Seorang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum bertanya, “Ada seseorang bernama Muhammad yang membawa ajaran baru?”
Temannya mengiyakan.
“Ajaran yang mengajak menyembah Tuhan Yang Mahatinggi?” tanya Abdullah bin Ummi Maktum lagi.
------
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 27 November 2021
Kisah
Nabi Muhammad SAW (46):
Abdullah
bin Ummi Maktum Penasaran dengan Ajaran Islam
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Mengejek Al Qur'an
أَذَٰلِكَ خَيْرٌ نُزُلًا أَمْ
شَجَرَةُ الزَّقُّومِ
(Makanan surga) itukah
hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum. (Surah As-Saffat 37: 62)
إِنَّا جَعَلْنَاهَا فِتْنَةً
لِلظَّالِمِينَ
Sesungguhnya Kami
menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim. (Surah
As-Saffat 37: 63)
إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ
فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ
Sesungguhnya dia adalah
sebatang pohon yang ke luar dari dasar neraka yang menyala. (Surah As-Saffat 37:
64)
طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ
الشَّيَاطِينِ
mayangnya seperti kepala
syaitan-syaitan. (Surah As-Saffat 37: 65)
Surat Ash-shaffat ayat
62-65 menjelaskan tentang makanan orang di neraka berupa buah zaqqum.
Abu Jahal mengatakan
bahwa pohon zaqqum itu tentunya seperti kurma Yatsrib yang dapat kamu santap.
Kemudian, Allah menghina
Abu Jahal dalam Surat Ad-Dukhan ayat 43 - 49 .
إِنَّ شَجَرَتَ الزَّقُّومِ
Sesungguhnya pohon zaqqum
itu, (Surah Ad-Dukhan 44: 43)
طَعَامُ الْأَثِيمِ
makanan orang yang banyak
berdosa. (Surah Ad-Dukhan 44: 44)
كَالْمُهْلِ يَغْلِي فِي الْبُطُونِ
(Ia) sebagai kotoran
minyak yang mendidih di dalam perut, (Surah Ad-Dukhan 44: 45)
كَغَلْيِ الْحَمِيمِ
seperti mendidihnya air
yang amat panas. (Surah Ad-Dukhan 44: 46)
خُذُوهُ فَاعْتِلُوهُ إِلَىٰ
سَوَاءِ الْجَحِيمِ
Peganglah dia kemudian
seretlah dia ke tengah-tengah neraka. (Surah Ad-Dukhan 44: 47)
ثُمَّ صُبُّوا فَوْقَ رَأْسِهِ
مِنْ عَذَابِ الْحَمِيمِ
Kemudian tuangkanlah di
atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas. (Surah Ad-Dukhan 44: 48)
ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ
الْكَرِيمُ
Rasakanlah, sesungguhnya
kamu orang yang perkasa lagi mulia. (Surah Ad-Dukhan 44: 49)
Abdullah
bin Ummi Maktum
Seorang buta bernama
Abdullah bin Ummi Maktum bertanya, “Ada seseorang bernama Muhammad yang membawa
ajaran baru?”
Temannya mengiyakan.
“Ajaran yang mengajak menyembah
Tuhan Yang Mahatinggi?” tanya Abdullah bin Ummi Maktum lagi.
“Benar,” jawab temannya.
“Tuhan itu tidak bisa
diraba seperti berhala?” tanya Abullah bin Ummi Maktum.
“Betul, wahai Abdullah
bin Ummi Maktum. Begitulah yang diajarkannya,” jawab temannya.
Abdullah bin Ummi Maktum
termenung sambil menggosok-gosok ujung jemari tangannya.
“Tuhan yang tidak bisa
diraba?” pikir Abdullah bin Ummi Maktum, “padahal ujung jariku ini sudah
mengenal betul berhala-berhala. Aku bahkan bisa membedakan Latta dan Uzza
dengan memegang hidung mereka. Seandainya aku bisa bertemu sendiri dengan
Muhammad!”
Dipenuhi rasa ingin tahu
yang besar, Abdullah bin Ummi Maktum menemui Rasulullah. Sayang sekali, saat
itu Rasulullah sedang menyampaikan ayat-ayat Al-Qur’an kepada Walid bin
Mughirah. Ia adalah seorang pembesar Quraisy yang sangat diharapkan ke-Islam-annnya.
Akan tetapi, Abdullah bin
Ummi Maktum tidak mengetahui kehadiran Walid, karena buta, dia terus mendesak,
mendesak, dan mendesak Rasulullah agar saat itu juga menerangkan tentang Islam
kepadanya.
Karena tidak tahan
didesak terus, sedangkan beliau sedang mendakwahi seorang tokoh penting,
Rasulullah membuang wajah beliau. Saat itu, firman Allah turun untuk menegur
beliau, (QS 'Abasa, 80 ayat 1-6)
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ
Dia (Muhammad) bermuka
masam dan berpaling, (Surah 'Abasa 80: 1)
أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ
karena telah datang
seorang buta kepadanya. (Surah 'Abasa 80: 2)
وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ
يَزَّكَّىٰ
Tahukah kamu barangkali
ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), (Surah 'Abasa 80: 3)
أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ
الذِّكْرَىٰ
atau dia (ingin)
mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? (Surah
'Abasa 80: 4)
أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَىٰ
Adapun orang yang merasa
dirinya serba cukup, (Surah 'Abasa 80: 5)
فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّىٰ
maka kamu melayaninya. (Surah
'Abasa 80: 6)
Demikianlah, Allah sangat
menjaga utusan-Nya dari kesalahan, bahkan untuk kesalahan sekecil itu. Apalagi
Rasulullah adalah orang yang sangat halus perasaanya sehingga jika akan
merugikan orang miskin atau orang lemah, beliau merasa takut.
Karena
Dengki
Kebanyakan para pembesar
Quraisy tidak mau mengikuti Nabi bukan karena lebih yakin dengan berhala,
melainkan lebih karena dengki, mengapa Muhammad diangkat menjadi Nabi, bukan
mereka?
Walid bin Mughirah berkata, “Wahyu didatangkan kepada Muhammad bukan kepadaku, padahal aku kepala dan pemimpin Quraisy, juga tidak kepada Abu Mas'ud Amr bin Umair Ats Tsaqafi sebagai pemimpin Tsaqif. Kami adalah pembesar-pembesar dua kota." (bersambung)
Kisah sebelumnya:
Abu Jahal Diam-diam Mendengarkan Rasulullah Melantunkan Ayat-ayat Al-Qur’an
Diboikot dan Diasingkan, Kaum Muslimin Tetap Bangga Hidup Bersama Rasulullah