-------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 23 September 2021
Kisah
Nabi Muhammad SAW (17):
Pendeta
Buhaira Melihat Tanda Kenabian pada Diri Muhammad
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Akan tetapi, segera saja
Buhaira merasakan ada sesuatu yang kurang dari rombongan Quraisy itu. Maka, ia
kembali mengulangi permintaannya,
“Hai orang-orang Quraisy,
jangan sampai ada yang tidak makan makananku ini,” kata Buhaira.
Salah seorang Quraisy
berkata, “Hai Buhaira, tidak ada seorang pun tertinggal yang layak datang kepadamu,
kecuali anak muda yang paling kecil di antara kami. Ia berada di tempat
perbekalan rombongan.”
Buhaira menggeleng-geleng
kepala, “Kalian jangan seperti itu. Panggil dia untuk makan bersama kalian!”
Orang-orang Quraisy
merasa malu. Salah seorang dari mereka bahkan berkata, “Demi Lata dan Uzza,
adalah aib dari kami kalau putra Abdullah bin Abdul Muthalib tidak ikut makan
bersama kami.”
Setelah Muhammad
dipanggil, Buhaira memeluknya dan mendudukkannya bersama rombongan Quraisy yang
lain. Sambil menyaksikan tamu-tamunya makan, sebenarnya mata Buhaira tertuju
kepada Muhammad dengan seksama.
Dari hasil pengamatannya
itulah, Buhaira mengambil kesimpulan dalam hati, “Anak ini mempunyai
sifat-sifat kenabian.”
Jamuan selesai. Sambil
mengucapkan terimakasih, rombongan Quraisy pun membubarkan diri menuju tempat
perkemahan mereka untuk beristirahat. Namun, Buhaira tidak membiarkan Muhammad
pergi. Diajaknya anak itu untuk duduk dan bicara.
“Hai anak muda,” panggil
Buhaira, “dengan menyebut nama Lata dan Uzza, aku akan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepadamu dan engkau harus menjawabnya.”
Wajah Muhammad tampak
berubah dan ia menjawab, “Jangan bertanya tentang apa pun kepadaku sambil
menyebut nama Lata dan Uzza. Demi Allah, tidak ada yang sangat aku benci melainkan
keduanya.”
Buhaira tersenyum dan mengulangi permintaannya, “Baiklah, kalau
begitu aku akan bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah dan engkau harus
menjawab pertanyaanku.”
Wajah Muhammad berubah
cerah dan ia mengangguk, “Tanyakan kepadaku apa saja yang ingin engkau
tanyakan.”
Saran
Buhaira kepada Abu Thalib
Buhaira menanyakan banyak
sekali hal kepada Muhammad, tentang tidur Muhammad, tentang postur tubuh
Muhammad, dan banyak lagi hal lainnya.
Muhammad menjawab semua
itu dan semua jawaban itu sesuai benar dengan perkiraan Buhaira. Kemudian,
Buhaira melihat punggung Muhammad dan mendapati tanda kenabian di antara kedua
bahu Muhammad. Tanda kenabian itu seperti bekas orang berbekam.
Setelah itu, Buhaira
mendekati Abu Thalib dan bertanya kepadanya, “Apakah anak muda ini anakmu?”
“'Iya, dia anakku,” jawab
Abu Thalib
Buhaira menggeleng, “Tidak,
dia bukan anakmu. Anak muda ini tidak pantas mempunyai ayah yang masih hidup.”
Abu Thalib agak tercengang,
lalu dia pun mengangguk, “Kau benar. Dia bukan anakku, dia anak saudaraku.”
Buhaira mengangguk-angguk
puas lalu bertanya lagi, “Apa yang dikerjakan ayahnya?”
“Ayahnya telah meninggal
dunia ketika dia masih berada dalam kandungan ibunya,” jawab Abu Thalib.
“Engkau benar,” kata
Buhaira menghela nafas dalam-dalam.
Kemudian, sambil
berbisik, dia menyampaikan sebuah saran dengan sangat sungguh-sungguh.
“Sekarang, dengar saranku
baik-baik. Bawa anak saudaramu ini ke negeri asalmu sekarang juga! Jaga dia
dari orang-orang Yahudi! Demi Allah, jika mereka melihat padanya seperti apa
yang aku lihat, mereka pasti akan membunuhnya. Sesungguhnya, akan terjadi
sesuatu yang besar pada diri anak saudaramu ini. Karena itu, segera bawa pulang
dia ke negeri asalmu!”
Abu Thalib tampak
ketakutan dengan peringatan itu. Dia yakin bahwa apa yang dikatakan Buhaira itu
benar. Maka dari itu, segera setelah urusan perdagangannya selesai, Abu Thalib
segera membawa Muhammad pulang. Sesulit apa pun beban hidupnya, Abu Thalib
tidak pernah lagi pergi berdagang ke tempat jauh demi melindungi keponakannya
itu.
Bushra
(kota di mana Buhaira tinggal)
Jalur yang dilewati
kafilah Abu Thalib adalah jalan kafilah Barat yang menyusuri Laut Merah,
Madyan, Wadi Al Qurra, Hijir, dan Kota Bushra.
Kota Bushra atau Bostra
telah lama didirikan Romawi sebagai ibu kota wilayah Hauran, untuk menahan
serbuan Badui pedalaman.
Di kota ini, Romawi memusatkan pasukan dan mengumpulkan pajak dari para kafilah. Bagi kafilah sendiri, Bostra adalah pusat perdagangan paling ramai sebelum tiba di Syria yang terletak lebih ke Utara. (bersambung)
Kisah Nabi Muhammad SAW (18): Muhammad Ikut Berperang pada Perang Fijar
Kisah Nabi Muhammad SAW (16): Muhammad Mengikuti Kafilah Dagang ke Negeri Syam