Aminah kemudian berniat membawa Muhammad ke Yatsrib untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara ibunya dari keluarga Najjar. Perjalanan ini juga bertujuan menengok makam Abdullah, ayah Muhammad. Sudah lama Aminah memendam keinginan untuk menengok makam suami tercintanya itu. Kini, ia akan berangkat dengan ditemani putranya seorang. (int)
------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 16 September 2021
Kisah Nabi Muhammad SAW (14):
Aminah
Meninggal dalam Perjalanan dari Madinah ke Mekah
Penulis: Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Bertemu
Kakek dan Ibunda
Tidak lama kemudian,
datanglah seseorang bernama Waraqah bin Naufal dan seorang temannya dari
Quraisy. Keduanya menyerahkan Muhammad kepada Abdul Muthalib, “Ini anakmu, kami
menemukannya di Mekah Atas.”
Alangkah lega dan
gembiranya Abdul Muthalib.
“Cucuku!” katanya sambil
mendekap Muhammad.
Abdul Muthalib
memperhatikan cucunya dengan wajah berseri-seri, “Apakah kamu mau kakek ajak
menunggangi unta yang hebat?”
“Mau. Tetapi, mana
untanya kek?” tanya Muhammad dengan hati senang.
Sambil tertawa, orang tua
itu mengangkat Muhammad dan mendudukkannya di atas bahu.
“Kau kini telah menduduki
untanya, nak! Ha....ha....ha....” kata Abdul Muthalib sambil tertawa.
“Wah, unta hebatnya kok
sudah tua ya kek?” kata Muhammad juga sambil tertawa-tawa.
“Biar tua, tapi ini unta
yang hebat, cucuku! Lihat unta ini mampu mengajakmu berthawaf mengelilingi Ka’bah,”
kata Abdul Muthalib.
Aubdul Muthalib membawa
Muhammad berthawaf di Kabah. Setelah itu ia memintakan perlindungan Tuhan untuk
cucunya itu dan mendoakannya.
“Mari kita menemui ibumu
sekarang,” ajak Abdul Muthalib.
Alangkah senangnya anak
dan ibu itu ketika mereka saling bertemu. Walaupun demikian, tersisip kesedihan
di hati Muhammad ketika ia melepas Halimah As Sa'diyah, ibu susu yang selama
ini telah merawatnya dengan limpahan kasih yang demikian besar.
“Selamat tinggal
Muhammad. Jadilah orang besar seperti yang pernah dikatakan ibumu,” kata
Halimah sambil beranjak pergi.
Sampai dewasa, Muhammad
tidak pernah memutuskan tali silaturrahim dengan ibu susunya itu.
Gembala
Kambing
Mulai dari hidupnya di
Bani Sa’ad sampai masa kecilnya di Mekah, hidup Nabi Muhammad dilalui sebagai
seorang gembala.
Waraqah
bin Naufal
Waraqah bin Naufal adalah
paman Khadijah (kelak menjadi istri Muhammad). Waraqah bin Naufal tidak
menyukai berhala. Ia tetap mengikuti ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail,
menjadi hamba Allah yang setia.
Ia tidak meminum minuman
keras dan tidak berjudi. Ia bermurah hati terhadap orang orang miskin yang
membutuhkan pertolongannya.
Di
Bawah Asuhan Kakek
Sejak itu, Abdul Muthalib
bertindak sebagai pengasuh cucunya. Ia mengasuh Muhammad dengan sungguh-sungguh
dan mencurahkan segala kasih sayangnya.
Abdul Muthalib adalah
pemimpin seluruh Quraisy dan seluruh Mekah. Untuk dia, diletakkan hamparan
khusus tempatnya duduk di bawah naungan Ka’bah. Anak-anak beliau, paman-paman
Muhammad, tidak ada yang berani duduk di tempat itu. Mereka duduk di sekeliling
hamparan itu sebagai penghormatan kepada ayah mereka.
Suatu saat, Muhammad
kecil yang montok itu duduk di atas hamparan tersebut. Serentak paman-paman
beliau langsung memegang dan menahan Muhammad agar tidak duduk di atas
hamparan.
Namun, ketika Abdul
Muthalib datang dan melihat kejadian tersebut, dia berkata: “Biarkan anakku itu.
Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung.”
Kemudian, Abdul Muthalib
duduk di atas hamparan tersebut sambil memangku Muhammad. Dielus-elusnya
punggung Muhammad penuh sayang. Abdul Muthalib bergembira dengan apa yang
dilakukan cucunya itu.
Lebih-lebih lagi,
kecintaan kakek kepada cucunya itu timbul ketika Aminah kemudian berniat
membawa Muhammad ke Yatsrib untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara ibunya
dari keluarga Najjar.
Perjalanan ini juga
bertujuan menengok makam Abdullah, ayah Muhammad. Sudah lama Aminah memendam
keinginan untuk menengok makam suami tercintanya itu. Kini, ia akan berangkat
dengan ditemani putranya seorang.
Aminah
Wafat
Dalam perjalanan itu,
Aminah membawa Ummu Aiman, budak perempuan peninggalan Abdullah. Sesampainya di
Yatsrib, mereka disambut oleh saudara-saudara Aminah. Kepada Muhammad
diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan.
Itu adalah saat pertama
Muhammad benar-benar merasa dirinya sebagai anak yatim. Apalagi ia mendengar
ibunya bercerita panjang lebar tentang sang ayah tercinta yang setelah beberapa
waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia.
(Di kemudian hari,
setelah hijrah, pernah juga Rasulullah SAW menceritakan kepada
sahabat-sahabatnya tentang kisah perjalanan masa kecil beliau ke Yatsrib yang
saat itu telah berubah nama menjadi Madinah. Beliau amat terkenang dengan perjalanan
bersama ibunya itu, kisah perjalanan penuh cinta pada Madinah, kisah penuh duka
pada orang yang ditinggalkan keluarganya.)
Sesudah cukup sebulan
tinggal di Madinah, mereka pun bersiap pulang. Mereka berjalan dengan
menggunakan dua ekor unta yang mereka bawa dari Mekah.
Akan tetapi, di tengah
perjalanan, di sebuah tempat bernama Abwa*), Aminah menderita sakit hingga
kemudian meninggal di tempat itu.
“Ibu! Ibu!” panggil
Muhammad kepada ibunya yang sudah wafat.
Dalam pelukan Ummu Aiman,
dengan air mata meleleh, Muhammad menyaksikan tubuh ibunya dikuburkan di tempat
itu.
Pada usia enam tahun.
Muhammad SAW telah menjadi seorang anak yatim piatu.
*) Abwa adalah sebuah
dusun yang terletak di antara Madinah dengan Juhfa. Jaraknya 37 km dari
Madinah.
Kisah Nabi Muhammad SAW (13): Muhammad Menghilang di Mekah Atas
Kisah Nabi Muhammad SAW (12): Muhammad Bertemu Kembali Ibunya