-----------
PEDOMAN KARYA
Senin, 21 Juni 2021
Di
Balik Pers Indonesia Berduka (1)
Catatan
M Dahlan Abubakar
(Tokoh Pers versi Dewan
Pers)
Dia ditemukan tak
bernyawa tidak jauh dari kediamannya di Hutan VII Nagori Karang Anyar,
Kecamaran Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Almarhum merupakan
Pemimpin Redaksi lassernewstoday.com di Sumatera Utara. Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) Medan mencatat, lassernewstoday.com yang dipimpin almarhum
termasuk cukup kritis memberitakan isu sensitif di wilayah tersebut.
Isu sensitif itu di
antaranya memublikasikan berita terkait dugaan penyelewengan di PTPN yang
melibatkan pejabat di wilayah tersebut. Juga memberitakan peredaran narkoba dan
judi di Kota Siantar dan Kabupaten Simalungun, serta maraknya bisnis hiburan
malam yang diduga melanggar aturan.
Tindakan kekerasan
terhadap wartawan merupakan pelanggaran terhadap kebebasan pers di Indonesia,
dan pekerja pers dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh undang-undang,
yaitu Pasal 8 UU Pers No. 40 tahun 1999. Kebebasan pers merupakan amanat
reformasi pada tahun 1998.
Pembunuhan terhadap
Marsal Harahap ini mengingatkan kita akan kasus serupa yang menimpa Fuad
Muhammad Syafruddin alias Udin pada 13 Agustus 1996.
Seperti diberitakan
kembali oleh tirto.id, pada malam 13 Agustus 1996, usai menyelesaikan
pekerjaannya, Udin bergegas pulang. Jam menunjukkan pukul 21.30. Raut wajahnya
tampak tegang dan gelisah ketika menghidupkan sepeda motornya, Honda Tiger 2000
warna merah hati.
Nasib buruk tak dinyana menimpa
Udin. Tak lama setelah menginjakkan kaki di rumah, Udin diserang pria tak
dikenal. Ia dipukul, kepalanya dihantam, dan perutnya disodok dengan besi. Udin
pun terluka parah serta tak sadarkan diri. Ia dibawa ke RSU Jebugan Bantul
sebelum akhirnya dipindahkan ke RS Bethesda Yogyakarta untuk menjalani
perawatan intensif.
Tiga hari kemudian, pihak
RS Bethesda memberi kabar: nyawa Udin tak tertolong. Upaya operasi nyatanya tak
mampu menghentikan pendarahan hebat di kepalanya. Meninggalnya Udin adalah
gambaran betapa brutalnya rezim Orde Baru yang tak menghargai nyawa manusia.
Udin tewas tanpa tahu siapa yang membunuhnya dan apa motif di belakangnya.
Melawan Tiran “Mas Udin
selalu bilang, kalau memang ada kesalahan, ya, harus diberitakan sesuai fakta,
memang begitu kerjanya wartawan,” kata Marsiyem, istri Udin, kepada Rappler
Indonesia pada 2015 silam.
Kebebasan
berisiko
Pembunuhan terhadap Fuad
Muhammad Syafruddin maupun Marsal Harahap dapat dipastikan terkait dengan
berita-berita kritis yang ditulis oleh korban. Berita kritis di dalam kategori
nilai berita (news value) dapat dikategorikan berita konflik dan sesuatu yang
menegangkan.
Para pekerja pers
menempatkan berita seperti ini sebagai kontrol sosial guna mamenuhi fungsi
keempat pers, selain menginformasikan, mendidik, dan menghibur.
Dalam beberapa kesempatan
formal (saat pendidikan jurnalistik atau pun di depan mahasiswa di kampus)
maupun dalam diskusi-diskusi nonformal, saya selalu mengatakan bahwa kebebasan
pers sangat berisiko bagi kebebasan sang wartawan.
Kritik sosial yang selama
Orde Baru “dimatikan” dan “dikubur hidup-hidup”, menemukan ruang yang sangat
lapang dengan hadirnya era reformasi. Bahkan dengan hadirnya reformasi, pers
menikmati bulan madu kebebasan yang tiada akhir.
Di balik kebebasan yang
dinikmati pers sekarang ini, saya selalu mengkhawatirkan adanya kebebasan lain
yang tidak terkendali di luar ranah insan pers, yakni masyarakat. Jika pada
masa Orde Baru, penguasa dianggap sebagai pihak yang mematikan, kini di era
reformasi justru datang dari masyarakat, terutama mereka yang tidak puas dengan
pemberitaan pers.
Yang paling berisiko dan
rentan dengan tindakan desktruktif pihak eksternal pers adalah ketika individu
atau pihak yang merasa tersengat oleh pemberitaan pers adalah komunitas yang
dikenal temperamental. Saya menempatkan Sumatera Utara termasuk salah satu
daerah yang masyarakatnya masuk dalam kategori ini, selain Sulawesi Selatan dan
Sumatera Selatan.
Oleh sebab itu, para
pekerja pers sejatinya harus memahami budaya dan karakter masyarakat tempat
mereka berkiprah. Pemahaman akan budaya dan karakter ini menjadi penting dalam
kaitannya dengan tuntutan taat asasnya pekerja pers mematuhi kode etik
jurnalistik, terutama berkaitan dengan “cover both side” (peliputan kedua sisi
atau konfirmasi) sebagaimana tercantum pada pasal 5 Kode Etik Jurnalistik dan
penafsirannya.
Pasal 5 KEJ menyebutkan, “Wartawan
harus menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan ketepatan dari
kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini.”
Penafsiran yang
dimaksudkan berita secara berimbang dan adil ialah menyajikan berita yang
bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, penilaian, atau sudut
pandang masing-masing kasus secara proporsional. (bersambung)
---------
Artikel Bagian 2:
Di Balik Pers Indonesia Berduka (2)
Artikel Bagian 3:
Di Balik Pers Indonesia Berduka (3-habis)