--------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 10 Agustus 2021
In
Memoriam Arief Djasar, Wartawan Olahraga Harian Pedoman Rakyat (2):
Berjuang
Bersama Andi Mattalatta Melawan Gubernur Sulsel Yang Ingin Menjual Stadion Mattoanging
Oleh:
Asnawin Aminuddin
(Wartawan Pedoman Karya)
Desk
Olahraga
Pada sekitar tahun 1997,
barulah saya ditempatkan di Desk Olahraga yang dikepalai Arief Djasar. Kalau
tidak salah, waktu itu, saya menjadi reporter Desk Olahraga bersama Insan Ihlas
Jalil dan Yusuf Akib.
Saat menjadi reporter
Desk Olahraga, saya juga beberapa kali meliput pertandingan sepakbola, terutama
saat PSM (Persatuan Sepakbola Makassar) bertanding, baik di Stadion Mattoanging
Makassar, maupun saat PSM bertanding di luar kandang.
Saya antara lain pernah
meliput saat PSM bertanding di Balikpapan, di Bontang, dan Samarinda
(Kalimantan Timur), serta di Manado (Sulawesi Utara), dan di Gresik (Jawa
Timur).
Dalam peliputan berita-berita
olahraga, saya banyak mendapat arahan dari Arief Djasar, dan dengan demikian,
saya menganggap Arief Djasar sebagai guru saya dalam liputan berita-berita
olahraga.
Setelah saya “naik kelas”
menjadi redaktur pun, saya tetap banyak berkonsultasi dan berdiskusi dengan
Arief Djasar, dan hubungan kami sudah seperti adik kakak.
Sangat
Mengenal Pemain PSM
Arief Djasar memang
identik dengan wartawan olahraga, khususnya sepakbola, dan lebih khusus lagi
PSM. Ia sangat mengenal pemain-pemain PSM, mulai dari skill para pemain,
reputasi pelatih, sampai kepada hal-hal yang bersifat pribadi dari para pemain
dan pelatih.
Arief Djasar juga pernah
turut membela Andi Mattalatta melalui pemberitaan di Harian Pedoman Rakyat, dan
“turut melawan” saat Gubernur Sulsel Achmad Amiruddin ingin menjual Stadion
Mattoanging kepada pihak swasta dan menawarkan pembagunan stadion modern di
kawasan Sudiang Makassar.
Pembelaan dan perlawanan
itu akhirnya membuahkan hasil yakni Stadion Mattoanging tidak jadi dijual.
Sayangnya, Stadion
Mattoanging yang bersejarah, saat tulisan ini dibuat pada pekan kedua Agustus
2021, sudah dihancurkan dan diratakan dengan tanah atas perintah Gubernur
Sulsel HM Nurdin Abdullah (yang saat tulisan ini dibuat, Nurdin Abdullah masih
ditahan oleh KPK / Komisi Pemberantasan Korupsi).
Konon, Stadion
Mattoanging akan dibangun kembali dengan stadion modern yang memakai atap yang
bisa dibuka dan ditutup. Mudah-mudahan rencana pembangunan stadion sepakbola
yang modern nan canggih itu dapat benar-benar diwujudkan.
Menerbitkan
SKU Pelita Rakyat
Saya dan Arief Djasar serta
sejumlah rekan wartawan lainnya masih terus-menerus bersama-sama di Harian
Pedoman Rakyat, sampai harian yang terbit perdana pada 01 Maret 1947 itu, benar-benar
berhenti terbit pada 03 Oktober 2007.
Setelah Harian Pedoman
Rakyat tidak terbit lagi, kami para wartawan kemudian berpencar. Ada yang
pindah menjadi wartawan di media lain, ada yang menerbitkan media, dan ada juga
yang mencari pekerjaan lain.
Arief Djasar memilih menerbitkan
media baru dengan nama Pelita Rakyat. Sebuah tabloid yang rutin terbit sekali
dalam sebulan sejak 2012.
“Deh, mantapna tawwa
Pelita Rakyat,” kata saya melalui WhatsApp (WA) kepada Arief Djasar mengomentari
ulang tahun SKU Pelita Rakyat yang ke-8 pada tahun 2020
“Alhamdulillah Pak Ustadz.
Yg penting lancar terbit. Sekali sebulan selama 8 thn,” balas Arief Djasar
dalam obrolan kami pada 15 Desember 2021.
Masukan
Buat PWI Sulsel
Arief Djasar bukan
anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), tapi perhatiannya kepada PWI,
khususnya PWI Sulsel cukup besar, karena ia mengharapkan PWI Sulsel benar-benar
berjalan dengan baik untuk membina wartawan dan meningkatkan kualitas para
wartawan, khususnya yang bernaung di organisasi PWI.
Ia banyak kali memberi
komentar bila ada sesuatu yang dianggap kurang pas yang terjadi atau dilakukan
oleh pengurus PWI Sulsel.
“Apakah wajib seorang
wartawan memiliki media, yang senior2 apalagi sdh tdk aktif lg membuat berita
dan tdk punya media, semestinya tdk boleh lg disebut wartawan,” kata Arief
Djasar dalam obrolan kami via WA pada bulan Februari 2021.
Dia kemudian melanjutkan
dengan mengatakan, “Bukankah kita dulu sering menyebut WTS (Wartawan Tanpa
Suratkabar) tapi sekarang justru kita yang mengalaminya. Ini brgkali jd masukan
buat bidang organisasi PWI. Kalau sekarang mungkin bukanmi WTS tapi WTM
(Wartawan Tanpa Media).” (bersambung)
--------
Artikel sebelumnya:
In Memoriam Arief Djasar, Wartawan Olahraga Harian Pedoman Rakyat (1)