesatan dan keselamatan yang disebut qalb/qulûb,
serta (4) Inti dari hati yang berfungsi mengingat, berpikir, serta menyimpulkan
kebenaran yang disebut Lubb/albâb.
Allah SWT mengajarkan
kita menata rumah tempat tinggal hati atau shadr/shudûr dengan jalan; (1) memohon
kepada-Nya agar rumah hati ini dilapangkan dan (2) memohon kepada Allah agar
rumah hati ini selalu diberi pelajaran (mauizhah) dan penawar (syifa’),
petunjuk (hudan) dan rahmat sebagai mana firman-Nya:
“Berkata Musa: Ya Tuhan-ku,
lapangkanlah untukku dadaku.” (QS Al Isra’ / 17: 25).
“Hai manusia,
sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-mu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (pada apa yang ada) di dalam dada dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman.” (QS Yunus/10: 57).
Menata hati utau fuâd
agar tidak bertindak tanpa didasari ilmu karena dia akan dimintai pertanggungjawaban,
sesuai firman Allah;
“Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungjawabannya.” (QS Al Isra’/17: 36)
Oleh karena hati yang
disebut Qalb/qulûb ini berfungsi mengolah dan memahami serta tempat pergumulan
kesesatan dan keselamatan, maka kita harus menatanya untuk selalu mengarah kepada
keselamatan dan ketaqwaan dan menjauhi jalan menuju kesesatan dan kedurhakaan
serta memfungsikannya untuk memahami, agar selamat dari ancaman siksa api
neraka.
Perhatikan firman Allah
SWT berikut ini:
“Dan barangsiapa yang
beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya, dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (At Taghabun/64: 11)
“Dan janganlah kamu
mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta
menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Al
Kahfi/18:28)
“Dan sesungguhnya Kami
jadikan untuk (isi) neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
(QS Al A’raf/7: 179)
Menata ‘inti hati’ yang
disebut lubb/albâb ini agar selalu menjalankan fungsinya untuk mengingat, berpikir,
serta menyimpulkan kebenaran.
“(yaitu) Orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan
Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah
kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran/3: 191)
Keempat, menuntun jiwa
dan hati menuju ketakwaan. Pada hakekatnya, jiwa manusia akan selalu mengikuti
ketetapan hatinya, hati yang tenang (qalbun muthmainnah) akan memandu jiwa
menuju jiwa yang tenang (nafsul muthmainnah).
Sementara hati dapat
menjadi tenang dengan jalan senantiasa mengingat Allah (dzikrullah), dan hati
yang senantiasa mengingat Allah adalah inti hati (lubb/albâb).
Arah yang dituju dalam
pembinaan hati/qalbu adalah: Lahirnya hati yang bertobat (qalbun munib).
“Inilah yang dijanjikan
kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi
memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya), (yaitu) orang yang takut kepada Tuhan
yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia (hamba itu)
datang dengan hati yang bertaubat.” (QS Qaff / 50: 32-33)
Hati yang selalu mengarah
kepada keselamatan (qalbun salim),
“(Ibrahim berdoa): Ya
Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan
orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang
(yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai
surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia
adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan
aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak
laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati
yang bersih.” (QS Asy Syu’ara/26: 83-89)
Hati yang bertaqwa
(taqwal qalb)
“Demikianlah (perintah
Allah), dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu
timbul dari ketaqwaan hati.” (QS Al Hajj/22: 32)
Oleh karena itu, Allah
SWT dan Rasulullah s.a.w mengajarkan kita beberapa do’a agar hati (qalbu)
senantiasa dibimbing, dikuatkan dan diteguhkan.
“(Mereka berdoa): Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah
Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari
sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia).” (QS Ali
Imran/3: 8)
Dan doa yang diajarkan
oleh rasulullah Allahumma yâ muqallibal qulûb, tsabbit qalbî ‘alâ dînika. Wahai
Allah! Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.
(HR. An Nasa’i)
“Allahumma Yâ musharrifal
qulûb, sharrif qalbî ilâ thâ’atika. “Wahai Allah! Dzat yang mengurus seluruh
hati, arahkanlah hati kami terhadap ketaatan kepadaMu” (HR. Muslim)
Selain doa-doa yang
diajarkan Allah dan Rasul-Nya, hati juga harus, bahkan wajib terus diterapi
dengan dzikir-dzikir lisan/hati, ritual ibadah khas/ibadah mahdha. Itulah
antara lain jalan menata jiwa dan hati menuju jalan ketaqwaan. (bersambung)
Artikel Bagian 1:
Menata Jiwa dan Hati untuk Menuntun Perjalanan Hidup di Atas Ketaqwaan (1)
Artikel Bagian 3-habis: